Tema : Prasangka Dreamlights_
Katkun
1. Galau
2. Emosi
3. Cemas
4. Percaya
5. Pantangan✍️
Teletik masih senantiasa menggelayut dari balik bingkai jendela barak, kala Abbreyaz menepi usai menyelesaikan latihan fisik bersama rekan-rekan sesama taruna. Dihidupkannya kembali ponsel yang sepagi tadi dimatikannya.
Tingg ....
DYAnya IYAS
Kak Iyas ... Dya galau, nih! > 07:01
Kok, fotonya belum dihapus. Malah banyak yang komen. > 07:02
Huwaaa ... Kak Iyas cuekin Dya. > 13:41
Lelaki itu tersenyum saat membaca pesan yang dikirimkan oleh gadis pemilik hatinya itu. Ia tahu benar sang kekasih yang mendiami Ibukota tersebut tengah memberi kode, bahwa ingin berkeluh kesah padanya. Tak perlu menunggu lama, gegas ia mengirim pesan balasan.
Nona cantik kenapa? > 16:58
Saya baru selesai mandi, Dek. > 16:59
Layar ponsel yang berada dalam genggaman Iyas bergetar menandakan panggilan masuk dengan menampilkan potret dirinya bersama Tadya, adik kelas semasa putih abu-abu yang sudah menemani selama dua tahun terakhir."Assalamu'alaikum," sapa Iyas sembari menggosok rambut cepaknya dengan handuk.
"Wa'alaikumussalam," balas gadis dari seberang ponsel Abbreyaz.
"Sedang apa, Dek?"
"Lagi mantau cowok yang hobi tebar pesona!" sungut Tadya.
Diletakkannya handuk pada atas tempat tidur yang didudukinya. Sejenak ia berpikir arah pembicaraan kekasihnya. "Hmm, ada yang mulai terbawa pusaran angin rupanya."
"Lho, emang bener 'kan?! Bisa aja 'kan, seharian ini Kakak abis jalan sama cewek yang nempel mulu pas pesiar kemarin!" berondong Tadya meluapkan emosi.
"Ya Allah, Dek! Kenapa bahasannya jadi ke sana?" keluh Abbreyaz. "Pertama, dari pagi saya latihan di lapangan asrama. Kedua, Adek tau 'kan saya terikat kedinasan, mana mungkin saya bisa keluyuran! Ketiga, dia saudaranya Arik, rekan sebarak saya. Hanya sebatas itu dan tidak lebih," jelas pemuda itu panjang lebar.
Hal ini bermula selumbari yang lalu. Sore itu Abbreyaz yang mendapat jatah berlibur beberapa jam di pusat kota Jogjakarta untuk membeli keperluan, menerima ajakan rekannya untuk bergabung dan berkumpul dengan keluarga sang rekan.
Usai menghabiskan hidangan yang disajikan ia beserta keluarga rekannya pun berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Kebetulan sekali pemuda yang tampak gagah dengan seragam khas-nya itu, terpotret tengah berdiri bersisian dengan salah seorang sepupu rekannya.
Tak pelak, foto yang diunggah pada laman media sosial dengan menandai Abbreyaz di dalamnya menyulut percikan api cemburu pada diri Tadya. "Ah, yang bener?! Jangan-jangan, Kakak juga menikmati kebersamaan kalian!" sarkasnya.
Abbreyaz menghela napas. Menghadapi gadis pujaannya kini, memang tak semudah saat mereka masih berdekatan. Ya, jarak membentang di antara mereka kerap menimbulkan kesalahpahaman yang berasal dari sebuah asumsi.
"Dek, bisa 'kan kita tetap percaya satu sama lain? Seperti saat awal Adek mengantar saya pendidikan." Abbreyaz berusaha meyakinkan Tadya. "Apa yang sebenarnya mengganggumu?"
"Hemm ... iya," jawab Tadya melunak, "Dya cuma takut ... takut kalo Kakak tertarik sama yang lain dan kita putus gitu, aja."
Tak ada suara yang Abbreyaz lontarkan guna meredam ketakutan Tadya. Pemuda itu memilih diam, hingga sang gadis kembali memanggilnya.
"Kak ...."
"Iya."
"Emangnya salah, kalo Dya punya pikiran soal cewek yang kemarin ngajakin foto itu, suka sama Kakak?"
Mendengar ungkapan Tadya, Iyas paham perihal rasa cemas yang disampaikan gadis tersebut. Namun, ia berharap perkataannya mampu untuk menguatkan kekasihnya.
"Dek ... kata 'putus' termasuk pantangan buat hubungan seperti kita. Apapun dan bagaimanapun Adek tetap jadi pilihan saya. Adek tahu 'kan maksudnya?"
Tadya yang semula siap meledak---sebab memupuk kekesalannya sejak pagi---kini seolah lebur dalam penuturan Abbreyaz. "Iya. Maafin Dya, ya, Kak."
"Lain kali, Adek tanya dulu, ya. Jangan langsung memvonis sesuatu tanpa tau fakta yang sebenarnya."
Penuturan Iyas membuat Dya malu, sebab praduganya sungguh tak berdasar. "Maaf karena sudah nuduh Kak Iyas."
"Saya juga minta maaf, Dek. Selanjutnya, saya akan lebih berhati-hati lagi dalam membawa diri," cetus Abbreyaz.
Tadya tertawa. "Kedepannya juga, Dya akan lebih dewasa lagi menyikapi apapun yang hadir dalam perjalanan kita."
Samar-samar gema Adzan mulai merasuki indera pendengaran, membuat Abbreyaz harus mengakhiri sambungan teleponnya. "Maghrib, Dek. Saya tutup dulu, ya."
"Iya, Kak."
"Assalamu'alaikum, Asmarandhani."
"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh," pungkas Tadya dengan perasaan lega.
.
.
.
18.02.2022 – 22:33
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNES (JUm'at meNulES)
Short StoryKumpulan cerita pendek untuk tugas kelas intrinsik @dreamlights_