[ 01 ; Signature ]

54 9 4
                                    

Aku menguap lebar, menopang kepalaku dengan tangan kiri sembari menatap lesu papan tulis dengan rumus-rumus angka yang membuat otak ku seketika melambat bekerja. Pandanganku tidak bisa berhenti menatap jarum jam, mendengarkan detik demi detik yang berjalan semakin menyerang rasa kantukku.

Aku memainkan pena sambil bersenandung kecil. Pelajaran matematika di siang bolong adalah ide buruk. Aku tidak bisa memikirkan berbagai cara tentang bagaimana aku harus menahan mataku yang semakin berat.

Aku menghela nafas kasar. Membenarkan posisi dudukku, bisa kurasakan sakit dan pegal di area pantat itu, huft, apakah teori relativitas bekerja pada pelajaran matematika? Namun mengapa enam jam menonton anime terasa sangat cepat?

Aku merenung, mulai melakukan ritual sehari-hari jika merasa bosan di kelas. Aku mulai tenggelam halusinasi indah, membayangkan jika aku adalah tokoh utama dari genre reverse harem idamanku.

Aku kesemsem. Membuat alur cerita sesuai keinginanku, menentukan sifat-sifat ideal untuk pria-pria super tampan yang hidup dalam imajinasi sendiri.

"B-bukan berarti aku melakukan ini untukmu. Aku hanya dipaksa oleh kakak ku." Ujar seorang pria berambut pirang mengalihkan pandangannya tidak mau menatapku.

Aku tersenyum manis, "Terimakasih."

Ah, tokoh tsundere memang terbaik!

Ekspresi pria dengan jas putih itu seketika berubah. Aku bisa melihat wajahnya sedikit terkejut dengan semburat merah memadam menghiasi kulit cerahnya.

"A-apaansih-"

"Nakahara [Name]!"

Gertakan keras itu membuatku tersentak hebat, lamunanku buyar seakan langsung menarikku ke dunia nyata. Sialan, aku sampai bisa merasa jantungku bisa-bisa melompat begitu saja. Ck, guru sok idealis ini benar-benar guru paling menyebalkan.

"Iya!" Sahutku lantang.

Pria dengan surai blonde itu menunjukkan ekspresi sebalnya. Bisa kulihat lekukan alisnya menandakan ia benar-benar kesal kearahku. Mampus, masalah apa yang akan kuhadapi dengan guru killer ini?

Kunikida-sensei melipat tangannya kemudian membenarkan kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Kau dengar apa yang aku bilang?" Sinisnya.

Aku memberi senyuman kikuk tidak berani menjawab, aku harus menunjukkan deretan gigiku tanpa mengetahui bahwa aku sudah tidak sikat gigi dua hari penuh. Untung saja obat kumur punya nii-san cebolku tersayang masih tersisa di kamar mandi.

"Kau dengar tidak apa yang kubilang?!" Teriak Kunikida-sensei sambil memukul meja. Membuat suasana kelas semakin senyap. Aku kembali harus mengumpat didalam hati, aku benar-benar hanyut dalam imajinasi hingga aku tidak mendengar apa yang diucapkan guru jomblo karatan ini.

"Dengar, sensei." Sahutku selembut mungkin masih mempertahankan senyum terpaksa itu. Walau dalam pikiranku, aku sudah berkhayal memutilasi tubuh Kunikida-sensei ditempat kemudian merebusnya dengan sayur-sayuran.

"Apa yang kau dengar?!" Jeritnya dengan tatapan tajam kearahku. Sungguh hari yang buruk, aku tidak bisa berhenti mengabsen nama-nama hewan di kebun binatang di dalam hatiku.

"Kau dengar tidak apa yang kubilang?" Jawabku.

"Keluar."

- Suicidal Lessons -

Aku tidak bisa berhenti membatin. Menjengkelkan, setelah menyuruhku berdiri lebih dari sejam diluar kelas. Guru jomblo ini malah memanggilku ke ruangannya. Lututku lama-lama bisa patah, nih.

Suicidal Lessons ; Dazai Osamu x Reader [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang