00. First Met, First Fallen

470 75 15
                                    

CUACA CERAH DI PAGI HARI, kendaraan lalu lalang berada di jalan. Meskipun sekarang hari libur, tetap saja masih banyak orang berpergian. Entah ada yang berangkat kerja ataupun pergi berlibur. Semua sibuk akan kegiatan masing-masing.

Meskipun Miyagi adalah prefektur, tapi sangat berbeda dengan Tokyo. Disini Kendaraan tidak terlalu padat, bahkan masih banyak pejalan kaki. Pepohonan rindang di pinggir jalan, dengan rumah berdesain tradisional masih banyak terpampang. Keadaan alamnya masih sangat terjaga, udara yang ada terasa sejuk jika dihirup. Bahkan, jika cuaca sedang tidak berawan, langitnya akan tampak cantik berwarna biru cerah ocean.

Benar-benar masih alami.

Anak kecil berusia 10 tahun yang sedang berada di dalam mobil, menurunkan kaca. Kepala menyembul keluar menikmati angin semilir yang menerpa wajah. Ia memejamkan mata.

"Hati-hati, Rei. Nanti kalau kepalamu menabrak sesuatu bagaimana?" Keitaro Rina, melirik anaknya melalui kaca depan kecil dengan sedikit panik.

Rei menoleh, mulut melebar memperlihatkan deretan gigi kecil putihnya pada sang Ibu, "Tapi ini menyenangkan, Ma!" Lalu lanjut menyembulkan kembali kepala keluar.

Rina menghela napas, lengannya menyenggol suami yang sedang menyetir dengan fokus, Keitaro Akihiko.

"Paan?"

"Bilangin anakmu itu."

Akihiko menaikkan satu alis. Pandangannya berpindah menatap kaca spion kecil, melihat keadaan anaknya. Dirinya terkekeh pelan, "Bukankah enak udara disini, Rei?"

"Mmm!" Rei mengangguk setuju, tanpa menoleh.

Bibir Akihiko tersenyum, "Good, lanjutkan kegiatanmu."

Siku-siku perempatan muncul di pelipis Rina mendengar penuturan suami. Tangannya langsung terulur mencubit lengan.

"Ittai!"

Rina mendengus mendengar rintihan kesakitan Akihiko.

Perjalanan satu keluarga dalam satu mobil terus berlanjut. Mobil mengemudi pelan, sembari menikmati pemandangan elok Miyagi. Selang satu jam, mereka akhirnya memasuki area kompleks perumahan.

Berbeda dengan sebelumnya yang hanya menyuguhi pemandangan tradisional, sederhana, dan pepohonan. Kini hanya ada deretan rumah berjejer rapi yang memiliki aura kaya, kaya, dan kaya. Semua rumah terlihat megah dan mewah.

Mobil kemudian berhenti. Rei membuka pintu dan turun dengan bersemangat. Pandangan matanya mengedar ke seluruh tempat.

Lumayan, tidak buruk. Area depan rumahnya memiliki lapangan basket. Sangat cocok untuk dirinya yang sering bermain. Bibir Rei tersenyum ceria, desain dari rumah miliknya sangat minimalis, dan elegan. Sangat pas untuk keluarga kecilnya.

Atau lebih tepatnya, untuk dirinya sendiri di masa depan.

» ― ― «

Butuh waktu seharian bagi Rei membereskan kamarnya, itupun dengan dibantu Rina. Hari sudah sore, cahaya jingga dari matahari yang hampir terbenam tercetak indah di langit-langit awan.

Rei berjalan ke arah jendela. Membukanya, lalu menyenderkan tangan dengan kepala ditopang.

"Kirei.." gumam Rei mendongak menatap langit. Mata indah hijau zamrud-nya dengan nyaman menikmati pancaran sinar matahari yang hampir menenggelamkan diri.

Lalu, fokus Rei teralihkan. Dia merasa ada seseorang dari rumah di sampingnya juga keluar melihat langit. Maka dari itu, Rei meliriknya.

Saat dia dapat dengan jelas melihat siapa orang itu, mata Rei membulat, berkedip-kedip cepat. Dia sangat terpana dengan sosok di hadapannya itu. Pemuda berparas lucu nan cantik, mata biru safir, dengan pantulan seperti biru ocean sedang menatap langit dengan penuh binar. Perawakan tubuhnya kecil ramping, tidak seperti kebanyakan bocah lainnya. 

"Oh God.." Rei menelan ludah dengan susah payah saat melihat anak tersebut memejamkan mata, menikmati angin dan semburat cahaya matahari yang menerpa wajah. Dimata Rei, anak tersebut seperti malaikat.

Sangat elok, dan rupawan.

Mungkin karena merasakan tatapan Rei yang sangat menusuk, tanpa aba-aba anak tersebut langsung membuka mata dan menatap lurus ke arah Rei.

Rei terjingkat kaget ditempat. Perasaannya menjadi berdebar tidak karuan seperti orang tertangkap basah mencuri sesuatu. Dengan gugup, satu tangannya terangkat, bermaksud melambai. Tapi, karena mungkin anak tersebut menangkap salah arti dari tindakan Rei, dia bermaksud lari.

Rei yang melihat gelagat itu langsung berteriak panik, "Tunggu tunggu!"

Untunglah anak itu berhenti. Tapi tidak sepenuhnya berhenti, dia secara perlahan menggeser tubuhnya dan bersembunyi di balik tembok jendela. Kepalanya menyembul menatap Rei dengan takut.

Rei menggigit bibir bawah menahan gemas. Dia berdehem sebentar. "Hei.." sapanya dengan kikuk yang dibalas anggukan oleh yang diseberang.

"Um.." tubuh Rei bersender pada jendela, bibir tersenyum kecil hingga memunculkan lesung pipi yang sangat manis. "Aku baru pindah hari ini, salam kenal ya.."

Mata bulat anak itu berkedip lucu, "Tetangga baru?"

Oh! Dia mengeluarkan suara! Dan itu terdengar menggemaskan! Rei mengangguk, "Yap! Namaku Keitaro Rei!"

"A-ah.." anak itu mulai keluar dari tempat persembunyiannya. Matanya menatap Rei seperti menganalisa sesuatu. "S-salam kenal.." dirinya membungkuk sembilan puluh derajat.

"Namaku, Kageyama Tobio."

Mendengar ini bibir Rei tersenyum penuh arti. Tatapan matanya menghangat menatap langsung pemuda kecil itu. Bibirnya menggumamkan sesuatu, "Found you."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Obedient KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang