009//Perbincangan (2)

73 15 1
                                    

Bagi sebagian orang, sebuah pendekatan untuk menjalin sebuah hubungan itu terasa sulit. Pun dengan Askar yang merasa bahwa itu benar. Namun kini, ia merasa jalan untuk mendekatkan dirinya pada Kathaya begitu mudah. Dimulai dari pertemuan tak sengaja disertai perkenalan. Hingga sebuah kebaikan hati Kathaya yang membuatnya semakin terpesona. Jangan lupakan juga dengan keputusan Pak Uban yang membuatnya semakin dekat dengan Kathaya.

Pekerjaan yang sebetulnya cukup rumit dapat keduanya atasi dengan mudah. Kuncinya dengan saling bekerja sama dan tim yang dapat diajak kerja sama.

Askar kini sedang berada di kitchen, membantu Pak Lukman memotong beberapa sayuran. Sesekali keduanya terkekeh karena Askar yang sering melucu. Kemudian Pak Lukman yang menimpalinya tak kalah lucu. Kedekatan keduanya cukup membuat para karyawan lainnya iri. Keduanya bahkan terlihat seperti Ayah dan anak. Namun, keduanya benar-benar tidak saling mengenal sebelumnya. Keduanya dekat karena memang dipertemukan dan Askar yang sering membantu Pak Lukman.

"Seneng, deh, kamu ada di sini, Kar."

Askar tersenyum begitu lebar.
"Alhamdulillah doa Bapak terkabul, ya?"

"Iya, alhamdulillah."

Suasana resto cukup ramai. Wajar saja, di hari akhir pekan seperti ini terkadang tidak ada waktu untuk beristirahat walaupun sebentar. Apalagi Askar menyadari jika Langit cukup sibuk hari ini.

Selesai membantu Pak Lukman, Askar kini mencoba membantu Langit menyiapkan beberap gelas. Pun dengan Sony yang sibuk mondar-mandir membuat jus dan beberapa minuman lainnya.

"Son? Biar gue aja," sahut Askar saat melihat Sony yang akan mencuci beberapa gelas yang diantarkan oleh waiters.

"Udah gue aja. Masa lo sampai turun begini. Malu, lah," sahut Sony.

Langit sontak saja berdecak. "Biarin aja kenapa, Son! Kan maunya dia. Udah biarin. Tuh lo ngejus lagi aja."

Walaupun mendelik karena merasa kesal, Sony tetap melakukan perintah Langit. Kini ia kembali memotong beberapa buah dan memasukannya ke dalam blender.

"Lo di sini gak kasihan sama Thaya?" Sony bertanya pada Askar yang begitu santai mencuci gelas.

"Thaya gak sendirian, Son. Dia lagi sama Luna. Makanya lo tuh walaupun sibuk sesekali perhatiin sekitar. Pantesan jomblo."

Tak terima dikatai jomblo membuat Sony sedikit naik pitam.

"Anjing lo, Kar! Gak ada hubungannya," sanggah Sony.

Langit menertawakan hal itu cukup keras. Jika saja fokusnya benar-benar terpecah belah, kopi hasil buatan tangannya itu mungkin sudah tumpah.

"Aduh, Lang ... hati-hati," cetus Sony.

"Iya, anjir, gak sengaja."

Pukul empat sore, ketiganya baru bisa menghela napas lega. Walaupun begitu, Askar masih berada di tempatnya untuk mencuci gelas. Sony yang akan menggantikannya tertahan saat mendapati tatapan tajam dari Langit.

"Askar?"

Suara Kathaya berhasil membuat Askar menghentikan aktifitasnya. Ia kini bertatapan dengan Kathaya yang menunggunya.

"Udah samperin aja, Kar. Sisanya biar gue aja," ucap Sony sembari menggeser tubuh Askar.

Askar mengangguk cukup pelan. Satu sisi ia tak enak karena tak menuntaskan, satu sisi ia tak mungkin mengabaikan Kathaya.
Kemudian ia berpamitan pada Langit dan Sony. Berjalan beriringan menuju ruangannya bersama Kathaya yang berada di sampingnya.

Askar menyalakan lampu saat gelap mulai mendominasi.

"Maaf, ya, ganggu kamu sama Langit sama Sony," ucap Kathaya. Perasaannya begitu tak enak karena harus menganggu Askar yang sedang berada di sana.

#4 "As Simpel As Water'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang