THE BEGINNING

210 46 2
                                    

Jakarta, 2008

'Prang'

        Suara nyaring yang berasal dari pecahan gelas yang dilempar seseorang dengan penuh amarah. Suara perdebatan antara dua orang yang tak kalah lebih nyaring dibandingkan dengan suara pecahan gelas tadi.

        "Kamu tuh bisa gak sih, luangin waktu kamu buat anak kamu. Dia butuh kamu, butuh kita. Iya, aku tahu kamu kerja di luar sana buat kita, tapi hidup ini gak cuma tentang uang, Mas. Hidup ini juga ada quality time, kasih sayang sebagai keluarga, itu yang harusnya ada. Bukan uang, uang, uang," ujar seorang wanita dengan geram.

        "Emang dengan kasih sayang atau quality time, anak kamu bisa sekolah? Kamu bisa bayar sekolah pake kasih sayang? Iya? Mikir dong," balas laki-laki itu tidak mau kalah.

        "Terserah kamu, lah. Kamu itu gak pernah dan gak mau pernah nyoba buat paham sama keadaan." Wanita itu meninggalkan suaminya di ruang tengah, ia lelah. Beradu argumen dengan suaminya setiap hari.

        Seorang gadis menutup telingannya dengan seluruh kekuatan yang ia punya dibalik pintu kamarnya. Meneteskan bulir demi bulir air mata yang sudah lama tergenang.

        Hazel Carson, Namanya. Gadis kecil yang bercita-cita mempunyai masa kecil yang menyenangkan seperti anak-anak pada umumnya.

        Tak lama setelah Hazel meneteskan air matanya, ia tertidur. Tepatnya, ia kelelahan saat menangis. Hidup Hazel memang seperti itu, setiap hari ia harus menangis hingga kelelahan karena orang tuanya yang tidak pernah lelah untuk berdebat. Bahkan tentang hal kecil sekalipun. Seperti biasa, Mama Hazel masuk ke kamar Hazel untuk memberikan kecupan selamat tidur kepada anaknya itu. Mama Hazel selalu menyadari bahwa Hazel pasti menangis mendengar mereka selalu beragumen hampir setiap hari.

        "Maafin mama ya, nak?" ucap Mama Hazel sambil mengecup dahi anaknya yang sudah terlelap dalam tidurnya.

        Hazel memiliki seorang ibu yang baik, berbeda dengan ayahnya yang seperti menganggap Hazel itu tidak ada. Hazel selalu iri dengan teman-temannya yang akrab dengan ayahnya masing-masing, seandainya itu adalah Hazel. Ia mungkin akan menjadi anak yang paling bahagia di planet ini. Hazel selalu meyakinkan dirinya bahwa suatu saat ia pasti akan membuat ayahnya bangga padanya atau setidaknya tersenyum kearahnya.

***

        Sekarang Hazel berusia delapan tahun, dan tentunya masih di Sekolah Dasar. Walaupun memiliki ayah yang kurang memperhatikan nilainya tetapi itu tidak membuat Hazel semakin malas belajar bahkan ia sudah berkali-kali terpilih untuk ikut olimpiade tingkat nasional maupun internasional.

        "Zel, minta contekan dong," kata seorang gadis bernama Kaluna.

        "Nggak ah, emang kamu nggak belajar?" tanya Hazel sembari mengerjakan ulangannya.

        "Ngapain aku bersusah payah untuk belajar? Kan ada kamu. Jadi, ayo berikan aku contekan," bisik Kaluna.

        "Atau aku akan memberi tahu teman-temanmu jika kamu memiliki papa yang tidak sayang kepadamu," lanjut Kaluna.

        Hazel menghela nafas berat, akhirnya ia memutuskan untuk memberi contekan kepada teman sekaligus musuhnya itu. Kaluna adalah tetangga Hazel. Dulu mereka berteman baik, entah kenapa setelah Kaluna melihat Hazel yang memiliki banyak penghargaan ia merasa ingin merampas segalanya yang dimiliki Hazel.

        Dan tentu saja itu bukan hal yang sulit untuk-Nya. Kaluna berasal dari keluarga yang lumayan berada, sedangkan Hazel berasal dari keluarga yang sederhana.

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang