Chapter 11

1.6K 170 15
                                    

Tok tok tok

Malam itu Dika tengah sibuk di dapur membuat makan malam. Dengan kedua tangan yang sedang sibuk memotong sayuran, ia sedikit berteriak meminta tolong untuk dibukakan pintu. Namun sedetik kemudian ia tersadar bahwa Reno beberapa waktu lalu baru saja izin pergi mandi, mungkin sekarang pria itu masih berada di kamarnya.

"Siapa yang ngetok pintu jam segini?" Dika memasang wajah bingung, pasalnya jarang ada yang datang ke apartemen ini apalagi sampai mengetuk pintu bukannya membunyikan bel seperti itu.

Begitu pintu terbuka dapat ia lihat seseorang yang tengah berdiri di depan pintu memakai masker hitam serta hoodie membuatnya jadi sedikit sulit untuk dikenali. Begitu pria itu mengangkat wajah barulah Dika dapat mengenali sosok tersebut.

"Teo?"

Tidak membalas sapaan Dika barusan, lelaki itu justru langsung melemparkan dirinya ke pelukan sang sahabat. Dika yang kebingungan hanya bisa membalas pelukan Teo sembari mengelus punggung temannya dengan perhatian.

"Gue pikir ... gue gak bisa, Dik. Gue gak akan bisa," ujar Teo terdengar lirih di telinganya.

Dika sama sekali tidak memahami maksud ucapan tersebut. Ia melepaskan pelukannya dan mengajak Teo untuk masuk lebih dulu, setelah mengunci pintu mereka pun duduk bersebelahan di ruang tamu.

"Astaga!" Pekikan Dika cukup kencang di ruangan yang sepi saat ini. Kedua matanya melebar begitu melihat Teo membuka masker dan menurunkan hoodienya.

"Lo abis berantem??"

Dika sama sekali tidak mengerti bagaimana Teo bisa mendapatkan luka yang sebanyak itu. Wajahnya lebam dan sudut bibirnya bahkan masih menyisakan darah hingga membuat Dika meringis. Ketika diperhatikan lebih lanjut ia juga bisa melihat leher Teo yang sedikit membiru seperti bekas cekikan yang kuat.

"Teo...."

Namun yang dilakukan Teo hanya tersenyum tanpa menjawab sepatah kata pun, seakan semuanya tidak ada apa-apa. Dika mulai paham sekarang, tidak mungkin Teo bertengkar sembarangan hingga terluka parah. Jika memang benar dia pasti sudah mengamuk bukannya tersenyum seperti itu.

"Dika, gue boleh meluk lo?"

Tanpa menjawab Dika langsung memeluk Teo duluan, mencoba memberikan kekuatan lewat pelukan itu. Walau dirinya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, namun baginya keadaan Teo yang terpenting untuk sekarang.

Teo sendiri kembali terbungkam dan memeluk Dika dengan erat, menyembunyikan wajahnya di pundak Dika. Dia merindukan sahabatnya, dia sangat merindukannya. Sahabat yang sudah ia anggap bagian dari keluarganya sendiri. Rasanya seperti Teo bisa saja menangis sekarang juga di depan Dika, namun ia tidak mau membuat orang yang sangat ia sayang menjadi khawatir. Teo hanya sedang membutuhkan sandaran.

"Gue mau nginep di sini, boleh?" Teo kembali bersuara meski suaranya sedikit teredam akibat mulutnya yang tertutup bahu Dika, meminta izin. "Gue gak tau harus kemana lagi, gue gak mau pulang."

Dika mengangguk kecil. "Boleh. Reno juga gak akan ngelarang lo nginep di sini," katanya sangat percaya diri. Karena dia memang sekarang masih tinggal berdua bersama Reno sejak keluar dari apartemen Teo. Dika yakin kekasihnya tidak akan melarang.

Teo menggumamkan kata terima kasih dan semakin menenggelamkan diri ke dalam pelukan Dika, dia tidak mau melepaskannya, wajahnya pasti sangat berantakan saat ini. Di tengah keheningan tiba-tiba bayangan wajah Varel beberapa waktu lalu muncul di kepalanya, tanpa sadar air matanya pun mulai mengalir setelah sekian lama sudah coba untuk ia tahan.

Dika tersadar ketika bahunya terasa basah, dengan sangat lembut ia pun mengelus punggung Teo dan mencoba menenangkan tanpa menuntut atau bertanya apapun. Teo akan bercerita saat ia sudah sanggup, pikirnya.

Someone From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang