Mobil putih yang ku kendarai kini berhenti tepat di rumah megah milik keluarga Bunda Rere, aku menatap bangunan rumah megah itu. Tak banyak yang berubah dari 5 tahun terakhir hanya saja kini terdapat ayunan dan perosotan di bagian depan rumah. Aku berfikir bahwa itu mainan untuk anak-anaknya kak Laras atau mungkin juga mainan untuk anak-anaknya Wildan dan Zidan.
"Mau masuk kak?" Tanya Mamah setelah membuka safety belt yang tadi iya kenakan. Tanpa berfikir aku langsung mengangguk, hanya say hello saja kan setelah itu pergi.
Aku dan Mamah berjalan beriringan menuju pintu utama rumah keluarga Bunda Rere. Tak lama seorang asisten rumah tangga membukakan pintu "Rere-nya ada?" Tanya Mamah
"Ada nyonya, silahkan masuk." Aku mengikuti langkah Mamah, memasuki rumah itu hingga terdengar suara bunda Rere dari ruangan yang sangat ku hapal itu ruangan apa.
"Risa... aku benar-benar merindukan mu, kau jahat karena tidak mengabari ku jika kau sudah pulang ke sini!"
"Tenang Re, aku baru kembali semalam. Aku telat memberikan mu informasi baru sehari tapi kau sudah sangat marah!"
"Aku tidak marah, aku hanya rindu!" Dan akhirnya keduanya berpelukan, melepas rindu setelah perpisahan yang begitu lama "Maaf Sa karena gak bisa datang di hari pemakaman Wisnu, aku turut berduka cita.."
"No problem Re, semuanya sudah baik-baik aja sekarang." Dapat ku lihat wajah Mamah yang berubah ketika kembali di ingatkan soal Papah dan aku dapat mengerti itu. Di tinggalkan orang yang kita sayang apa lagi untuk selamanya bukanlah suatu hal yang muda.
Perlahan keduanya melepas pelukan masing-masing hingga Bunda Rere menatap ku dengan ekspresi tak percayanya. "Ziva?! Astaga ini kamu sayang? Bunda kira tadi istrinya Tristan?" Aku tersenyum kecil mendengar cicitan Bunda Rere, ada-ada saja fikir ku.
Aku mendekati bunda, mengambil tangannya dan mengecup tangan itu "Ziva rindu bunda" ucap ku namun dengan secepat kilat Bunda menarik ku ke dalam pelukannya.
"Bunda juga sangat merindukan putri bunda yang satu ini, kangen banget-banget pokoknya.."
"Bunda sehat kan?" Tanya ku.
Bunda Rere menghela nafas sejenak dan dengan perasaan itu iya juga perlahan melepaskan pelukannya. "Biasalah sayang, tidak bisa di katakan sehat dan tidak juga di katakan sakit. Umur gak biasa di bohongi.."
"Samalah Re, aku juga ngerasain hal yang sama. Gak bisa berdiri lama-lama, lutut rasanya lemes banget.." entahlah itu kode ingin segera duduk atau sekedar curhatan hati Mamah, namun sepertinya Bunda sangat peka hingga akhirnya mempersilahkan kami duduk.
"Maaf bunda, bukannya Ziva gak mau lama-lama di sini tapi Ziva harus kerja. Mungkin lain kali Ziva main kesini,"
"Zidan pulang.." Baik aku, Bunda maupun Mamah menatap ke arah pintu. Lebih tepatnya ke arah seorang pria yang wajahnya tampak pucat yang menjinjing jas hitamnya.
"Zidan," lirih ku kecil.
"Abang lembur lagi?" Tanya Bunda mendekati anak keduanya itu, dengan senyuman yang sama Zidan mengangguk mengiyakan perkataan sang Bunda "Tapi kamu baru aja sembuh loh bang, ingatkan kata dokter apa?"
"Jangan telat minum obat, jangan lupa makan. Abang gak melupakan keduanya kok Bun, jadi abang akan segera pulih.."
"Istirahat kamu Zidan.." dapat ku lihat ke khawatiran bunda pada anak laki-lakinya yang sangat nakal itu.
"Kantor butuh abang bunda, udah ya bun. Abang ngantuk" Zidan melangkah masuk ke dalam rumah dan tanpa sengaja pandangan kami bertemu. Untuk sesaat aku hanya bisa terdiam, menatap wajah manusia baik itu. Aku benar-benar terpaku saat tanpa sapaan sama sekali Zidan pergi meninggalkan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Kita
RomanceSemuanya kembali berubah ketika aku dan dia bertemu, semua kenangan ku dengannya di masa lalu terus saja berputar namun rasa sakitnya juga semakin meradang. Aku tau dia pria yang baik dan bertanggung jawab, tapi aku juga tau dia bukanlah pria yang...