Delapan-Cowok Kuat

6 0 0
                                    

Pembicaraan Fajar langsung terhenti kala mendengar intruksi Seva yang mengajak Nerissa pergi.

“Mau ke mana?”

“Nganter Nerissa pulang,” jawab Seva.

“Aku pulang duluan ya.”

Fajar melambaikan tangan sambil tersenyum kecut. Ia ingin menyuarakan ke tidak relaannya tapi Fajar ingat akan posisi dirinya.

“Rencana sumbangan udah di acc belum?”

“Belum ada laporan pasti dari divisi duanya.”

“Semoga aja dikasih ijin.”

“Kalian lagi bahas program kerja osis?”

Dimas dan Ellery mengangguk. Awalnya Fajar sesekali menimbrung percakapan mereka namun, semakin kesini pembahasannya makin ke sana.

Ditambah kepedulian Dimas yang menurutnya terlalu berlebihan, dimulai memegangi kursi Ellery yang sedikit goyang akibat permukaannya tidak rata. Membetulkan rambut Ellery yang sedikit acak-acakan dan mengambilkannya minuman baru.

Fajar? Dia seperti bukan penghuni bumi jadi tak memerlukan minum. Terlebih, perannya sebagai penonton dulu di sini.

“Faj, kamu belum mau pulang kan?”

“Iya, nunggu anak-anak pulang semua.” Firasat Fajar sedikit buruk tentang ini.

“Nanti kalau ada Seva tolong kasih tau, aku sama Dimas pulang duluan."

Nah kan, betul. Seharusnya Fajar merasa senang karena dia tidak perlu lagi merasa gerah tapi akibatnya Fajar benar-benar sendiri sekarang.

Hanya sekitar lima orang yang tersisa, itu pun tak sadarkan diri. Asyik bergelut dengan mimpi.
Layar telepon genggam Fajar menyala menampilkan waktu yang hampir tengah malam. Dia akan menunggunya lagi sekitar sepuluh menit jika tidak datang maka Fajar akan pulang.

“Hai, boleh aku duduk di sini?”

Fajar mengiyakan saja meski pakaian gadis itu menyakiti mata. Apalagi saat ia menyimpan tangannya di paha Fajar. Jika tahu akan begini lebih baik Fajar memilih menontoni orang yang pacaran.

“Kamu lagi sedih? Kok menyendiri?”

Perlahan Fajar menurunkan tangan gadis itu. “Enggak, bareng sama temen kok. Kamu sendiri?”

“Aku juga bareng temen-temenku cuma mereka sama pawangnya masing-masing.”

Fajar melihat meja yang ditunjuknya, memang ada sekitar empat pasangan dan salah satu dari mereka ada yang menyatukan bibirnya. Meski pencahayaan minim, Fajar dapat menangkap jelas siluet mereka.

“Jadi aku butuh pasangan.” Suara gadis itu memelan. Kepalanya ia senderkan dibahu Fajar.

Bibir Fajar sedikit terbuka hendak memintanya menjauh tetapi dua melon besar jadi suguhan pertama penglihatannya. Bahkan tangan yang tadinya bergerak ke arah gadis itu kini berbalik menutupi matanya. Ayolah, dia bisa khilaf kapan saja. Seseorang terbatuk kering dibelakang mereka.

“Bartender di sini kan? Bisa buatin kita minum?”

“Tentu.” Seva tersenyum lebar. Tidak ada tindakan mencurigakan darinya. Dia mengolah setiap cairan penuh ketenangan.

“Ser, udah balik lagi?”

“Kecepetan ya?  Harusnya tadi aku bawa motornya lambat aja biar kalian bisa barengnya lama.”

“Loh, kalian saling kenal?”

“Temen sekelas,” jawab Seva menekan setiap katanya.

“Aku tebak, kamu pasti punya banyak cowok. Secara aku perhatiin dari tadi di bar ini pegawainya cowok semua, kamu jadi primadona pasti.”

Mis's.Mr STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang