- Prolog

256 78 31
                                    

Bugh!

Brakk!

Prang!

"Bajingan kamu Kasta! seharusnya kamu beruntung karena saya masih mau merawat kamu."

Pukulan dan lemparan didapat dari pemuda yang bernama Kasta itu. Sedangkan yang dipukuli hanya bisa diam dan pasrah akan apa yang dilakukan si pemukul pada tubuh tak berdaya nya ini.

Ia mati rasa.

Ia ingin menutup matanya, tapi pukulan itu terus membuat nya tersadar akan kenyataan.

"Ingat Kastara, sampai kapanpun saya tidak akan pernah menganggap kamu anak ataupun lainnya! saya benar-benar benci kamu Kasta."

"Saya harap setelah ini kamu benar-benar mati Kastara, walaupun saya tidak yakin itu"

Wanita itu pergi setelah berucap dan puas memukuli tubuh malang Kastara.

Tubuh nya penuh luka, lebam tercetak jelas dikulit putihnya, darah menghiasi bajunya yang baru ia ganti.

Ia lelah. Ia ingin berteriak pada dunia, tapi apa yang bisa dunia lakukan padanya selain membuat nya merasakan sakit? Kastara ingin pergi, tapi ia tak bisa.

Tangan lemahnya mencoba meraih ponselnya, mencari nomor siapapun yang bisa ia hubungi.

Namun hanya satu nama yang ia temukan.

Tanpa pikir panjang lagi ia menekan tombol hijau untuk memanggil nomor tersebut.

Butuh beberapa detik sampai panggilan itu dijawab.

Tutt.

"Halo Kastara?"

Tak ada jawaban.

"Kastara??"

"Sakit Res.." parau nya pada seseorang diseberang panggilan telepon.

Setelah itu panggilan terputus secara sepihak.

Kastara membenarkan posisi duduknya pada lantai dengan susah payah menjadi bersandar pada sisi kasur miliknya. Ia menundukkan kepalanya dengan lemah.

Ia sungguh tak kuat lagi. Semua rasa sakit ini, kapan akan berhenti?

Tak lama setelah panggilan telepon itu terputus, terdengar suara pintu rumah nya yang terbuka diikuti dengan suara langkah kaki yang terkesan tergesa.

Si pemilik langkah kaki itu berlari dengan cepat menuju kamar pemuda yang tadi sempat menelponnya.

Ia membuka pintu coklat itu, menampilkan satu pemuda dengan kondisi yang memprihatinkan tengah duduk pada lantai seperti sudah tak bernyawa.

Dengan cepat ia menghampiri si pemuda. Memeluk nya dengan teramat erat, menyalurkan kehangatannya pada pemuda itu.

"Sakit Res.." lirih yang dipeluk.

Wanita yang dipanggil 'Res' itu menganggukkan kepalanya. Ia tau, ia sangat tau itu.

Tangan kanannya mengusap rambut hitam legam si pemuda sedangkan tangan lainnya menepuk pelan punggung rapuh itu dengan teramat sayang. Merasakan punggung yang bergetar dari dalam dekapan nya.

Kastara menangis.

Tangisan yang begitu menyayat hati bagi si wanita.

"Sakit eum? dimana sakit nya? biar aku tiup" ujar wanita nya seraya menangkup pipi yang tengah terisak, merasakan air yang mengalir melewati jemari nya.

"Disini Res" jawab si pemuda begitu lirih sembari memegangi dada sebelah kirinya.

"Sakit banget.."

Si wanita tentu tak sanggup melihat pemandangan pemuda tersayang nya yang terlihat sangat rapuh. Kastara kini seperti kertas yang telah dibakar.

Bisa hilang kapan saja.

Wanita tersayang Kastara menggenggam tangan Kastara yang berada pada dada kiri nya, jemari halus itu kembali bertaut untuk kesekian kalinya.

"Asta bertahan ya? aku disini, masih disini dan akan terus disini"

"Aku ada untuk kamu, Kastara."

Lirih sang wanita dengan sangat amat memohon.







Hallo! ketemu lagi sama aku di cerita kedua akuu, yeaa!

Anw gimana hari kalian? semoga baik ya, and ya aku bakal usahain cerita ini ga ngaret kaya cerita Erga wkwk.

Okeyy, see you tomorrow love

Dinasti Anjaswara [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang