05. The Call

17 4 11
                                    


"Kita tidak tahu rasa kehilangan sampai kita kehilangannya."

14 Juli 2022

Pukul 23.15, Zena pulang dengan kendaraan roda empat miliknya. Mereka menghabiskan banyak waktu sampai tidak terasa kalau hari hampir berganti. Setelah dirasanya Zena sudah menghilang di balik tikungan rumah, Ana hendak menutup pagar.

Namun, saat hendak menutup pagar seutuhnya ia sadar ada satu orang lagi yang belum kembali ke rumahnya. Siapa lagi, Jung Jaehyun pastinya. Ana berjalan masuk ke dalam rumah, matanya menyorot setiap ruang tamu tetapi tidak menemukan Jaehyun dimanapun.

Langkah kakinya berjalan menuju dapur. Aroma kopi menyambut ramah penciumannya dari jauh dan ketika Ana sampai di muka pintu, dia dapat melihat sosok jangkung yang membelakanginya sedang duduk di meja bar.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Ana dan melanjutkan jalannya ke depan kompor.

Ia mengambil panci, memasukkan air ke dalamnya. Lalu menghidupkan kompor. Tangannya bergerak untuk mengambil gelas kaca di lemari atasnya, dan mengambil satu bungkus kopi instan.

"Menumpang minum kopi."
Jaehyun mengamati tubuh mungil yang sibuk bergerak di depan kompor. Lamat-lamat dirinya menatap punggung perempuan yang baru kembali setelah sekian lama.

Jujur, ada rasa rindu yang membuncah tak karuan dari Jaehyun yang sulit tersampaikan. Bagaimana tidak, Ana itu selama di luar negeri tidak perna sekalipun memberi kabar padanya. Bahkan, jika Jaehyun menghubungi nomor gadis itu tidak ada satu pun pesan dan panggilan yang berhasil tersambung.

Seolah-olah Ana memblokir semua akses komunikasi yang diketahui olehnya.

Saat sibuk bergelut dengan pikirannya Ana duduk di depan Jaehyun. Tangannya memegang gelas kopi yang masih beruap karena panas. Ana meneguk sedikit kopi dengan sendok. Begitu pula dengan Jaehyun yang meneguk kopi di gelasnya. Keduanya tidak ada yang berbicara. Sepi sunyi hinggap di antara keduanya.

Jaehyun meletakkan kembali gelas di atas meja. "Kenapa kau tampak kesal padaku?" Ucapannya meluncur begitu saja.

Dirinya terlanjur ingin tahu walaupun tidak yakin apakah Ana akan menjawabnya atau tidak. Benar saja, Ana tidak menjawabnya. Gadis itu mengabaikan pertanyaan Jaehyun yang membuatnya menghela napas kasar.

"Kita mau sampai kapan begini terus?"

Ana mengangkat salah satu alisnya. "Kita tidak ada masalah," jawabnya.

"Kelihatannya memang tidak. Tapi ada," sahut Jaehyun cepat.

"Cepat habiskan kopimu lalu pulang." Ana berbicara tanpa menatap Jaehyun. Ia mati-matian menahan untuk tidak melihat sosok di depannya.

Dirinya tidak suka menjadi lemah hanya karena pancaran kesedihan dari netra pria itu. Gadis itu kemudian berdiri dan melangkahkan kaki pergi ke ruang tengah. Di sana Ana menghidupkan tv berharap dengan keacuhannya itu membuat Jaehyun menyerah. Lalu memilih pulang ke rumahnya.

"Geser!" titah Jaehyun yang datang dengan cangkir kopinya. Ia menggeser tubuh mungil gadis itu dengan mudah sampai-sampai Ana dibuat terbelalak.

Tidak bisa begini. Ana harus pindah duduk di sofa seberang.
"Tidak mau memberitahu alasannya silakan. Tapi kau harus tetap duduk di sini."

Namun, tiba-tiba dering ponselnya terdengar. Tangannya bergerak cepat mengangkat telepon yang masuk.

"Halo, Haechan-ssi?"

Kening Jaehyun mengerut kala mendengar nama yang disebutkan. Cukup aneh baginya seorang idol menelepon gadis itu di malam hari. Apalagi ini sudah bukan jam kerja gadis itu.

"Ya, tidak masalah. Aku akan tiba di sana segera."

"Ya, sampai jumpa," sahut Ana dan kemudian telepon itu mati.

Ana lalu menatap Jaehyun yang tampak meminta penjelasan. Kedua alisnya terangkat naik.

"Kenapa?" tanya Ana cepat.

Mata pria itu memicing dengan rasa penasarannya. "Untuk apa dia menelponmu tadi?"

"Urusan."

"Urusan apa yang dibicarakan malam-malam begini? Apa dia tidak tahu kalau ini malam? Atau di tempatnya sekarang terang-benderang sampai tidak bisa membedakan malam dan siang?" cercanya cepat. Jaehyun seketika merasa diserang rasa kesal bertubi-tubi.

Rasa-rasanya sulit mengendalikan diri. Seperti ingin terus berbicara dan menyalah-nyalahkan sosok penyanyi itu.
Ana sendiri tidak mau ambil pusing. Dengan cepat langkahnya pergi menuju kamar. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan setelan rapi, membawa tas selempang hitam, lengkap dengan jaket yang membungkus tubuhnya.

Melihat itu Jaehyun langsung tergerak mencegat Ana dengan berdiri di depannya. "Dia menyuruhmu keluar malam?"

"Minggir!" titah Ana saat tahu Jaehyun memblokir aksesnya lewat.

Ia bergerak ke kanan namun, diikuti. Bergerak ke kiri pun sama. Ana menatap Jaehyun nyalang dan pria itu balik menatapnya tegas. Ia berdecak pinggang menatap Ana. "Kau mau disuruh-suruh dengannya? Ana, dengar. Ini larut malam, hanya orang tidak berhati yang bisa menyuruh orang lain untuk bertemu. Apa tidak bisa urusan itu melalui telepon?"

"Tidak bisa. Ini terkait dengan pekerjaanku. Jadi, tolong cepat minggir," pinta Ana.

Jaehyun menggaruk kepalanya cepat. Ia malah terbayang kalau-kalau penyanyi itu menggunakan alibi urusan untuk bisa mencuri-curi kesempatan bertemu Ana. Tidak! Itu sama sekali tidak boleh terjadi! Memikirkannya terus malah membuatnya berapi-api.

Lalu ia sadar bahwa Ana telah berhasil melewatinya dan membuka pintu utama. Lantas Jaehyun menyusul dan kembali menghentikan pergerakannya.

"Biar aku yang antar." Tangannya yang menahan pintu mobil ditepis. Ia menatap Ana yang wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus. Setahu Jaehyun hanya ada dua kemungkinan hal itu terjadi. Pertama, Ana menahan malu. Kedua, batas kesabarannya sudah habis.

"Tidak perlu, Jung Jaehyun."

Tapi bukan Jaehyun namanya kalau tidak keras kepala. "Ini sudah malam. Biarkan aku yang menyetir," ujarnya lebih tegas.

"Kau ini kenapa, sih? Tidak usah mengatur hidupku seperti itu. Kita punya hidup masing-masing. Sudah berapa kali kubilang untuk pulang. Ini urusanku!"

Ana berteriak kesal. Kesabarannya bensr-benar habis. Bertemu Jaehyun hanya membuatnya emosi terus-menerus. Ana mendorong pria itu. Dirinya membuka pintu dan langsung masuk ke bagian pengemudi.

Setelah mesin hidup, Ana menjalankan mobil meninggalkan pekarangan rumah. Meninggalkan Jaehyun yang diam seribu bahasa setelah bentakan itu. Ada sesak yang membuatnya terpaku. Mata gadis itu membuatnya tidak mampu mengucap apapun. Suaranya benar-benar membuat pergerakannya terhenti dan berakhir ditinggalkan sendiri.

Kemudian ia berbalik. Menutup pintu depan rumah Ana yang terbuka. Setelah memastikan itu tertutup sempurna, Jaehyun berjalan gontai menuju rumahnya di seberang.

Tidak ada suara. Tidak ada badan yang berjalan tegak seperti biasa.

Yang ada hanya Jaehyun dan perasaan anehnya.

Tbc

Found ; JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang