"Kamu pasti sudah gila..."
Pria di bawahku mendesis. Wajahnya memerah dan napasnya memburu. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Aku menikmati ekspresinya. Ia terlihat kacau, berusaha mengontrol dirinya agar tidak menyerah terhadap hawa nafsu. Matanya terpejam, ia menggigit bibirnya sendiri.
"Jangan sengaja menantang saya."
Aku menatapnya sambil tersenyum penuh kemenangan. Jari telunjukku lalu bergerak menyusuri wajahnya. Mulai dari rambut, pipi, rahang, leher, hingga dadanya yang terekspos dari balik kemeja yang kancingnya hampir terlepas seluruhnya. Ketika jariku membelai di sana, pria tampan itu mengerang. Jemarinya meremas sprei yang sudah berantakan.
"Hentikan semua ini sebelum kita berdua menyesal, Sheren!"
"Bukannya kamu juga menikmatinya?" godaku sambil berbisik di telinganya dengan sensual.
Aku yakin kata-kataku barusan tepat sasaran karena dia langsung membuang muka. Dia mendorongku dengan kedua tangannya. Kalau kami berdua dalam keadaan normal, pastilah aku sudah jatuh terjengkang ke belakang. Namun, saat ini alkohol sudah mengambil alih. Mengeluarkan sisi gelap diriku yang tidak kukenal, serta meniadakan tenaga pria di bawahku, membuatnya tidak berdaya. Tenaganya tidak seberapa, aku yang hanya setinggi bahunya hanya terduduk dibuatnya, masih di atas tubuhnya.
Belum menyerah, aku lalu memposisikan diriku tepat di atas bagian paling privatnya, menggodanya di sana. Ia kembali mengerang, kali ini suaranya lebih seperti teriakan bercampur umpatan.
Tubuhku semakin meremang. Kulitku terasa panas, seperti terbakar. Sama seperti dia, tubuhku juga tidak lagi dibalut lengkap oleh pakaian, menyisakan bra dan celana dalam dengan warna hitam senada. Aku sudah lupa ke mana perginya baju, rok, dan sepatuku. Entahlah, tampaknya mereka berserakan di lantai, di atas karpet tebal yang empuk.
"Demi apapun, kamu akan menyesalinya!" ancam pria itu.
Dia akhirnya mengembuskan napas panjang. Ketika aku berhenti sejenak untuk mengamati ekspresinya, tiba-tiba dia mendorongku dengan keras hingga aku kehilangan keseimbangan.
Kini posisi kami sudah bertukar. Aku terbaring di atas ranjang, dengan dia di atasku. Wajahnya yang tampan kini hanya berjarak kira-kira lima senti dari wajahku, membuatku bisa mengamati manik mata warna cokelat yang indah.
Dengan napas memburu, dia mendesis dengan suaranya yang rendah dan serak, "Kalau kamu kira kamu akan menang, kamu salah. Bermainlah sendiri di sini."
Aku mendengus. Dia bicara dengan angkuh, padahal tubuhnya sendiri sudah sama panasnya. Gerakannya oleng, matanya juga berkabut. Namun, pria keras kepala itu masih berusaha menyingkir, hendak pergi dari tempat ini.
Sebelum dia bergerak lebih jauh lagi, tanganku lebih cepat menarik tangannya, membuat badannya terhuyung dan kembali mendekat.
"Kita lihat siapa yang akan kalah," tantangku sebelum menyambar bibirnya, melumatnya dengan terburu-buru.
Sepertinya ciuman itu berhasil. Kesadaran pria tampan di hadapanku ini akhirnya menghilang, digantikan oleh gairah yang memuncak. Ia akhirnya menyerah.
Ciuman itu lalu mengawali rentetan aktivitas panas penuh gairah dengan kami berdua sebagai lakonnya.
Aktivitas yang mungkin saja aku lupakan esok hari.
Aktivitas yang tidak kusadari akan membuat hidupku jungkir balik, seperti sedang naik roller coaster.
***
Author's Note
Hellow, sesuai dengan info sebelumnya, aku merevisi cerita ini.
'Dikejar Pinangan Mas Shua' kembali dengan judul baru, yaitu 'The Proposal Escape'.
Mohon maaf sebelumnya kalau dalam beberapa waktu ke depan kalian akan dibanjiri notif update dari aku ya~
Selamat membaca, semoga kalian terhibur! ๑(◕‿◕)๑
![](https://img.wattpad.com/cover/300258610-288-k23769.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Proposal Escape
ChickLitSeperti perempuan pada umumnya, Sheren Callista Winata memimpikan kisah romantis yang berakhir dengan mengucapkan janji suci bersama di depan altar. Namun, ketika Joseph Kartawiharja, pria idaman wanita kantor yang tampan dan mapan meminangnya, Sher...