Bagian lima

8 3 8
                                    

Hello-!!

Ini agak panjang semoga kalian tidak bosen

Happy Reading guys ( ◜‿◝ )♡

~|•|~

"Gak seharusnya lo nonjok Kak Denta kayak tadi."

Ucapan Kelana itu sukses membuat Narendra mendongakkan kepala menatap gadis di depannya dengan kernyitan heran.

"Seharusnya dia bisa dapet yang lebih dari itu Na." Protes Narendra.

Kelana menghela nafas, sulit menghadapi Narendra yang sedang dilanda emosi. "Ren, lo tau gue udah biasa dengan semua itu. Jadi lo nggak perlu nyari ribut kayak tadi cuma buat belain gue. Kak Denta juga punya pilihan."

"Iya, dan pilihannya bukan lo. Jadi buat apa lo masih bertahan sama cowok brengsek itu?"

Kelana terdiam. Ucapan Narendra benar dan itu mampu menohok perasaannya. Dan Kelana akui, ia cukup bodoh untuk tetap bertahan pada orang yang mungkin sudah tak lagi menginginkan kehadirannya. Tapi untuk pergi pun rasanya tidak semudah itu. Kelana memilih bertahan pada luka yang mampu membuatnya hancur kapan saja.

"Sama dia emang sakit Ren. Tapi tanpa dia bakal lebih sakit rasanya."

~|•|~

Bel pulang sekolah telah berbunyi sekitar lima belas menit yang lalu namun Kelana baru bangkit meninggalkan kelas yang sudah sepi itu. Ia sengaja keluar agak terlambat karena tubuhnya masih sedikit lemas dan ia tak ingin berdesak-desakan di koridor sekolah yang pasti sedang ramai-ramainya saat jam pulang seperti ini. Ketiga temannya sedang ada ekskul jadi kali ini Kelana melangkahkan kaki seorang diri di koridor yang sudah mulai senggang.

"Lana!" Panggilan dari seseorang refleks membuat langkah Kelana terhenti. Gadis itu lantas berbalik dan mendapati Dentara yang sedikit berlari ke arahnya.

Mata Kelana terfokus mengamati tiap inci wajah Dentara. Laki-laki yang selama ini ia rindukan sikap hangatnya. Jika bisa Kelana ingin memutar waktu. Kembali pada saat-saat ia selalu mendapat perlakuan hangat dari Dentara. Saat-saat laki-laki itu seutuhnya miliknya. Hanya miliknya.

"Hei, kok ngelamun." Celetuk Dentara membuat Kelana kembali pada kesadarannya.

Kelana menggelengkan kepala, "Ah engga."

"Tadi, pingsan?" Tanya Dentara agak ragu.

"Iya."

"Kok bisa?"

"Telat makan."

"Maaf."

Kelana mendongak, matanya menangkap sorot kekhawatiran dari laki-laki di hadapannya. Bukan sorot mata dingin seperti yang biasa Dentara berikan. Kali ini laki-laki itu nampak peduli pada Kelana, dan Kelana harap itu benar-benar peduli yang bukan hanya sekedar nampak.

"Gak papa, Kak Denta jadi mau nemuin gue. Eh nemuinnya karena khawatir apa karena abis digebukin Naren? Haha, sorry ya kak gue geer banget." Jawab Kelana membuat Dentara tertohok. Sadar telah mengecewakan gadis itu untuk yang kesekian kalinya.

"Gue balik dulu ya kak, udah ditunggu abang ojol." Ujar Kelana berpamitan namun saat hendak melangkah tangannya malah ditahan oleh Dentara membuat gadis itu mengernyit.

"Pulang sama gue." Tawar Dentara dengan wajah memohon. Berharap kali ini bisa menebus kesalahannya pada Kelana.

Sebelah tangan Kelana melepas cekalan tangan Dentara membuat sang empu sempat tersentak. "Nggak perlu, kasian abang ojolnya kalo dicancel. Kasian juga Kak Leta kalo ditinggal. Duluan ya kak."

PancaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang