Lonely Night- [ Separation] (DouXu)

50 2 0
                                    

Written by Dou Xun & Xu Xilin

-Prompt D4 : Lonely Night-
[ Separation ]

Guo Men [ DouXu ]

❄️❄️❄️

Akhir musim gugur di tahun berikutnya setelah Xu Xilin 'mengirim' Dou Xun pergi, dia sedang bekerja lembur.

Hidup harus terus berjalan, kewajiban yang dipanggulnya membuat Xu Xilin tidak bisa sembrono.

Setiap keputusan yang diambil tentunya ada konsekuensi tersendiri. Waktu itu Xu Xilin memilih keputusan yang tampaknya akan mengakibatkan hasil kerusakan yang lebih ringan.

Namun malam ini dia menyadari bahwa tidak ada yang ringan dari itu.

Sederet pesan dilayar ponselnya yang dikirim oleh Dou JunLiang masih menjadi objek tatapannya.

Dou Xun sudah pergi. Universitasnya cukup bagus dan dia punya beasiswa.

Perasaan Xu Xilin tidak bisa dijelaskan saat ini. Apakah itu senang karena keinginannya agar Dou Xun melanjutkan studinya telah tercapai. Atau apakah itu perasaan hampa yang membuatnya seperti manusia yang tak memiliki perasaan. Atau apakah itu rasa kehilangan. Atau apakah itu rasa tidak rela.

Entahlah, yang jelas selama setahun ini hidup yang terasa tidak hidup ini hanya begitu saja dijalani Xu Xilin.

Ada kalanya saat dia melewati pintu kamar Dou Xun, dia akan berhenti dan menatap lama. Berharap jika dia membuka pintu itu, Dou Xun ada disana dan menariknya ke dalam pelukannya.

Kemudian hatinya akan hanya semakin sakit saat mengingat kata terakhir Dou Xun sebelum membalikkan tubuh dan tidak pernah berpaling.

Terkadang Xu Xilin akan mengirim email berkali-kali dengan alasan ingin mengirim barang-barang Dou Xun, sebenarnya ini hanya alasannya pada dirinya sendiri untuk membenarkan tindakannya menghubungi Dou Xun.

Walaupun Xu Xilin paham benar temperamen Dou Xun yang tidak mungkin akan mencarinya kembali, tetapi dia masih ingin membohongi dirinya sendiri bahwa mungkin saja Dou Xun juga merindukan dirinya seperti dia merindukan Dou Xun.

Mengetahui dengan baik jika seseorang yang dulunya begitu mencintaimu dan sekarang begitu membencimu adalah perasaan yang tak tertahankan. Selembar demi selembar rasa sakit membungkusnya dengan erat.

Xu Xilin masihlah manusia, walaupun dia berusaha berdiri sesuai harapan semua orang sebagai anak yang baik, warganegara yang baik, memegang norma masyarakat. Hati Xu Xilin masihlah terbuat dari darah dan daging.

Setelah kehilangan fokus pada layar ponselnya entah berapa lama, jarinya akhirnya bersinkron dengan otaknya dan mengetik. Mengerti. Terimakasih. Itu terdengar baik.

Tidak ada seorangpun yang bisa diajaknya bicara. Xu Xilin hanya bisa membungkus semua perasaannya didalam hatinya. Membuat hatinya terasa bergemuruh.

Perlahan dia mengemas tas kerjanya dan beranjak dari kantor. Berjalan sambil merapatkan jaketnya. Hanya malam yang mengerti semua nelangsa hati anak manusia yang tak terungkap.

Douxian'r, dimanapun kamu berada sekarang, apakah kamu tahu betapa aku merindukanmu?

.
.

Musim telah berganti. Daun berguguran berwarna keemasan di langit penuh warna di sore hari telah berubah menjadi deretan dataran putih dengan angin dingin yang berhembus. Walaupun tentu saja sang mega bola api masih melakukan tugasnya, namun tetap saja sepanas apapun itu masih belum bisa menguapkan desiran tiupan angin musim dingin di eropa.

Pemandangan sekitar penuh dengan warna putih, terkesan memiliki rasa menenangkan, kemurnian hati dan kedamaian. Namun sayang sekali semua yang disebutkan tadi sama sekali tidak mampu menyentuh dan mengusik sosok pria yang berasal dari dataran China.

Berbanding terbalik dengan sekelilingnya, Dou Xun masih bisa merasakan panas bara api di dasar hatinya. Bara api yang menyala karena tindakan seseorang yang sudah dianggap sebagai penghuni ruang kecil itu. Seseorang yang telah mengirimkannya pada sosok Dou Junliang yang bahkan sosok itu tahu jika Dou Xun tidak pernah berhubungan baik dengannya.

Jika sosok itu menginginkan dirinya sedikit berhubungan baik dengan ayah kandungnya itu, mungkin Dou Xun masih bisa menerima. Tapi dikembalikan seperti seseorang yang sudah tidak diharapkan, dilempar keluar dengan alasan untuk kebaikan dirinya, Dou Xun tidak bisa menerima itu.

Xu Xilin, sosok yang dulu memenuhi ruang hati Dou Xun dengan rasa cinta, berakhir meninggalkan kawah bara api yang bahkan tidak mampu padam dengan dinginnya iklim di tempat yang Dou Xun tempati saat ini. Tempat dimana Ia jauh dari sang sumber kepahitan hidupnya dan Dou Junliang.

Selama enam bulan lebih, walaupun kemarahan masih mengakar di tubuhnya, Dou Xun tidak pernah tidak bereaksi dengan segala sesuatu yang memiliki kaitan dengan karakter 'Xu'. Tubuhnya akan berekasi secara tidak sadar. Sorot mata itu akan menajam, memelototi setiap orang yang ia kenal memiliki karekter 'Xu' dinamanya. Tidak peduli apakah orang itu memiliki hubungan dengan Xu Xilin atau tidak, mereka yang memiliki karakter 'Xu' dinamanya harus menangung akibat dari perbuatan Si 'Xu' yang ia kenal.

Bahkan karena kebencian itulah, segala bentuk kesusahan yang ia jalani di tempat asing ini sama sekali tidak dirasa. Bagi Dou Xun kesulitan itu sama sekali tidak ada bandingannya dengan rasa sakit saat dirinya dikirim keluar dari tempat yang telah dirinya anggap rumah.

Banyak penyair mengatakan jika tidak ada kawah api yang abadi. Tidak ada kebencian seumur hidup dan tidak ada seorang pun yang mampu menjaga bara api kemarahan terlalu lama di dalam dirinya tidak terkecuali Dou Xun.

Perlahan namun pasti, sejalan dengan lamanya ia hidup di negara asing, secara sadar atau tidak sadar. Baik itu dirasa maupun tidak dirasa, Dou Xun sering merasa kesepian. Ketika tubuh lelahnya berbaring, dengan naluriah badan itu hanya akan mengambil separuh ruang dari ranjang yang ada. Menyisahkan sisi yang lain yang muat untuk tubuh pria seumurannya untuk berbaring dan membiarkannya mendingin sampai pagi.

Tidak hanya sampai di situ. Terkadang kenangan akan bangunan yang telah dianggapnya rumah kembali berkeliaran. Kenangan tentang Xu Xilin yang menemani kesehariannya, kenangan tentang nenek yang sudah dianggap bagai neneknya sendiri dan menepati tempat yang bahkan lebih dalam dari Dou Junliang itu sendiri.

Segumpal daging itu berdenyut, merasakan kerinduan akan semua hal itu. Sejalan dengan kerinduan yang semakin meluas, pikiran yang sempit dan tersumbat itu terbuka. Memikirkan kembali segala kemungkinan alasan yang dimiliki oleh Xu Xilin. Memikirkan segala tindakan yang pihak lain telah lakukan.

Pikiran itu semakin mencuat, semakin mencuat dan semakin mencuat. Semakin sering Dou Xun memikirkannya, semakin padam bara api itu. Bahkan dengan berjalannya waktu, bara api itu telah menghilang tanpa bekas. Kemarahan itu telah teredam dan yang paling penting, kebencian itu telah tertutupi dengan kerinduan yang mendalam.

Dou Xun yang sekarang tengah menatap langit malam eropa, bukanlah lagi Dou Xun yang sama yang melangkah keluar dari rumah Xu Xilin. Dou Xun yang sekarang, telah menjadi Dou Xun yang memahami setiap tindakan kekasihnya itu.

Memahami kekhawatiran Xu Xilin. Memahami jika dirinya belum mememiliki pondasi kuat, pijakan kakinya masih lemah. Bahkan kedua kaki itu masih belum stabil untuk menopang dirinya, bagaimana Dou Xun akan mampu menopang Xu Xilin bersamanya?.

"Aku merindukanmu"

Rindu telah membuncah, namun kaki itu belum mampu melangkah. Tidak ada keberanian untuk pulang, setidaknya sampai Dou Xun memiliki kemampuan untuk menopang Xu Xilin beserta keluarganya.

"Tunggulah"

Mendongak dengan menatap langit yang masih sama, Dou Xun berusaha meneguhkan hatinya. Berjuang dan berusaha lebih keras untuk menstabilkan posisinya. Sampai pada akhirnya nanti ketika ia kembali, tidak ada alasan bagi Xu Xilin untuk menolaknya kembali.

-FIN-

January PromptsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang