07.

2.4K 392 1
                                    

Dua kubu kini sedang saling berhadapan satu sama lain. Meski jumlahnya tak setara, namun terlihat yang jumlah lebih sedikit tak kenal takut.

"Gue pikir video itu beneran udah hapus."

"Hahaha lucu. Enggak akan gue hapus video itu."

"Sialan lo!"

Dua melawan tiga, lagi-lagi pertikaian antara anak MIPA dan IPS terjadi. Kali ini di taman belakang sekolah dimana area tersebut jarang dilewati oleh para guru.

Pukulan serta kegiatan menghindar nampak jelas di sana, kedua kubu tersebut enggan menyerah meskipun wajah telah memiliki lebam.

Tak jarang pula, beberapa fasilitas di sana rusak akibat perbuatan mereka. Dari pot serta tanaman hingga tempat duduk.

"Woy kalian!" Suara tak asing membuat kelimanya memberhentikan kegiatan, lantas dengan kompak mereka menengok ke sumber suara tersebut.

"Sial! Pak Jidi woy! Kaburr."

Mengetahui guru BK yang telah hadir, membuat kelimanya dengan cepat berlari meninggalkan area tersebut.

"Dasar anak-anak."

Pak Jidi hanya menggelengkan kepala dan menghela napas saat melihat keadaan taman yang sudah berantakan.

•••

"Hadehh." Jeongwoo melempar asal satu lembaran kertas yang baru saja diberikan oleh Doyoung dan Junghwan.

"Kemarin siang gue suruh hapus kan? Kok sorenya lo berantem sih? Malah rusakin taman, sekarang kita disuruh kerja bakti kan."

Pemuda Park tersebut memijat keningnya pening, padahal ia tidak ikut berkelahi namun aneh sebab namanya tertera pada surat peringatan.

"Gue sih bodoamat kalian mau berantem tapi lihat dong ini fasilitas sekolah sampai harus ganti rugi."

"Gue yang ganti rugi kok." Celetuk Doyoung santai sembari mengaduk asal buburnya.

"Lagian Woo, lo tuh belain kita kek bukan ngomel gini. Sama aja lo."

Kuasanya terangkat, Jeongwoo mengusap wajahnya setelah mendengar ucapan Doyoung dan Junghwan itu.

"Gue enggak mau nama gue keikutsertaan dalam surat peringatan gini, gue mau lomba, Doy."

Doyoung merotasikan matanya, "Tenang, lo masih bisa ikut lomba kata Pak Jidi."

Seketika Jeongwoo menatap Doyoung tak percaya, "Beneran?"

"Iya."

"Lo nanya tadi?"

"Enggak, sih. Tadi dia bilang sendiri kalau buat lo masih diizinkan untuk lomba."

Sebenarnya sedikit aneh bagi Jeongwoo mengetahui ketika seorang murid dapat surat peringatan tetap diizinkan lomba sains.

Satu sisi, dirinya menghela napas lega dan kembali menyeruput esnya dengan harap kepalanya kembali dingin.

Sebelum itu...

Seorang siswa tengah berhadapan langsung kepada guru BK sekolah itu. Sedikit memberikan tatapan tajam, namun dang murid tak sedikit pun bergetar ketakutan.

"Pak, jangan aduin ke Papah, ya? Ini terakhir deh."

Sang guru menghela napas panjangnya, "Haruto. Berkali-kali kamu bilang terakhir terakhir, tapi tetap saja kamu dan temanmu berkelahi."

"Ya tap---"

"Kemarin taman, besok apalagi? Satu sekolah?"

Bungkam sudah dirinya, tak ada kesempatan tuk membuka suara barang semenit pun.

"Kalau begitu, saya berikan surat peringatan pertama. Tidak berat hukumannya."

"Itu Pak---"

Pak Jidi yang tengah mempersiapkan berkas langsung memberhentikan sesaat guna menatap kembali murid di hadapannya.

"Apalagi Haruto?"

"Yang namanya Jeongwoo, dia tidak ikut dalam pertikaian. Teman saya itu asal nyebut, saya berani jamin. Jadi biarkan dia tetap ikut lomba."

Sedikit tersentak, namun Pak Jidi berdehan sesaat.

"Dia terlanjur masuk namanya, mungkin akan saya beri tahu nanti. Kamu ada buktinya dia tidak ikut?"

Haruto menggigit bibir bawahnya, sebab seketika dia bingung kala ditagihkan bukti oleh sang guru.

Namun, sekon selanjutnya Haruto mengangkat kepalanya yang sendari tadi menunduk, pula ditatap kembali Pak Jidi dengan serius.

"Saya tidak memiliki bukti fisik tetapi saya berani sumpah Jeongwoo tak ikut dalam pertikaian, jadi biarkan dia mengikuti lomba."

Rival - HAJEONGWOO.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang