" Kau sudah sering melakukan hal seperti ini, nyonya?" tanya Armin sambil menatap Annie yang sedang sibuk memegang gaunnya agar tak diinjak oleh kakinya sendiri.
"Hm, tidak. Ini pertama kali " jawab Annie sambil menoleh sekilas ke Armin, ia tersenyum. Sementara itu Armin terdiam, berarti Putri Leonhardt pertama kali kabur dari pesta bersama dirinya? Tanpa ia sadari, seutas senyum muncul di wajah Armin. Pipinya memerah.
" Ayo, Armin! sebentar lagi kita akan sampai!" Annie lebih semangat menaiki anak tangga itu, padahal bulir keringat sudah mulai timbul di wajahnya.
Tak lama, mereka sampai di depan pintu oak yang agak tua, Annie menarik nafas, tersenyum. Ia tak sabar ingin menunjukkan hal baru kepada Armin, hal yang indah kepadanya. Tangannya kemudian digunakannya untuk menaikkan papan yang besar guna untuk mengunci pintu tersebut, kemudian ia membuka pintu itu. Seketika, angin mala berhembus ke arah mereka, membuat rambut kedua insan ini berterbangan.
Balkon itu gelap, namun sedikit terang karena penerangan dari cahaya sang rembulan yang hampir menyinari seluruh dunia, atap - atap rumah penduduk, hutan-hutan yang awalnya gelap gulita bak distopia, kini menjadi terang. Langit yang gelap, semu. Menjadi indah seperti utopia karena dihiasi oleh bintang bintang yang dengan sombongnya memancarkan cahaya mereka, Annie tersenyum. Armin termangu, matanya tak lepas dari pesona langit malam ini, mulutnya tak berhenti mengucapkan kata " wah.."
" Bagaimana, Armin?" tanya Annie sambil tersenyum manis ke arah Armin. Armin menoleh, matanya tak berkedip saat melihat dan menyadari kalau wanita di sampingnya tak kalah cantik, tak kalah indah oleh pesona cakrawala malam ini.
Armin tersenyum manis, ia menatap Annie dengan hangat, " Nona Leonhardt, kau tampak indah sekali malam ini."
Pipi Annie seketika memerah, sering kata - kata pujian di lontarkan untuknya. Namun, kenapa kali ini membuat jantungnya berdebar tak karuan? kenapa hatinya terasa terbang sampai langut ketujuh? Annie salah tingkah dibuatnya.
Armin mengambul kertas di sakunya dan melipat kertas itu supaya membentuk pesawat, Annie penasaran. Tak lama, Armin selesai, ia kemudian memegang pesawat itu dan menatap ke arah Annie.
" Nona, ibuku pernah bilang jika kau melemparkan pesawat kertas ini dari tempat yang tinggi, maka mimpimu akan terkabul"
Annie mengernyitkan dahinya, " benarkah? "
" aku tidak tahu apakah itu fakta atau tidak, bagaimana kalau nona pegang dulu ini", tangan Annie memegang pesawat itu, begitu pula dengan Armin. Jujur saja, Armin dapat mencium wangi parfum yang Annie pakai.
" kita harus berdoa tentang apa yang kita mimpikan, lalu tiup pesawat ini dan terbangkan"
"baiklah, "
Mereka sama-sama memejamkan mata, berdoa. Hening, hanya dersik yang menemani mereka, beberapa helai rambut mereka kadang-kadang terbang ter hembus oleh angin malam ini. Tak lama kemudian, mereka membuka mata mereka.
" Baiklah, ayo kita tiup bersama dan menebangkannya. Siap, nona?" ucap Armin, Annie mengangguk.
Mereka kemudian meniup pesawat itu, lalu menerbangkannya. Pesawat itu lepas dari tangan mereka, pesawat itu terbang ditiup oleh kafilah kafilah angin, entah ke mana. Hilang dari pandangan.
"Apa yang kau doakan, Armin?" tanya Annie membuat Armin menoleh,
" Aku...Aku berdoa supaya nona Leonhardt diberi kesehatan dan awet muda."
Annie membulatkan matanya, " kau kira aku ibu-ibu berumur 40 tahunan?'
Armin tertawa kecil, " bukan begitu -"
Annie menggeleng pelan, " aku tidak percaya, prajuritku mengira aku adalah seorang nenek nenek" ucapnya sambil tertawa kecil,
Sementara itu, Armin hanya ikut tertawa, balkon yang awalnya hening itu kini dipenuhi oleh canda dan tawa mereka, Armin kemudian mengusap wajahnya dan bertanya
"Bagaimana dengan nona?"
Annie berjalan mendekati pagar balkon, menghirup udara malam dan menatap betapa indahnya pesona cakrawala malam ini, ia menoleh ke Armin lalu ia tersenyum,
"Aku berdoa..semoga kita selalu bersama hingga ajal menjemput kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arunika [AruAni]
Teen Fiction" Apa yang akan nona lakukan jika saya pergi dari dunia ini?" tanya Armin sembari memasukkan tangannya ke dalam saku celana nya, netra nya tak lepas dari lautan biru, Angin laut yang kencang bertiup menerpa wajahnya. Annie menoleh sekilas ke Armin...