002//Askar

178 37 15
                                    

Apa yang terjadi hari ini, bisa dikatakan benar-benar menguras tenaga. Cuaca yang tidak baik-baik saja, menjadi alasan utamanya. Sedari pukul sebelas, hujan mengguyur disertai angin yang cukup kencang. Akibatnya, ada beberapa pengunjung yang terjebak dan harus dibawa ke area resto.

Soal keluarga Pak Uban yang datang, mereka pun sudah berdiam di resto; disajikan berbagai macam makanan juga minuman yang tersedia. Askar menemani mereka guna menjelaskan semuanya. Pak Uban bahkan ada di sana untuk menemaninya.

Masih dalam keadaan hujan lebat. Tim sudah memindahkan pengunjung yang terjebak ke resto. Akibatnya, Resto kini ramai. Walaupun resiko pengunjung tidak akan datang lagi besar, untungnya kini resto ramai.

Askar kemudian berpamitan begitu Pak Uban menyuruhnya untuk beristirahat. Tentu saja Askar mengiyakan karena merasa pakaiannya harus diganti dengan yang lebih layak. Bukan yang dipakainya tidak layak, tetapi pakaian Askar basah karena berjalan lebih belakang saat hujan tiba.

Berjalan menyusuri koridor penghubung menuju sebuah ruang penyimpanan, Askar berjalan begitu tergesa. Dingin yang menusuk kulit lah penyebabnya. Apalagi ia was-was karena takut tidak menyimpan pakaian darurat di lokernya.

Begitu sampai di tempatnya, Askar bergeming kebingungan karena pakaian daruratnya tidak ada. Seingatnya, itu sudah digunakan beberapa hari yang lalu saat menyelamatkan pengunjung yang hampir saja terjatuh ke sungai.

"Sial!" gerutunya.

Askar menyandar pada loker di belakangnya. Kalau tidak dingin, Askar tidak keberatan. Tapi rasa dingin yang menyerang cukup mengganggunya. Terlebih ruang penyimpanan  barang pegawai begitu sepi. Askar ragu akan datangnya seseorang.

Namun dugaannya begitu salah, karena tak lama setelah Askar menggerutu keras seseorang datang dengan tas jinjing di tangan kanannya. Askar terkejut, begitu pun dengan si puan yang terkejut melihat Askar di sana.

"Lho? Askar?"

Askar seketika menjadi gugup. Tak menduga si puan mengingatnya walaupun bertemu hanya sebentar.

"Hai, Tha," sapanya begitu ramah.

Kathaya yang datang untuk menyimpan mukena yang telah dikenakannya mulai memerhatikan sekitar. Hanya ada Askar di ruang penyimpanan. Parahnya, dengan keadaan yang cukup basah kuyup.

"Mau ganti baju?" tanya Kathaya.

Askar mengangguk. "Tapi baju daruratnya gak ada," jawabnya sembari terkekeh.

Kathaya mengernyitkan dahi. Menurutnya Askar begitu aneh. Tapi tak lama, Kathaya terkekeh sambil menyerahkan sesuatu. Askar menerimanya begitu ragu. Namun saat ia membukanya, itu adalah kaus berwarna hitam yang ia yakini milik Kathaya.

"Tha? Ini?"

"Pake aja, Kar. Aku nyimpen beberapa pakaian darurat biar gak bolak-balik," sahutnya.

Askar masih bergeming. Tak tahu harus berterima kasih dengan cara apa. Selain itu, ia tak tahu jika sosok yang berada di hadapannya akan seramah ini.

"Makasih, ya, Tha. Aku gak tahu kalau kamu gak ada mungkin aku udah pingsan," cetus Askar.

Kathaya kembali terkekeh, ucapan Askar terlalu berlebihan di telinganya.

"Sama-sama, Kar. Mending kamu ganti dulu, gih. Katanya dingin."

Askar tersenyum lebar. Ia berjalan menuju kamar mandi dengan tatapan yang tertuju pada Kathaya.

"Makasih banyak, Tha," ucapnya.

Kathaya mengangguk disertai senyuman. Kalaupun dia jadi Askar, pasti akan bingung jika tidak ada pakaian darurat di keadaan yang tidak baik-baik saja. Kathaya memikirkan bagaimana jika dirinya berada di posisi Askar, bukan yang lain. Ya, hanya itu.

#4 "As Simpel As Water'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang