Biar kuceritakan seperti apa sosok laki-laki yang kembali membuatku merasakan jatuh. Dia tidak tinggi, bahkan teman-temannya menyebutnya seperti anak kecil. Setelah tiga tahun, aku tak pernah lagi merasakan bagaimana ingin selalu dekat dengan sosok yang entah dari kapan, ia memenuhi seluruh sisi kepalaku.
Ia berhasil membuatku mengabaikan lagu-lagu sendu yang kudengar setiap malam. Ia berhasil membuatku kembali aktif pada sosial media yang seharusnya tidak kubuat muncul lagi logonya di layar ponselku satu bulan kedepan. Ia juga berhasil membuatku mengabaikan puisi-puisi sendu tentang sosok yang tidak pernah hilang dalam setiap mimpi-mimpiku tiga tahun belakangan.
Ia juga berhasil membuatku mengalihkan atensi dari nabastala, yang jelas-jelas adalah hal terindah yang tak pernah lepas dari pandanganku.
Surai legamnya yang mengembang rapi, pipinya yang bulat kemerahan seperti bakpau rasa stroberi, kurvanya yang begitu indah diiringi dengan kelopak yang menyipit, jua matanya yang indah. Aku tidak tahu persis bagaimana ia. Sebab aku belum pernah bertemu secara langsung. Yang jelas, aku tahu bahwa lengkungnya begitu dikara dan bersinar penaka baskara. Dan demikian, aku menyebutnya Baskara.
Bukan, namanya bukan Baskara. Namun entah bagaimana, di mataku ia begitu bersinar, begitu dikara. Taruna MIPA 7 itu tidak tinggi seperti kriteria pria idamanku sebelumnya, dia tidak begitu menawan. Tetapi ketika aku melihatnya, ia begitu indah seperti lembayung.
Untuk sekarang, sebut saja ia Baskara. Nanti, akan kuceritakan seindah apa namanya.
YOU ARE READING
Baskara
Short StorySelamat datang. ini kisah tentang dia. iya, dia. namanya Baskara. oh, bukan. dia bukan Baskara. tapi aku menyebutnya demikian.