part 57.

6K 313 329
                                    

Happy Reading.

Hati-hati typo bertebaran.....

"Ketika rasa bersalah mulai menghampiri maka kata maaflah yang mampu ia ucapkan"

-Bulan Quenza Putra.

Karna ruangan ICU yang masuk hanya di perbolehkan satu orang, maka Angkasa mengalah lalu membiarkan Bulan untuk masuk dan melihat bagaimana keadaan Langit. Sebab menurut Angkasa, Bulan wajib mengetahui keadaan Langit sekarang dan Angkasa juga tak ada hak melarang Bulan untuk meminta maaf pada Langit. Karna ia bukanlah sang korban dan yang berhak untuk melarang Bulan adalah Langit sendiri, bukan dengan dirinya, itu menurut Angkasa.

Sedangkan Bulan? Ia terpaku di tempat nya ketika melihat beberapa selang yang berada di tubuh sang anak serta wajah Langit yang terlihat sangat pucat. Bahkan saking pucat nya warna bibir sang anak hampir tidak terlihat, jika tak diperhatikan dengan jelas.

Dan hal itu mampu mengundang seribu air matanya turun secara bergantian serta merasakan sesak yang begitu dalam ketika ia diingatkan kembali dengan kejadian beberapa minggu silam.

Jujur saja, saat itu Bulan terlalu emosi dengan keadaan Bumi ditambah lagi fikiran nya yang akhir-akhir itu sangat kacau. Sehingga ia tak sadar lalu melontarkan kata-kata serta permohonan nya yang mungkin terasa sangat menyakitkan bagi Langit.

Bulan tak menyangka, saat itu Bulan benar-benar tidak menyangka bahwa Langit akan bersungguh-sungguh dengan ucapan nya. Karna Bulan kira, Langit takkan melakukan itu, mengingat keinginan nya belum Bulan penuhi.

Namun sekarang? Lihatlah, Langit, anak nya itu ternyata tak pernah bermain-main dengan ucapan ataupun janji nya pada Bulan.

Dan ia baru sadar akan hal itu, Bulan baru tahu jika Langit tak pernah mengingkari ucapan ataupun janji nya pada Bulan, baik itu yang ringan maupun yang berat sekalipun.

Lama menatap sang anak, akhirnya Bulan memutuskan untuk melanjutkan langkah nya menuju ranjang pesakitan Langit.

Lalu menyentuh kening anak nya itu ketika ia sudah sampai ditujuan nya, melihat dengan air mata yang seolah tak bisa berhenti melihat sang anak seperti ini.

"Langit," panggilan itu terdengar sangat lirih diiringi dengan isakan ringan Bulan.

"Kau.... Hiks," walau isakan Bulan terdengar ringan namun ia kesulitan untuk melanjutkan ucapan nya.

"Langit... Maaf," hanya itu yang Bulan bisa ucapkan.

"Maaf, anakku," lanjut Bulan sambil menghujani kecupan di area kening sang anak.

"Maaf hiks," lagi, Bulan tak tahu harus mengatakan apa?

"Maaf sekali hiks, hiks, hiks," isak Bulan, ia tak sanggup sungguh! Bulan tak sanggup melihat Langit berada disini.

•Langit•

"Langit masuk rumah sakit!" Ucapan Rangga mampu membuat Varo, Mario serta Christian menolehkan pandangan mereka ke arah Rangga.

"Serius lo?" Tanya Varo tak percaya.

"Iya," baik Varo, Mario, Christian bahkan Rangga sekalipun langsung merasa lesu ketika sadar bahwa mereka bukan lah sahabat yang baik untuk Langit.

Bahkan saat-saat Langit masuk rumah sakit mereka baru mengetahui kabar ini, padahal Langit sudah lama bukan? Berada di ruangan ICU itu.

"Kita jenguk?" Pertanyaan polos Rangga mampu membuat Varo menjitak kening nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang