Chapter 8

9 1 0
                                    

Li Yu melihat ayah dan ibunya telah naik ke langit dengan dikawal oleh sekumpulan prajurit, semakin lama semakin jauh hingga tidak terlihat lagi.

Li Yu yang dilanda kesedihan jatuh tersimpuh ke lantai, air mata terus mengalir membasahi pipinya. Tubuhnya lemas seketika. Batinnya menjerit menyalahkan nasib yang sedang mempermainkannya.

Kini Li Yu sebatang kara, tanpa orang tua dan sanak saudara. Tinggal di dalam kediaman yang begitu besar seorang diri. Mau ataupun tidak mau Li Yu harus bertahan hidup seorang diri, hingga saatnya tiba nanti, dia akan naik ke dunia atas dan membawa ayah dan ibunya kembali.

Malam itu, sambil duduk di atas tempat tidurnya, Li Yu memeluk baju ayah dan ibunya. Air mata kembali mengalir dan terus mengalir. Rasa sepi begitu menyiksanya, Li Yu bahkan tidak tahu apa yang harus diperbuatnya esok hari.

Lalu Li Yu teringat akan pesan ibunya, bahwa selama ini ayah dan ibunya menyisihkan sejumlah uang untuk masa depan Li Yu. Uang tersebut disimpan ibunya di dalam kamar tidur Li Yu, tepatnya di balik lukisan dewa perang yang terletak di samping meja belajar Li Yu.

Li Yu segera mendekati lukisan tersebut, disentuh dan dibaliknya lukisan tersebut hingga menghadap ke arahnya. Ternyata uang tersebut berada di dalam dinding kamar Li Yu.

Dindingnya berlubang agak dalam, dan di dalamnya ayah dan ibu Li Yu menyimpan semua uang dan emas serta barang berharga lainnya untuk Li Yu. Lubang tersebut ditutupinya dengan lukisan tersebut. Kini Li Yu akan membiayai hidupnya dari harta peninggalan orang tuanya.

Keesokan paginya, Li Yu bergegas menemui guru ilmu bela dirinya dan menceritakan semua hal yang terjadi padanya. Sang guru bernama Fan Yu. Seorang guru ilmu bela diri yang arif bijaksana dan juga merupakan seorang pemimpin kuil Buddha terbesar di kota Dai Yang. Orang – orang biasa memanggilnya dengan sebutan Guru Fan.

Setelah Guru Fan mengetahui semua peristiwa yang dialami oleh Li Yu, sang guru memutuskan untuk mengangkat Li Yu sebagai anak, menjaga dan merawatnya hingga Li Yu tumbuh besar.

Sejak saat itu, Li Yu berada dalam perlindungan Guru Fan. Semua ilmu bela diri dikuasai Li Yu dalam waktu singkat, bahkan Li Yu telah berkultivasi bertahun – tahun lamanya untuk membuat tenaga dalamnya menjadi lebih besar dan membuka mata ketiganya sehingga Li Yu mempunyai penglihatan melebihi manusia pada umumnya.

Dengan terbukanya mata ketiganya, maka Li Yu dapat membedakan dengan mudah antara manusia biasa, siluman, ataupun dewa. Kemampuan yang dikuasai Li Yu membuatnya menjadi sosok yang amat dikagumi baik oleh teman seperguruannya maupun oleh gurunya sendiri.

Setelah menguasai semua ilmu dari Guru Fan, Li Yu meminta izin pada sang guru untuk pergi berkelana dan mengamalkan semua yang telah dia pelajari selama di perguruan.

Lalu Li Yu menitipkan kediamannya kepada Guru Fan hingga dia kembali nanti ke kota Dai Yang dengan membawa hasil yang dapat dibanggakan oleh sang guru.

Li Yu mulai berkelana pada umur tujuh belas tahun. Dia berkelana dari satu kota ke kota lainnya, dari satu desa ke desa lainnya. Dia membantu rakyat kecil yang tertindas, menegakkan keadilan bagi semua golongan masyarakat, dan membasmi para komplotan penjahat.

Semua hal baik yang dilakukannya selama bertahun – tahun membuatnya menjadi sosok yang dikagumi oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan para pejabat pemerintahan pun takut kepada sosok Li Yu.

