"Diluc, aku datang untuk menjelaskan-"
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, (Name). Aku sudah tahu, dan aku tidak ingin mendengar alasanmu. Aku melihatnya dengan jelas-kau bermesraan dengan bocah Kreideprinz itu."
Hari itu, dua hari setelah Diluc memergoki sang kekasih yang 'berselingkuh' di belakangnya, tak ia sangka-sangka. Bagaimana bisa Diluc tidak kesal? Sang kekasih tak memberinya kabar selama hampir seminggu, dan setelah ia berinisiatif menghampirinya, justru 'perselingkuhan' yang ia dapatkan.
Kini mereka kembali bertemu di kafe milik Diluc, di ruang staff tanpa ada seorangpun di sana selain mereka. Kedua netra mereka saling bertatapan, sang lelaki tampak enggan membahas sementara sang gadis bersikeras.
"Diluc ... aku sudah berkali-kali menjelaskan, sudah kubilang Albedo hanya ingin membersihkan tinta yang tercoret di pipiku." (Name) berusaha menjelaskan dengan tenang, tetapi dalam hati ia merasa khawatir. "Apa kau tidak mempercayai aku?"
"Alasan itu tidak masuk akal," ujar Diluc singkat.
"Bagimu memang tidak masuk akal, tetapi, nyatanya itulah fakta yang sesungguhnya." (Name) menghela napasnya, kemudian kembali menatap lekat-lekat sang kekasih. "Percayalah padaku. Cintaku hanya berlabuh padamu."
Diluc ingin tertawa mendengar perkataan sang kekasih. 'Berlabuh padamu', katanya? Sungguh lucu-sebab, Diluc merasakan bahwa sang gadis tidak menjadikan Diluc sebagai prioritas utamanya.
"Baiklah, aku menerima alasan itu." Diluc melipat kedua tangannya di depan dada. "Namun, apa penjelasanmu untuk lebih mengutamakan Albedo daripada kekasihmu?"
"...."
"Kau anggap aku itu apa, (Name)?"
"Tentu saja aku menganggapmu sebagai kekasihku, Diluc!" Nada suaranya gemetar, sang gadis menganggap seakan-akan Diluc meragukan perasaannya.
"Lalu jawab ... kenapa kau lebih memilih Albedo Kreideprinz?"
(Name) terdiam tanpa kata, seluruh kalimat yang sudah ia susun tercekat dalam tenggorokan. Diluc hanya menghela napas, kemudian ia kembali berkata, "Sudah kuduga .... Perasaanmu padaku hanyalah omong kosong."
"Hmm, (Name). Jujurlah, sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan bocah itu?"
(Name) menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pernah menjalin hubungan dengan orang lain selain kau."
"Pembohong."
Diluc melangkah maju, mendekati sang gadis dan menatapnya dengan tajam. Seluruh emosinya yang tertahan pada akhirnya meledak di saat ini. "Aku sudah menyerahkan segala-galanya untukmu ... tapi, ini yang kau berikan padaku? Sebuah pengkhianatan? Sungguh menyedihkannya diriku ini, (Name)."
(Name) masih terdiam, sementara Diluc masih mengucapkan kalimat-kalimat menyudutkan dirinya. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata, sampai kemudian ia kembali menengadahkan kepalanya untuk menatap laki-laki berambut merah itu.
"Diluc ...."
Plak!
Sebelum Diluc membalas perkataan sang gadis, sebuah tamparan terlebih dahulu mendarat di pipinya. (Name) menamparnya dengan sekuat tenaga, setitik air mata mengalir dari pelupuk matanya.
"Apa-apaan-?"
"Justru aku yang harus bertanya, apa-apaan kau, Diluc?!"
Untuk pertama kalinya, (Name) meninggikan suaranya di hadapan sang kekasih. Oh, sepertinya ini adalah keputusan terbaik untuk melepaskan segalanya, termasuk ... hubungan mereka. "Coba kau pikir-pikir, Diluc Ragnvindr. Apa kau memang sebaik itu padaku?"
Kini berganti Diluc yang terdiam, ia ingin marah, tetapi tidak bisa. Apa-apaan ini? Mengapa ia merasa tersudutkan hanya dengan satu pertanyaan itu-mengapa (Name) marah padanya? Bukankah, dilihat dari sisi manapun, seharusnya Diluc yang melampiaskan kemarahannya?
"Renungkan baik-baik perkataan dan kesalahanmu. Hubungan kita berakhir sampai di sini saja."
(Name) menyeka air matanya, kemudian menggenggam erat tas kecil miliknya. Ia segera berbalik dan meraih kenop pintu. "Jangan berpikiran seolah-olah kau hanya memberikan kenangan manis untukku."
Kalimat itu menjadi penutup. Diluc tertegun di posisinya dan menyentuh pipinya yang baru saja ditampar oleh gadis itu.
'Kesalahanku?'
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Christmas « Diluc Ragnvindr x Reader » (Genshin Impact)
Fanfic"Sepertinya ... aku akan agak sibuk mulai besok, aku ingin membantu penelitian Albedo. Jadi, mungkin kita akan jarang bertemu, terutama mendekati Natal nanti." Ketika (Name) mengatakan demikian, kesabaran Diluc habis seketika. Ia tak mengerti; menga...