I wish I didn't need
Chasing relentlessly,
still fight and I don't know why?
If our love is tragedy, why are you my remedy?
•••
Sekarang Charissa telah menginjak kelas 11 SMA di sekolah yang berdampingan dengan Rafa. Yaitu SMA Bina karya 1, sedangkan Rafa SMA Bina karya 2.
***
Hari ini terlihat sangat mendung, menandakan bahwa hujan akan segera turun. Caca dengan terburu-buru segera berlari menuju ke halte Bis.
"IHH ANJIR KAN GUE LUPA BAWA KOAS." Gerutu caca ketika menyadari bahwa kuas lukisnya tidak ada di dalam tas.
"Nih koas." Seseorang menyodorkan koas hitam panjang di depan wajah caca.
"ANJIR NGAGETIN AMAT SIH LO." Caca menjitak seorang pria yang ada di depannya itu.
"Akh—Sakit dodol!." Ucapnya lalu menjitak balik caca.
"RAFA !." Tekan caca kepada pria yang ada di depannya.
"APA JAMAL !." Rafa kembali menekan caca.
"Makasih..." Ucap caca terkekeh sambil membawa koasnya.
"TERSERAH LO DEH TERSERAAAHHH." Balasnya dengan wajah yang tersenyum paksa.
"HAHAHAH HAHAHA MUKA LO KELIATAN TERTEKAN BATIN !." Caca tertawa terbahak-bahak ketika melihat tingkah laku Rafa.
"Hm." Jawab Rafa singkat.
"Marah nihh?." Tanya Caca sambil memperlihatkan ekspresi konyolnya kepada Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent heart [ON GOING]
Lãng mạnSosok itu selalu datang kedalam pikiranku. Dia seorang pria yang selalu muncul ketika aku sedang menuangkan dirinya kedalam sebuah lukisan dan sketsa. Bisakah aku menggapainya?. Atau hanya bisa kujadikan tokoh seni favorit dalam karyaku saja?.