Hingga suatu hari, tepatnya di kaki gunung Mao Shan, Li Yu bertemu dengan seorang siluman kelinci wanita. Siluman tersebut bernama Ling Er.

Itulah pertama kalinya Li Yu jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap seorang wanita. Meski Ling Er adalah siluman kelinci namun dia memiliki sifat welas asih, disamping penampilan fisiknya yang cantik dan menarik.

Li Yu menghampiri Ling Er yang sedang membantu seorang nenek mengambil kayu bakar di kaki gunung Mao Shan. Saat itu cuaca sedang memasuki musim dingin.

Saat berdiri tepat di hadapan Ling Er dan sang nenek, Li Yu lantas memperkenalkan dirinya dan menawarkan bantuan untuk mengangkut kayu – kayu bakar tersebut hingga ke desa mereka.

Ling Er dan sang nenek menerima bantuan Li Yu dengan senang hati. Akhirnya Li Yu mengangkut sebagian besar kayu bakar di punggungnnya, sementara Ling Er membawa sebagian kecil kayu bakar tersebut di tangannya. Mereka berdua berjalan di belakang sang nenek.

Selama perjalanan menuju ke desa, Li Yu berusaha untuk mengenal Ling Er lebih dekat. Ternyata sedari kecil Ling Er tinggal dengan sang nenek tanpa mengetahui sosok kedua orang tuanya.

Ekspresi wajah Ling Er mendadak muram dan sedih, semua dikarenakan dirinya yang merasa dibuang oleh orang tuanya. Dari sejak Ling Er masih bayi hingga sekarang dia tidak pernah melhat ataupun mengetahui identitas orang tuanya.

Ling Er bercerita ketika dia masih kecil, anak – anak di desa sering mengejeknya dengan sebutan anak haram. Awalnya Ling Er tidak tahu arti dari kata anak haram. Setelah neneknya menjelaskan padanya arti kata haram, hati Ling Er menjadi teramat sedih.

Ling Er bertanya – tanya benarkah dirinya adalah anak haram? Mengapa kedua orang tuanya tidak menginginkannya?

Satu kebenaran lagi yang diceritakan Ling Er kepada Li Yu, ternyata nenek yang mengasuhnya dan memberinya kasih sayang ini bukanlah nenek kandungnya. Sang nenek menemukan Ling Er yang masih bayi tergeletak di bawah pohon di tengah hutan.

Ling Er yang masih bayi tersebut, ditemukan dalam keadaan tertidur lelap dan hanya terbungkus selimut tebal. Beruntungnya tidak ada hewan buas yang menyakiti Ling Er.

Saat sang nenek menemukan dan melihat Ling Er dalam kondisi yang mengenaskan tersebut, hati sang nenek tergerak dan tersentuh oleh belas kasihan.

Dibawanyalah Ling Er pulang dan dibesarkannyalah Ling Er sepeerti cucunya sendiri, meski sang nenek pun hidup dalam kemiskina karean sang nenek pun ditinggal sendirian oleh anak dan cucunya yang pergi entah kemana.

Sejak saat itu Ling Er dan sang nenek hidup berdua, bersama dan saling menjaga satu sama lain. Untuk keperluan hidup Ling Er yang saat itu masih bayi, para penduduk desa secara sepakat memberi bantuan secara rutin kepada sang nenek.

Ling Er dan sang nenek sangat berterima kasih kepada penduduk desa yang sudah mau membantu mereka. Selama ini pula mereka semua hidup dengan damai dan rukun dengan sesama penduduk desa.

Ling Er tiba – tiba menghentikan ceritanya dan meminta Li Yu untuk melihat ke arah sebuah desa yang terletak di lembah gunung Mao Shan yang sebagian langitnya tertutup oleh kabut tipis.

Li Yu mengikuti instruksi Ling Er, dan Li Yu sangat terpana melihat penampakan desa tersebut. Dari kejauhan desa tersebut nampak indah bagaikan melihat sebuah desa yang terletak diatas awan. Sungguh pemandangan yang sangat indah. Li Yu dibuatnya terdiam dan tidak dapat berkata – kata.

To be continued ...

Fox Demon's RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang