REGAN 04.

15 1 0
                                    

Setelah selesai membuat segelas kopi regan meninggalkan dapur. Cowok dengan kaos lengan panjang berwarna hitam itu menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Sesekali ia mencicipi kopinya, dengan tangan sebelah kiri yang sibuk memainkan ponsel.

Ini malam minggu, malam dimana para muda mudi keluyuran bersama sang kekasih atau kerabat. Namun regan sepertinya betah berada di rumah meski hanya seorang diri, biasanya di malam minggu begini kawan-kawan cowok itu sudah menepati rumahnya dari menjelang sore hingga pada kemauan mereka sendiri untuk pulang. Menjadikan kamar cowok itu seperti kapal pecah.

Baru pada anak tangga terakhir ponsel pemuda itu berdering, nama marcelino tertera di sana. Regan meletakkan kopinya terlebih dahulu di atas meja belajar sebelum mengangkat panggilan dari si cowok sipit itu.

"Lu masih di rumah?"

"Hmm"

"Julian udah otw ke rumah Lo"

Regan mengerutkan alisnya bingung, pasalnya cowok itu sudah mengatakan bahwa tidak ingin keluyuran malam ini. "Ngapain"

"Mau jemput loh lah"

Cowok itu menghela nafas. "Gue udah bilang gak mau datang"

"Ayolah gan, gak asik kalo gak ada Lo"  bukan suara marcelino yang terdengar melainkan suara radit.

"Gue males kalo ke tempat begituan"

"Kita-kita gak bakalan mabok kok" kali ini damar yang bersuara.

"Gue gak suka-"

"Bau alkohol, kita pesan privat room gak ada alkoholnya janji gue"

Dengan helaan nafas cowok itu mengiyakan ajakan teman-temannya.
"Ingat gak ada alkohol"

"Siap bos"  damar langsung mematikan sambungan telponnya.

Regan melihat jam weker nya, pukul 9.30 tertera di sana. Cowok itu menganti kaosnya terlebih dahulu lalu mengambil jaket levis yang tergantung rapih di samping lemari.

Cowok itu meraih segelas kopinya yang sudah sedikit dingin itu lalu meminumnya hingga tandas.

Ting. Ponsel milik regan berbunyi tanda pesan masuk dari julian, cowok itu sudah di depan rumahnya dengan cepat regan keluar kamar menuju ruang tamu.

Tidak lupa mematikan lampu dapurnya terlebih dahulu lalu bergegas menemui Jonathan. Cowok berkaos abu-abu dengan celana jins itu mendongak saat sosok Regan muncul di depannya.

Julian menyimpan ponsel di saku celananya. Lalu tanpa basa-basi masuk ke dalam mobil karena Regan lebih dulu masuk.

"Harus banget gue hadir?" Tanya regan. cowok itu melihat sekilas Julian yang tengah mengemudi.

Julian mengangguk, cowok itu terkekeh saat Regan menghela nafasnya. "Gak ada Lo gak ada gratisan"

Regan memutar kedua matanya malas. Menjadi ketua bukan berarti harus menanggung biaya hidup para curut itu. Apa lagi damar, yang selalu meminta uang bulanan saat cowok itu menunggak pembayaran sekolah.

"Udah miskin lo pada?"

"Lo lebih berada dari kita-kita, jadi sayang kalo gak di manfaatin"

"Setan" umpatnya kesal.

Bukan, bukan berarti kawan-kawan Regan orang yang tidak mampu. Keempat cowok-cowok itu mampu membeli barang-barang branded. Keluarga mereka terbilang orang yang berada, hanya saja kekayaan keluarga regan lah di atas rata-rata. Perusahaan yang didirikan keluarga cowok itu terkenal hingga di polosok luar negeri. Melebihi dari keempat orang itu membuat regan jadi sasaran empuk untuk di jadikan tumbal. Bagi cowok-cowok itu regan adalah ATM berjalan sayang kalo tidak di manfaatkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang