Dia dan Gema sedang tak berkomunikasi karena Alana mengambil pekerjaan tambahan di malam Minggu sementara Gema melarang hal itu. Tak melarang dengan mengatakan langsung. Tapi hanya dari ekspresi kesal pria itu saja Alana tahu Gema marah padanya.
Padahal sebelumnya mereka masih begitu manis. Tapi esok harinya jadi pahit.
Ugh ... Alana tak suka situasi seperti ini. Hubungan yang awalnya hanya sebatas untuk saling menguntungkan, sekarang Alana merasakan jika mulai ada rasa yang tumbuh di antara mereka. Rasa yang tak boleh ada.
Jadi sekarang bagaimana? Alana seperti tak punya cara untuk mengubah situasi seperti semula.
Setidaknya biarlah menjadi pasangan yang sekedar saling menguntungkan saja. Jangan ada cinta jika tidak, Alana harus mengakhiri semuanya.
"Ya ya. Boleh, nanti kita bicarakan. Tapi kalau saya adalah anak-anak, saya pasti tertarik untuk membelinya."
Terdengar suara Gema yang sedang berbicara dengan seseorang melalui saluran telepon. Alana yang masih di atas ranjang pura-pura masih tidur karena tak mau menjadi canggung jika ia bangun dan melihat Gema yang awalnya mendiamkan dirinya namun setelah satu hari berlalu, bergantian Alana yang mendiamkan pria itu.
Alana kan wanita. Kalau didiamkan, wajib hukumnya ikut mendiamkan.
Tapi sekarang sudah tiga hari berlalu mereka tak berkomunikasi ataupun beraktivitas ranjang sama sekali. Membuat Alana gundah gulana sendiri.
Dan semua masih karena masalah yang sama tentunya. Gema yang terlihat tak suka Alana mengambil pekerjaan di luar pekerjaan tetap wanita itu. Lalu kemudian untuk membatalkan hal itu, Gema mengajak Alana pergi tepat di malam Minggu di mana Alana harus mengambil pekerjaan tambahan.
Alana menolaknya. Tentu. Dan mungkin karena itu Gema terlihat jadi lebih kesal.
Perasaan kesal yang menular pada Alana yang ikut-ikutan merajuk.
Ugh! Mengapa hubungan mereka jadi seperti pasangan suami istri begini?!
Tidak-tidak!
Ini tak boleh terjadi.
Menyadarkan dirinya dari pemikiran yang bodoh, Alana lantas bangun ketika sudah tak merasakan keberadaan Gema lagi.
Bagus. Akhirnya Gema pergi dan Alana yang harus segera berangkat bekerja, meloncat dari kasur dan tunggang langgang menuju kamar mandi.
Biasanya jika kerja di shift pagi, Alana akan bersiap-siap lebih dahulu, baru kemudian Gema yang lebih santai berangkat ke tempat kerja.
Tapi karena sedang menghindari pria itu, Alana jadi kalang kabut tiap harus bekerja pagi hari karena ia baru bisa bangun setelah Gema pergi.
Tapi beruntung meski mepet, ia tak telat.
"Udah dua kali gue liat lu naik taksi. Tumben amat. Banyak duit lu? Noh ... Daripada sok-sokan kerja naik taksi, mending lunasin cicilan tas lu. Nunggak mulu kek angkot yang hobi ngetem."
Baru berdiri di balik meja kasir, Alana sudah ditegur oleh Dita yang bibir merahnya manyun lima senti.
Mencebik di sela senyum gelinya, Alana menjawab; "Iye mpok Dita. Besok gue lunasin utang gue, ye?"
Alana tak kekurangan uang. Sebenarnya ia memiliki banyak tabungan yang bisa digunakan untuk memulai sebuah usaha.
Tapi masalahnya ia terlalu takut memulia, belum bisa membayangkan jika usahanya tak berkembang.
Karenanya ia hanya ingin terus bekerja selagi muda, nanti jika fisik mulai melemah. Uang yang ada ia jadikan modal bertahan hidup sampai akhir tua.
Sebagai anak dari hubungan luar nikah, Alana cukup dikasihani oleh sang kakek yang kemudian memberinya bagian warisan sendiri karena berpikir jika nanti tak ada yang mau menerimanya sebagai istri, atau andai ada yang menerima tapi malah hanya menjadi beban. Setidaknya Alana ada uang untuk membantu kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desire
ChickLitAlana tahu ini gila. Sudah tahu ini adalah kesalahan satu malam, tapi ia malah terus melanjutkannya hingga kesalahan fatal itu berlangsung selama dua tahun lebih bersama Gema, pria tampan dengan latar belakang keluarga yang kacau. Pssst ... Gema ana...