.
.
."Apakah kamu benar benar memiliki keberanian itu?" Tanya Jaemin.
"Aku sudah membunuh siswa itu—"
"Kau melakukannya namun saya meyakini bahwa sebenarnya kau hanyalah seorang anak baik yang tersakiti. Kau melakukannya atas dasar sakit hatimu pada seseorang. Ceritakan keluh kesahmu dan saya akan mendengarkannya." Sela Jaemin.
"Aku nggak butuh orang yang menawarkan telinganya untuk mendengar ceritaku." Balas anak itu.
Jaemin memutar mata malas, "kalau begitu lakukan saja. Lu pingin nuangin cairan itu ke gua, kan? Mangga, silahkan. Toh, gua emang ada rencana resign dari kehidupan."
"Kau tak se optimistis seperti yang kau tunjukkan di depan kelas ternyata." Katanya.
Jaemin menaikkan bahu, "manusia itu ibarat cermin. Kalo lu sedih maka yang terpantul adalah kesedihan, begitupula kebahagiaan. Gua udah nggak punya siapa siapa lagi, gua rasa gua udah cukup jagain anak anak gua sampai detik ini. Lagian, mereka pasti udah pada lupa ama gua, nggak ada trauma apapun kalo mereka tau gua mati."
"Seperti yang kau ucapkan di depan kelas, jika kau mati, kau akan benar benar mati." Kata anak itu.
"Seenggaknya gua ngga mati sebagai pecundang." Jaemin tertawa sarkas.
Anak itu tak jadi menuangkan cairan HCl pada Jaemin. Dia menutup kembali botol kaca itu dan meletakkannya di dalam sakunya. Alisnya menekuk dan dia berjalan mundur.
"Kenapa?" Jaemin memiringkan kepala sambil tersenyum mengejek, "melihat refleksi diri, hum?"
"Aku hanya ingin membayarnya." Katanya.
Jaemin mengangguk menanggapi, "sudah gua bilang, kan? Lu cuma sedikit putus asa."
"Kehidupanku baik baik saja di panti asuhan itu.. aku bahagia dengan semua adik laki lakiku. Sampai nama itu menjadi salah satu yang kami takuti, dia menculik kami dan menjadikan kami seperti anjing di etalase toko hewan yang bisa dibeli kapan saja. Ledakan dan kebakaran hebat yang kemudian mengambil seluruhnya dariku." Jelas anak itu sambil duduk di lantai.
"Terus lu dibawa ke rumah besar itu, diberi sebuah nama yang hingga detik ini masih gua harapin ada di di belakang nama gua juga. Tanpa tau menahu bahwa orang yang memberimu makan dan pengobatan adalah putra dari kelompok yang lu maksud tadi. Gua nggak peduli gimana lu menemukan fakta itu, tapi sejauh yang gua tau, bahwa Hongjoong Zahuwirya sendiri bahkan membenci seluruh keluarganya. Ketika gua gantiin Kak Hongjoong jadi walikelas lu, gua sadar kalau lu satu satunya yang nggak suka sama keputusan itu, karena peluang lu nyakitin dia bakal sedikit. Awalnya, lu coba buat gua berhenti jadi walikelas dengan memaksa teman teman lu yang lain buat bikin gua merasa dikucilkan di dalam kelas itu, namun nggak sukses karena gua lebih kuat dari yang lu kira."
"Akhirnya lu memutuskan buat ngotorin tangan lu sendiri, bergerak sendirian karena yang biasanya bantuin lu ngapa ngapain udah pada menunjukkan perubahan yang baik. Nyawa pertama muncul biar perhatian gua lebih condong ke elu, habis itu, lu ngerencanain pembunuhan gua disini, dengan cairan HCl yang lu curi di dalam lab kimia. Gua udah curiga dari awal, ketika gua baca nama lu di absen, kok nama belakangnya di tip-x, habis ketemu ama Beomgyu, dan liat gimana dia dengan susah payah meyakinkan diri sendiri kalo dia nggak tau pelakunya, gua yakin kalo itu elu. Ketika gua dapet kesempatan untuk bongkar bongkar ruang arsip, gua nemu profil pendaftaran lu, lengkap, dan keyakinan gua terbukti dengan keberadaan lu di depan gua detik ini." Jelas Jaemin.
"Gitu, kan? Heeseung Zahuwirya?" Lanjut Jaemin.
Anak itu menggaruk tengkuk dan mengangguk tanpa ragu, "aku melakukan semua yang kau katakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Klub 513 | Universe | Ep.3 : Arjuna
FanficJaemin : "Yang berani tidur pas saya lagi ngajar, ikhlas lahir batin saya colok matanya pakai spidol, ya?" * Tentang Jaemin dan keputusannya menjadi seorang pengajar di SMA 7 Puncak membuatnya sadar jika menjadi seorang tenaga pengajar di sekola...