Limabelas-What is love?

5 0 0
                                    

“Seva ...!”

Bak induk dari dua anak ayam. Mereka berkumpul saling menghangatkan. Nerissa dan Ellery memeluknya dari depan. Tubuh Seva hampir oleng jika seseorang dari belakang tak menahannya dengan melingkarkan tangan kekarnya di leher Seva. Alhasil Seva berontak galak bahkan menyikut perut Fajar.

“Kamu sakit apa?”

“Udah beneran sehat kan? Kalo belum kita pulang lagi, yuk. Aku telepon sopirku buat anterin kamu.”

“Aku baik.”

Seva menepuk pundak Nerissa dan Ellery. Sudut bibirnya terangkat tinggi, tersenyum tulus yang menciptakan ketenangan. Kalau tidak percaya seberapa menyejukkan senyuman itu buktinya Nerissa dan Ellery menciut.

Sayang Fajar melihat dari samping. Hatinya tersentil menatap punggung Seva menjauh bersama dua punggung lainnya. Cepat atau lambat memang akan seperti ini. Sejujurnya Fajar mendekati Seva karena penasaran. Selembar profil yang tanpa sengaja ia lihat di ruang guru masa pendaftaran menarik perhatiannya.

Segala informasi yang Fajar dapatkan belum memenuhi ekspetasinya hingga ia mengajukan untuk satu kelas. Entah apa alasan spesifiknya yang pasti Fajar mengerti sekarang arti kalimat semakin misterius seseorang maka bertambah pula rasa penasaran orang lain terhadapnya.

Fajar pikir semuanya akan jadi mudah namun ternyata salah. Serena tertutup. Hanya Nerissa dan Ellery yang berkeliaran di sekitarnya. Fajar tak tahu seberapa dekat ketiganya, melihat dari nama panggilan yang berbeda saja cukup meyakinkan bahwa hubungan mereka lebih atas dari teman sekolah. Pernah sekali orang lain memanggilnya dengan nama Seva dan, jawabannya sungguh di luar dugaan.

“Apa perlu perkenalan lagi?” ucapannya tegas.
Bentuk teguran yang membuat orang lain melongo membenarkan. Dia tak pernah sekalipun mengenalkan dirinya sebagai Seva melainkan Serena.

Awalnya Fajar menganggap Serena berlebihan tapi dia tertarik tuk mengetahui alasan di balik sikap ngototnya. Pekerjaan baru bagi fajar.

“Fajar! Apa yang kamu lamunkan? Ayo coba baca.”

Fajar menegakkan tubuh menganggkat buku di atas mejanya. “Hey, what is love? Love. Love. Love. People always talk about love. What exactly is love? Hey, you know love right? But- “

“Stop. Does that sound like reading a poem?”

“No,” sindir murid kelas.

Fajar tersenyum canggung sambil duduk kembali. Mau bagaimana lagi? Toh kemampuannya cuma segitu.

“Anyone else want to try reading?”

Nerissa mengangkat tangan. Tubuh Fajar seketika membeku, bukan karena mendengar puisi yang Nerissa bacakan terdengar merdu melainkan akibat melihat senyum semu. Serena. Remaja itu tersenyum ke arahnya. Tepatnya menertawakan ulah Fajar. Astaga, bolehkah Fajar beranggapan menggapai Serena adalah hal mudah.

What exactly is love?

Sejak kapan rasa penasaran Fajar perlahan menghilang. Kejadian menempelkan plester demam hari itu membuatnya sadar. Gombalan-gombalan yang sebelumnya digunakan tuk sekedar menarik perhatiannya berubah nyata.

Hey, you know love right?

“I know!” teriak Fajar.

Seisi kelas fokuskan pada satu objek.

“What do you know, Fajar?"

"Love. What do you think love is?" Fajar beralibi.

"I think ... everyone has a different opinion about love."

Kelas berganti gaduh. Masing-masing berbisik pada teman di sebelahnya tentang pendapat mereka akan arti cinta. Sempat kondusif lalu makin menjadi saat jam istirahat tiba. Fajar memandangi wajah datar. Berusaha menemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

Mis's.Mr STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang