Sebuah kebetulan

11 4 2
                                    


🦫🦫🦫

Aku ternganga, ternyata seseorang yang menabrakku adalah Kai si cowok jutek yang mengabaikanku di Cafe tadi. Aku tertegun sejenak sebelum akhirnya bangkit dari posisiku.

"Lo ngapain disini?" tanya Kai dengan ekspresi datar.

"Gue emang tinggal disini, lo sendiri ngapain disini?" balasku dengan nada yang sedikit meninggi.

"Bukan urusan lo."

Jawaban Kai benar-benar membuatku geram. Apakah dia tidak bisa sedikit saja menghargaiku? Sejak awal dia jelas sangat tidak menyukaiku padahal aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun kepadanya. Apa yang membuat dia tidak suka dengan kehadiranku itu adalah pertanyaan terbesarku.

"Lo nggak suka gue join grup? Kalo nggak suka bilang aja!" ucapku kesal.

Kai yang sudah hampir berlalu dari hadapanku seketika menghentikan langkahnya dan berbalik lalu menatap ke arahku.

"Gue nggak peduli lo mau join grup atau nggak, itu bukan urusan gue." balasnya.

"Terus kenapa lo kayak gini ke gue? Gue berusaha sopan sama lo tapi kenapa lo nggak?"

Biasanya aku masa bodoh, tapi entah mengapa kali ini aku merasa kesal. Apakah menghargai orang sesulit itu? Tiba-tiba saja Kai berjalan mendekat kembali ke arahku. Saat ini dia benar-benar berada tepat di depanku dan menatapku dengan tatapan super dingin, secara otomatis aku memundurkan kepalaku sambil melebarkan mataku.

"Kenapa lo pengen banget gue bersikap sopan sama lo? Apa itu hal penting buat lo?" tanya Kai.

"Ya penting lah! Gue kan pengen tau gue salah apa sampe lo bersikap beda ke gue?" balasku.

"Idung lo!" Kai menunjuk ke wajahku membuatku semakin kesal.

'Apaan sih nih orang gila yak! Nggak jelas banget!' batinku.

"Itu idung lo!" Lanjutnya.

"Apaan sih lo!" tukasku kesal.

"Idung lo keluar darah!" ucapnya.

Aku reflek menyentuh bagian lubang hidungku. Benar saja, aku melihat ada darah di tanganku. Aku langsung menutup lubang hidungku dengan tanganku untuk menahan darah yang keluar, tapi darah sudah terlanjur mengalir hingga menetes ke hoodie kesayanganku.

"Ahh sial!" gumamku panik.

Kai tiba-tiba saja berlari ke arah meja receptionist. Ku kira dia akan berlalu begitu saja mengacuhkanku, ternyata dia kembali ke arahku sambil menyodorkan beberapa helai tisu yang dia minta dari receptionist untuk menyeka darah yang keluar dari hidungku sambil berkata, "Nih pake."

"Thanks," jawabku pelan.

Aku tidak menyangka dia masih memiliki sisi kemanusiaan. Aku yang tadi sempat kesal dengannya menjadi melunak seketika, mungkin sebenarnya dia tidak sedingin itu.

"Ya udah gue mau cabut!" ucap Kai.

Aku hanya memberi sebuah anggukan sebelum Kai melesat dari hadapanku. Cowok dingin itu benar-benar sulit dipahami, tapi aku yakin sebenarnya dia adalah orang baik hanya saja dia tidak ekspresif. Mungkin butuh waktu cukup lama hingga akhirnya kita bisa berteman.

🦫🦫🦫

Malam ini langit tampak begitu cerah, saking cerahnya bintang terlihat nyata memenuhi hamparan langit yang maha luas itu. Aku berpikir untuk melanjutkan pekerjaanku di balkon Apartemen sambil menikmati secangkir kopi classic yang ku buat. Aku yakin ide akan cepat berdatangan dengan suasana seindah ini.

Aku berdiri sejenak sambil meregangkan otot-otot tubuhku yang kaku. Aku hampir tidak pernah berolahraga. Akhir-akhir ini tubuhku sedikit tidak bersahabat. Beberapa kali hidungku mimisan karena kelelahan. Setiap hari kerjaanku hanya duduk berjam-jam di depan laptop untuk menghasilkan karya yang menjadi penopang hidupku hingga aku memiliki jam tidur yang sangat pendek. Rasanya aku tidak sabar ingin segera outing ke Bandung minggu depan untuk melepaskan kepenatan yang sudah bertumpuk ini.

Aku menggerakan setiap sendi-sendi tulangku dengan gerakan yang ku buat seolah sedang menari ballet sambil menyanyikan lagu 'Love is gone' milik Slander yang kunyanyikan dengan nada sariosa versiku. Saat tengah serius menghayati lagu, aku terkejut nyaris tersungkur setelah ku sadari ada sepasang mata yang sedang memperhatikanku di balkon sebelah sambil menahan tawanya.

"Kai?" ucapku sambil mengucek kedua mataku untuk memastikan penglihatanku karena setahuku Apartemen sebelahku sudah kosong sekitar sebulan lebih. Jika yang ku lihat adalah hantu, tentu saja aku harus bergegas pindah dari Apartemen ini secepatnya karena aku paling takut dengan hantu.

"Lagunya bagus." ucapnya sambil bertepuk tangan, tapi ekspresi di wajahnya jelas sedang menertawakanku.

"Lo tinggal disini?" tanyaku dengan ekspresi malu karena tanpa ku sadari Kai memperhatikan apa yang ku lakukan sejak tadi.

"Iya baru pindahan beberapa hari yang lalu." balas Kai yang masih menertawakanku.

Aku pikir Kai hanya mengunjungi seseorang di Apartemen ini saat kami bertabrakan di Lobby tadi sore. Tak ku sangka ternyata dia tinggal tepat di sebelahku.

'Kebetulan macam apa ini?' batinku.

🦫🦫🦫















Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Healing Trip Community Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang