Satu

9 0 0
                                    

“Psstt, Sev ... Seva.”

Ellery mengusap perutnya berbentuk lingkaran seraya mengucapkan kata ‘lapar’ tanpa suara selepas disuguhi tukikkan alis dari Seva yang berada di sebelahnya. Dilanjutkan gelengan kepala pelan. Sungguh respons yang buruk. Kadang Ellery menyuruh Seva dan Nerissa bertukar tempat duduk supaya komunikasi mudah terjalin. Meminta sekolah mengubah aturan duduk berpasangan daripada sendiri sepertinya bukan ide yang buruk. Ya, lain kali ia harus coba cara itu.

“Baik, kelas hari ini dicukupkan sekian ...”
Kelas berganti riuh kala guru yang mengajar menyelesaikan kalimat sakral guna menutup penderitaan.

Tangan keduanya saling bertaut membelah kerumunan manusia di lorong sekolah. Sebuah rutinitas baru antara Ellery dan Nerissa. Sedangkan Seva berjalan membuntuti bagai pengawal.

Bukan tanpa alasan ritual itu terjadi. Selain tubuh Nerissa yang kecil mengakibatkan ia sering tertinggal. Hal ini juga dilakukan tuk berjaga-jaga agar dia tetap dalam pantauan dan jauh dari para pengganggu.

“El, bisa kita bicara sebentar tentang proker di ruang osis?”

Fokus Ellery teralihkah oleh pemuda yang tiba-tiba mendatanginya. Ia sempat merasakan benda dalam genggamannya ditarik paksa sebelum Ellery beranjak dari tempat itu.

Rasa jenuh mulai mengusik Ellery kala menyimak berbagai rencana yang akan dilakukan tuk kemajuan sekolah. Sepatutnya sang ketua tidak bertindak semena-mena dengan terus mementingkan ke depannya hingga melupakan masa kini di mana para anggota yang mulai kelelahan.

“Dim, apa kita semua akan menginap di sekolah malam ini?” sela Ellery membuat keadaan berubah hening.
Orang yang mendapat teguran sempat terlihat kesal sebelum menatap satu per satu individu dalam ruangan dan jam tangan bergantian.

“Penyusunan proker baru sebagian yang selesai, sisanya kita bahas besok. Terima kasih bagi kalian yang sudah meluangkan waktunya, silakan pulang dengan selamat.”
Ellery berjalan dengan malas sambil menatap langit kejinggaan. Dia ragu pada Nerissa dan Seva yang masih menunggunya.

“El tunggu!” Ellery menghembuskan napas pelan lalu berbalik. “Aku apresiasi keberanianmu di dalam rapat tadi. But, i warn you ... itu terakhir kalinya.”

“Dimas Arya, kamu tak ingin semua orang merasa telah salah menjadikanmu pemimpin kan? Jadi bersikaplah dengan baik.”

Dimas menggeram. Ia menyelengos pergi menyudahi pertikaian. Detik selanjutnya Ellery berlari kecil menuruni anak tangga. Beberapa kali menggosok lengannya dan bergidik ngeri. Ellery bukan takut hanya saja dia kurang menyukai sendirian.

“Sat! Berhenti jadi penguntit.”

“S-siapa juga yang ngikutin kamu?” elak Ellery. Dia hanya perlu teman tuk menemaninya ke parkiran.
Mata Ellery bergerak ke berbagai arah saat Dimas menatapnya penuh selidik.

“Jadi ... mau pulang bareng?”

“Hah?”

“Oho, ayolah. Hentikan lelucon ini.” Dimas terkekeh mengingat ekspresi serius Ellery beberapa menit yang lalu. Gadis itu mengaguk mantap sambil cengengesan.

“Makasih udah ngingetin.”

Tersenyum lebar. “Gimana keren kan akting aku?” jawab Ellery penuh kebanggaan.

“Ya, harusnya kalo keren udah jadi aktor kan?”

Ellery mendengus kesal. “Tapi teguran yang tadi bukan main-main loh. Jangan sampai ada rapat selama tadi dilain waktu.”

“Iya, iya. Tapi enggak janji.”

Percakapan keduanya terhenti akibat suara telepon genggam milik Ellery.

“Woy!” teriak Ellery tak menurunkan lengkungan bibirnya. Antara menyesal dan haru menjadi satu.

“Ahh, sayang kalian banyak-banyak.” Ellery memeluk Nerissa. Ia tak mengira kedua sahabatnya masih menunggu.

Faktanya yang menghubungi Ellery tadi adalah Nerissa, setelah mendapat kabar jika mereka menunggunya di taman. Ia segera berpamitan pada Dimas kemudian bergegas pergi.

“Stop!” Seva menahan tubuh Ellery agar tidak memeluknya. “Sikap kekanak-kanakanmu tak akan bisa membayar rasa bosan kita berdua,” lanjutnya.

“Yak! Kau pikir aku tak menderita duduk berlama-lama di sana? Semua gara-gara ketos tak tau diri itu.”

“Jangan salahkan orang lain.”

“Sa ... kamu nyalahin aku?”

“Bukan, tapi lain kali jangan buat orang lain khawatir. Kamu pergi tanpa memberi info apa-apa lagi setelah bertemu cowok tadi, di chat juga enggak bales.”

Ellery tertunduk mendengarkan nasihat dari orang yang lebih muda darinya. Memalukan.

“Nih.” Seva menyodorkan kotak kecil.

“Creme Brulee?”

“Menunggu itu butuh tenaga, terus Seva inget kamu sempat bilang lapar jadi kita sekalian beliin deh,” jelas Nerissa.

Seva mengamati Ellery penuh kewaspadaan. “Jangan geer dulu, Nerissa kasih tau yang sebenarnya.”

Nerissa menutupi mulutnya menahan tawa. “Iya, Seva bilang tak selalu bagian hitam dan keras itu buruk, seperti Creme Brulee, kita akan dapat bagian manis dan lembut setelahnya.”

“But, dia kepikiran itu gara-gara kamu terus overthingking tentang aku?” simpul Ellery dibalas anggukan Nerissa.

Mis's.Mr STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang