8. Little Piece of Heaven (2)

48 1 2
                                    

Aku takkan pernah sama lagi
Sejak aku mengenal kamu
Sejak aku mengenal kita

**********

Author's POV

Petang itu dibasahi hujan dan diramaikan petir yang mengegelegar.
Sabrina dan Vino masih di gereja samping sekolahnya untuk latihan acara Natal.
Sabrina sebagai pengiring kebaktian dan Vino mengikuti sebuah drama.
Latihan sore itu cukup lama karena banyak yang terlambat karena hujan.
Studio tempat latihan Sabrina mulai diramaikan pemusik lain dan sibuk dengan instrumen mereka. Mereka masih menunggu anggota yang lain dan Sabrina cukup bosan dengan udara dingin AC studio.
Dia pun keluar untuk mencari kesejukan hujan.

Sabrina berjalan keluar dari studio gereja dan pergi ke sebuah aula kecil tempat orang-orang berlatih drama atau yang lain untuk acara mereka itu.
AC atau kipas angin di aula itu tidak dihidupkan, mereka menggunakan AC alam.
Mereka membuka seluruh tirai dan jendela dan membiarkan hawa dingin alami oleh hujan masuk ke setiap sudut aula.

*********

Sabrina's POV

Gue melihat Vino yang sedang menertawakan temannya sambil memukul-mukulkan kertas naskah ke dinding. Tampaknya hal lucu sedang terjadi di sana, Vino tidak pernah tertawa selepas itu. Apa malah hawa dingin hujan ini yang dapat meluluhkan hatinya?

Gue berjalan ke salah satu jendela di ruangan itu dan menatap keluar.
Gue melihat tetesan hujan diluar semakin deras dan kilat tiba-tiba menyerang.

Genangan air itu mengalir ke tempat yang lebih rendah, mencari tempat mereka, lebih rendah, lebih rendah, dan lebih rendah lagi dari yang lebih rendah.

Aspal yang terkikis, mobil yang basah, atap gereja yang bewarna cokelat itu juga terkena hujan berkat di petang itu.
Gue menghadap ke arah Vino dan teman-temannya yang sedang latihan drama itu.
Gue memperhatikan Vino terus dan tiba-tiba Vino melihat gue.

Gue berteriak kecil sambil melambaikan tangan memanggilnya untuk datang ke tempat gue berdiri sekarang, tapi kalau lo semua liat gue pada saat itu, lo pasti ngetawain gue karena gue salah tingkah, padahal cuma manggil Vino doang.
Vino mengambil minumnya, menitip naskahnya ke rekannya dan berjalan menuju gue.

Gue langsung merampas minuman dia dan meminumnya sampai habis. Gue dan dia sering gitu. Mengambil barang milik satu sama lain tanpa permisi dan langsung mengizinkannya melalui suara hati.
"Kenapa manggil?", Vino melihat gue yang sedang memandangi hujan diluar.
"Di sini dinginnya lebih terasa", gue melihat wajah bingungnya sebentar lalu melihat keluar lagi.
"Terus kenapa?", Vino mendekat ke sisi kanan gue dan ikut melihat keluar sambil melipat kedua tangannya ke depan dada, gue juga melakukan hal yang sama.
"Enak aja gitu, udaranya dingin, ada air yang jatuh dari langit, jalanan--"
"Elah, kayak gak pernah lihat hujan aja", Vino mengusap kepala gue dan berjalan meninggalkan gue tapi gue menarik tangannya refleks.

"Eh! Temenin bentar aja. Gue cuma mau lo liat apa yang gue liat.", gue memberanikan diri menatap matanya.
Vino mengangguk lalu melihat keluar.

Gue melihat wajahnya dari sisi kirinya.
Dia melihat hujan itu tanpa ada tatapan apresiasi atau menakjubkan sedikit pun.

Dia seperti berpikir,"Apa menariknya? Tidak penting sama sekali."
Tatapan berpikirnya ini semakin membuat gue bingung apakah gue harus bertahan atau meninggalkannya dan melupakannya, bahkan gue belum sempat memilikinya.

Vino lalu melihat ke arah gue,"Biasa aja"
Gue tersenyum,"Memang di dunia ini semuanya selalu terasa biasa aja buat lo. Gak pernah ada yang bagus di mata lo.", gue meletakkan botol minumannya yang kosong itu ke atas tangannya, meninggalkan ruangan itu dan kembali ke studio.

Setidaknya gue bersyukur, gue bisa punya kenangan beberapa persen dihidup gue berduaan sama Vino melihat hujan.
Walaupun itu tidak ada apa-apanya untuknya, karena semua hal di matanya adalah......
Biasa saja.

*************

Vino's POV

Gue masih bingung.
Gue gak tau apa yang harus gue lakukan.
Semua salah di matanya.
Gue hanya mau senatural mungkin kalau berhadapan dengannya.
Gue hanya gak mau dibilang two-faced, atau lebay.
Gue melihat dia menundukkan kepalanya saat meninggalkan tempat itu.
Gue hanya bisa tersenyum pahit melepasnya.
Keraguan gue selalu membunuh gue.
Gue patah hati saat gue bahkan belum sepenuhnya jatuh cinta.

*********

Rendy's POV

Easy.
Gue selalu dapat apa yang gue mau.
Dan gue selalu mudah melepaskan apa bosan menurut gue.
Gue mendapat perhatian Sabrina, tapi gue gak bisa melepaskannya begitu saja.
Gue udah terpikat.
Sulit.
Sulit.
Sekali lagi, sulit.
Sulit untuk menolak menjalani hubungan serius dengannya.
Gue akan mencoba lebih dekat lagi dengannya.
Sampai gue temukan hari yang tepat, untuk membuatnya menjadi milik gue.

***********

Sabrina's POV

Saat itu pensi sekolah gue yang ke 15 sepanjang umur sekolah gue berdiri.
Rendy menjadi salah satu panitia di acara itu.
Rendy memberi gue free pass agar gue bisa bebas masuk kapan saja bahkan setelah close gate.
Bintang tamu yang datang ke pensi sekolah gue itu adalah Sheila On 7, band favorite sahabat karib gue--Endo. Endo gak berhenti mengucapkan nama bintang tamu itu sejak H-19 pensi sekolah digelar.

Gue berdiri di tengah kerumunan penonton bersama Eva, Endo, Renata, Bena, Valdi--Abangnya Endo, dan Vino.
Tiba-tiba ada seseorang yang menggenggam tangan gue dan menarik gue.
Gue terkejut batin. GUE KIRA GUE MAU DICOPET, GILA.
Ternyata itu Rendy. Rendy tertawa saat dia menyadari bahwa gue terkejut karena tarikannya tadi.
Sialan.
"Sini yuk, percuma gue kasih free pass kalau gak dipake", Rendy menarik gue keluar dari kerumunan dan berjalan cepat.
"Daritadi gue pake, gue ambil kamera ke mobil Bena, terus beli minum, gue kasih ini ke Endo juga karena dia datang telat udah close gate.", gue mencoba menjelaskan dengan baik fungsi free pass yang gue punya.

Tiba-tiba Rendy mengambil kamera Go Pro-nya dan menggenggam tangan gue,"Ada satu lagi kegunaan free pass lo"
Rendy berbisik ke Ian--teman panitianya dan menunjuk gue, Ian mengangguk dan tersenyum ke arah gue, gue hanya bisa tersenyum balik dan mengikuti Rendy.
Ian membuka gerbang pendek pembatas penonton dan panggung.

Sekarang disinilah gue, Rendy dan beberapa panitia lain.
Ada kira-kira jarak beberapa kaki dari gerbang pendek pembatas penonton dengan panggung.
Rendy hanya terdiam dan tersenyum melihat Duta, vokalis Sheila On 7 itu.

Lagu "Seberapa Pantas" telah selesai dan setelah beberapa kata pengantar, Eros-Gitaris Sheila On 7 mengambil gitar akustiknya dan Duta mempersiapkan diri untuk menyanyi kembali.
Mulailah intro dan gue sadar bahwa itu adalah lagu "Anugrah Terindah Yang Pernah Kumiliki".
Jantung gue selalu berdetak gak karuan kalau mendengar lagu ini.
Setelah beberapa penggalan lirik bait pertama, Rendy memegang tangan gue dan menatap mata gue dari sisi kiri gue,"Pacaran, yuk?"

Memang cara dia nembak gue itu anti-mainstream banget dan sangat berkesan bagi gue.
Rendy selalu punya kejutan dan cara-cara unik untuk membuat gue tersenyum dan tertawa.
Rendy adalah pacar pertama gue, sepanjang sejarah hidup gue, dan cara dia menyatakan perasaannya itu benar-benar masih gue rekam dengan jelas sampai sekarang.

Gue mengangguk sambil tersenyum lebar, lalu Rendy memeluk gue.
Rendy lalu memasang Go Pro-nya, menaikkan tongkatnya dan mengajak gue selfie yang belatarkan kira-kira 3000 orang penonton di pensi itu.
Seluruh panitia yang ada di tempat itu mengacungkan jempol ke Rendy dan ada yang langsung memukul Rendy sambil teriak,"Selamat ya, cuk!" Atau yang paling expert,"Free pass berhadiah pacar, tuh!"

"Eh bener tuh, Ren, ternyata fungsi free pass yang lo kasih itu 'dapat pacar' ya, hahahaha", baru aja jadian, gue udah ngejek Rendy kayak gitu. Rendy pun tertawa lalu merangkul gue sambil menyanyikan kelanjutan lagu dari band favorite gue dan sahabat gue sepanjang masa.

Hari itu adalah hari yang berharga bagi gue, gue bersyukur ada yang bisa buat gue nyaman, saat perasaan gue masih melayang ke arah Vino yang masih ada di kerumunan penonton.

Mulai hari itu, gue dan Rendy menjalani hari-hari bersama dan gue benar-benar meninggalkan Vino dan segala perasaan gue yang lama.

================

Membingungkan ya? Ada surprise dikit nih tunggu di chapter selanjutnya yaaa
Hahaahahahah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang