1.

6 0 0
                                    


Aku kembali membaca undangan dengan warna kuning kecoklatan itu. Memastikan jika alamat yang kutuju tidak salah. Rumah megah berwarna dominan putih dengan pelataran yang sangat luas dan pagar yang menjulang sangat tinggi, menjadi tujuanku dan kakakku untuk berhenti kali ini.

Suara berisik musik juga teriakan dari banyaknya manusia di sana menyambut kedatangan kami dari pintu pagar. Sangat ramai, ramai sekali. Seolah sama sekali tidak ada ruang untuk kita bernafas dengan tenang.

Pesta ini diadakan oleh pemilik dari perusahaan yang memperkerjakan aku dan kakakku. Perayaan hari jadi perusahaan yang keberapa pun itu aku sama sekali tidak peduli. Aku bekerja hanya untuk mencari uang dan memenuhi kebutuhanku, bukan untuk menghadiri pesta konyol yang diadakan oleh anak dari pemilik perusahaan.

Riuh manusia yang sedang berdansa dan bernyanyi membuat kepalaku sedikit pusing. Sejujurnya, daripada harus mengadiri tempat berisik seperti ini aku lebih menyukai ketenangan dan kesunyian dimana aku bisa beristirahat dengan tenang tanpa memikirkan apapun. Tapi, demi kesopanan mau tidak mau aku harus menghadirinya.

Tanpa meminta pun kakakku sangat mengerti dengan apa yang aku rasakan dan yang kumau. Jadi, kami putuskan untuk menyingkir dan mencari tempat dimana setidaknya kami bisa sedikit lebih tenang.

Di sudut halaman luas ini, berdekatan dengan pos penjagaan depan terdapat beberapa kursi kosong yang sepertinya bisa kami tempati. Lokasinya cukup jauh dari lokasi utama pesta. Suara musik tidak terlalu terdengar dari sini. Setidaknya kami bisa berbicara dengan nyaman tanpa harus berteriak satu sama lain.

"Mau makan sesuatu?" Ucap kakakku tepat setelah kami mendudukan diri pada kursi incaran kami. Aku mengangguk, menyelipkan sedikit senyuman kepadanya.

Hanya untuk menghadiri pesta konyol ini aku bahkan harus berdandan seperti badut. Ahh lipstik sialan!! Ini terlalu merah!! Bagaimana bisa aku menyetujui bantuan teman untuk berdandan jika aku sendiri sangat membenci rupaku setelahnya.

Dari kejauhan aku melihat kakak laki-lakiku sedang berjuang menerobos kumpulan manusia yang tidak beraturan. Kasihan laki-laki itu. Dengan tubuh kecil dan kurus ia harus berjuang lagi menerobos lautan manusia sambil membawa dua piring makanan di tangan kanan dan kirinya.

Pemandangan ini sangat sayang untuk dilewatkan. Kasihan, namun sangat lucu disaat yang sama. Mungkin mengambil beberapa potret dirinya yang sedang kesusahan bisa menjadi salah satu bahan lelucon nanti.

Namun, tepat beberapa meter dari tempat kami duduk terdapat perkumpulan gay yang sedang menari dengan tidak tau dirinya. Meliak liukan tubuh mereka sesuai irama musik dengan pakaian minim yang ketat.

Kakakku yang notabane bertubuh kecil jelas tidak akan terlihat oleh mereka yang sedang dalam euforia. Kemudian makanan kami tumpah ke tanah setelah dengan kasar kakakku tertabrak salah satu dari mereka. Tidak hanya makanan, ternyata kakakku juga ikut tersungkur bersamanya.

Mereka segera meminta maaf kepada kakakku karena tidak melihat kehadirannya. Namun kurasa hal itu tidak berpengaruh sama sekali terhadapnya. Sebenarnya kakakku adalah orang yang baik dan sabar. Namun ada kalanya, ketika itu bersangkutan dengan diriku dia juga bisa menunjukkan taringnya. Termasuk dalam hal ini. Makanan yang seharusnya kami makan berdua harus jatuh hanya karena kecerobohan seseorang. Dan itu membuatnya sangat kesal.

Kakakku bangun, kemudian membersihkan celanannya yang kotor oleh tanah. Matanya memincing, menatapi satu persatu gay yang juga sedang menatapnya khawatir. Setelah menghembuskan napas dengan kasar kakakku kembali melangkah sambil berdecih dengan keras.

Salah satu dari gay yang memakai pakaian serba merah muda, yang juga terlihat khawatir dengan perubahan sikap kakakku melangkah mundur. Ia merapatkan diri kepada teman-temannya yang lain dan memberi jalan kepada kakakku. Tetapi, tepat saat kakakku melewati dirinya, ia meludah.

Ini adalah salah satu kebiasaan buruk kakakku sedari dulu. Ia akan meludah disembarang tempat ketika ia merasa kesal. Tidak ada maksud lain dari aksi meludah itu. Hal tersebut murni datang dari pelampiasan kekesalan dirinya.

Gay dengan pakaian serba merah muda tadi sempat terkejut, kemudian ia beringsut dan menarik diri dari kerumunannya. Kemana ia pergi, aku pun tidak peduli.

"Maaf, makanan kita jatuh." Kalimat tersebut adalah hal pertama yang kakakku katakan setelah ia berdiri tepat di depanku.

Aku menggeleng."Tak apa. Lalu bagaimana dengan dirimu? Kau baik-baik saja?" Mataku sedikit melirik kebawah. Ada noda tanah yang cukup jelas pada celana panjang berwarna biru miliknya.

Pria kecil itu hanya menggeleng. Berusaha tidak memperdulikan apa yang barusan terjadi pada dirinya. "Kau mau makanan lagi? Atau minuman? Akan kuambilkan lagi." begitu tawarnya setelah matanya mengikuti arah pandangku.

"Baiklah, aku mau minum."

Kakakku hanya tersenyum. Kemudian ia berbalik kembali untuk membawakan minuman untuk kami berdua.

Namun, belum jauh ia melangkah ia harus berhenti ketika seseorang menonjok wajahnya dari arah kanan. Tonjokannya sangat keras hingga kakakku yang memang bertubuh kecil terpelanting dan jatuh tergeletak di tanah. Sekarang tidak hanya celananya, kini bajunya pun ikut kotor dengan noda tanah.

Tidak hanya sampai di sana. Pria itu kembali menghampiri kakakku dan menendangnya dengan cukup keras.

Dari sini aku sudah tidak bisa tinggal diam. Meski pada kenyataannya aku adalah perempuan, namun apa pedulinya? Di sana kakakku sedang dihajar dengan brutal tanpa alasan yang jelas. Toh aku sudah sering melakukannya.

Dengan keras aku menarik kerah kemejanya agar menjauh dari kakakku. Pria itu sedikit oleng hingga jatuh ke tanah. Kami bertatapan sejenak, sebelum akhirnya aku mendekat dan membalas perbuatannya pada kakakku.

Sebelum sempat ia berdiri, aku menduduki perutnya dan menghajarnya dengan kedua tanganku. Aku mengunci pergerakan tangan pria itu dengan kakiku sehingga ia tak dapat melawan.

Lebih beruntung lagi karena aku sempat memanjangkan kuku jari tanganku, sehingga aku bisa menggunakannya juga untuk menyakar wajahnya. Masa bodo dengan riasan kuku yang tadi sempat dipoles. Menghajar pria tidak tau diri ini adalah hal yang harus kubereskan dulu.

Tidak lama berselang, penjaga dari rumah ini datang dan memisahkan kami. Aku ditahan oleh 2 orang penjaga. Sedangkan pria itu berdiri dengan bantuan penjaga lainnya. Meski telah babak belur dan berhiaskan darah, pria itu masih sempat tersenyum miring kepadaku.

Aku mengingatnya, sangat mengingatnya. Ia adalah putra dari pemilik perusahaan tempatku bekerja. Bos baru kami yang sama sekali tidak becus dalam mengurus perusahaan. Melalaikan semua tanggung jawab hingga merubah beberapa peraturan yang telah dibuat. Dan dengan seenaknya melakukan hubungan sex dengan kekasih gaynya di ruang kerja. Mengabaikan semua peringatan hanya untuk bersenang senang. Bos gila, kami menyebutnya seperti itu.

Seperti biasa, penampilannya selalu nyentrik dan menjijikkan. Kali ini ia memakai kemeja merah yang sudah kotor karena tanah dengan celanan serupa. Rambut pirang serta kornea mata berwarna oranye yang selalu memandang randah setiap manusia di sekitarnya.

Tangannya terangkat. Jari telunjuknya tepat berada di depan mataku. "Kau.."

.

.

.

.





Don't Worry  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang