08.

2.5K 389 12
                                    

Jeongwoo menatap nanar taman yang tak lagi indah, semuanya telah berantakan hanya karena lima pemuda seusianya.

Syukurnya, Doyoung sanggup mengganti beberapa fasilitas baru meskipun masih ada yang harus dibeli secara bersama.

"Woo! Ini bunganya udah sampai semua sama potnya juga udah ada. Tolong angkat ya, gue mau ke toilet."

"Lah Junghwan kemana?!"

"Itu anak ada ekskul, duh kebelet. Gue duluaaan." Berlari sudah Doyoung meninggalkan Jeongwoo.

Dalam hati, Jeongwoo sudah melakukan sumpah serapah tuk kedua temannya, bisa-bisa dia ditinggal sendirian?!

Terpaksa Jeongwoo pun mulai mengangkat satu persatu pot berisikan tanaman tersebut ke tempat dituju.

"Sendirian aja?"

"Anjir lo!"

Dibuat kaget oleh Haruto, Jeongwoo pun tanpa sengaja menjatuhkan pot tanaman tersebut. Untungnya, dengan cepat Haruto menangkapnya, kalau tidak kaki Jeongwoo bisa menjadi sasaran empuk tempat pendaratan pot.

"Huft. Nyaris aja."

Haruto langsung saja membawanya ke tempat yang terakhir ia ingat, di belakangan Jeongwoo masih saja shock akan kejadian tadi.

Di tambah sekarang ia mematung kala atensinya penuh terhadap Haruto yang masih mengenakan seragam basket dengan rambut yang masih basah akan keringat.

"Heh." Disentil pelan keningnya, membuat Jeongwoo tersadar akan dari lamunan.

"Lo sih!" Tanpa ucapan terimakasih, Jeongwoo justru memukul tubuh Haruto akibat mengagetkannya.

"Apasih?! Aduhh sakit Woo, ampun!"

Jeongwoo lantas memberhentikan kegiatan memukulnya dan memilih tuk duduk asal di atas rerumputan.

Niat awal untuk beristirahat sejenak tapi Haruto justru ikut serta duduk di sebelahnya.

"Ngikut aja lo."

"Biarin sih, gue kan capek juga."

"Gara-gara temen lo nih."

"Temen lo juga kali tuh enggak hapus tuh video."

Berdecak sebal sudah Jeongwoo, ia enggan mengeluarkan suaranya kembali apalagi tuk Haruto.

Hening menempati suasana di sana, kedua pemuda tersebut sibuk akan pemikiran masing-masing.

Hingga tak sengaja Haruto melirik ke arah tangan Jeongwoo dimana terdapat gelang tali hitam yang ia rasa sudah lama tidak dikenakan kembali oleh sang pemilik.

"Dipikir-pikir, sudah lama juga ya kejadian itu. Akhirnya gue punya hutang budi ke lo."

Mendengar suara Haruto, Jeongwoo lantas menengok ke arah sang empu. Ternyata kini Haruto tengah menatap langit biru yang dipenuhi oleh awan putih, Jeongwoo akui langit kali ini indah.

"Capek enggak sih lo dari dulu kita tuh ada aja yang direbutkan? Lapangan rt lah, peringkat sekolah, bahkan ketenaran."

"Ya capek sih, apalagi kalau Bunda bandingin."

Haruto tersenyum tipis, "Sekarang untungnya kita beda jurusan meskipun satu sekolah. Jadi sedikit reda persaingan kita."

Jeongwoo hanya menganggukkan kepalanya ringan, toh benar juga apa yang dikatakan Haruto.

"Jangan salah kira, gue baik ke lo karena lo pernah selamatin adek gue. Meskipun gue capek sama ini persaingan, gue tidak akan kalah dengan lo."

Kini Jeongwoo dibuat terkekeh oleh perubahan emosi Haruto, dia pikir tadi Haruto akan menyerah eh ternyata dugaannya salah.

"Ya, yaudah. Siapa juga yang kira lo baik? Enggak tuh."

Haruto lantas menengok ke arah Jeongwoo, "Oh begitu. Jadi lo masih rival gue kan?"

Jeongwoo menatap Haruto dengan senyuman miringnya, "Lo lupa? Kita kan memang ditakdirkan bersama sebagai rival, bahkan dari masih bayi, kita sudah diperkenalkan oleh orangtua sebagai musuh."

Haruto tertawa renyah, sekon selanjutnya ia menepuk pelan kepala Jeongwoo hingga sang pemuda Park kebingungan.

"Kita ditakdirkan bersama? Gue harap begitu dan akan selalu begitu. Gue dan lo, selalu bersama---" Haruto memberikan jeda kalimat sesaat, membuat Jeongwoo penasaran akan kelanjutan.

"Sebagai rival abadi."

Rival - HAJEONGWOO.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang