|2|

55 7 0
                                    

Pagi ini terlalu dingin. Suhu dingin benar-benar menggigit tulang-tulangnya, menarik-narik selimutnya, barangkali juga menyusup di pori-pori kulitnya. Seharusnya tak mengejutkan, lagipula sekarang sudah memasuki bulan Desember dan musim dingin sudah berlangsung di puncaknya. Tapi persetan, Rindou tahu saat ini cuaca benar-benar buruk, cuma yang ia butuhkan sekarang hanyalah selimut tebal yang dapat menangkis semua rasa dingin yang membuatnya menggigil sepagi ini.

Lagipula pemanas mana yang tiba-tiba mati di saat cuaca buruk begini? Kakaknya benar, asrama sekolah memang menyebalkan jika menyangkut masalah fasilitas.

Membuka matanya secara terpaksa, Rindou memaksakan tubuh-tubuhnya untuk bangkit duduk. Alarmnya sudah berbunyi, jika ia tak segera bangkit (meskipun benar-benar malas untuk berdiri) bukan hanya mampus kedinginan, tetapi ia juga harus membersihkan toilet di cuaca seperti ini. Dan Rindou, tentu saja tak mau menambah beban buruk hanya karena kemalasannya.

Berjalan dengan lambat-lambat, ia akhirnya mencapai kamar mandi setelah melawan kemalasannya yang benar-benar keras kepala. Salah satu tangannya mengambil sikat gigi, sementara yang lain menggosok mata kirinya yang berkedut-kedut mengantuk. Sungguh, rasanya ia ingin bolos jika saja kakaknya tak akan menanyainya nanti.

Tiba-tiba Rindou bisa merasakan ada beban berat di kepalanya.

Ia tak perlu menoleh untuk tahu itu siapa. Lagipula siapa lagi yang tinggal di kamar ini bersama dirinya, jika bukan teman sekamarnya yang merangkap menjadi kekasihnya ini. Rindou bahkan sudah hapal semua kelakuan kekasihnya ini, contohnya pagi-pagi seperti ini bukannya bersiap-siap, malah sibuk meminta dimanja.

"Pagi." Haruchiyo menguap pelan, kepalanya disandarkan pada bahu kekasihnya. Sementara kedua tangannya sibuk memeluk pinggang di hadapannya, mencari-cari sisa kehangatan. Terlihat seperti kucing besar yang meminta dimanja. "Ah dingin sekali, Rin-chan tidakkah kau merasa lebih baik kita bolos saja?"

"Dan membiarkan aniki menginterogasiku nanti? Tidak." Mengusap sedikit air ke wajahnya, Rindou masih merasa menggigil dengan dingin yang tak mau beranjak. Astaga, wajahnya seperti disiram air es. Secara reflek, ia menempelkan tubuhnya lebih dekat ke kucing manja di belakangnya.

Haruchiyo mengerutkan bibirnya. Ia mendecak sebal ketika pagi-pagi sudah dibuat jengkel oleh kakak kekasihnya. Sepasang alisnya menekuk kesal. "Aish kakakmu itu, bisa tidak dia menyingkirkan broconnya sejenak."

"Entahlah, coba saja tanya sendiri."

"Aku sudah memukulnya sejak lama, jika aku tak berpikir itu akan membuatmu kesal."

Rindou terkekeh pelan. Ia memakai kacamata bulatnya dan berbalik untuk menatap kekasihnya yang semakin menempelkan dirinya. Menatap wajah mengantuk kekasihnya, ia menguap-usap surai pink panjang milik Haruchiyo. "Kau dingin sekali, tidak pakai selimut tadi malam?"

Haruchiyo nampak semakin mengerutkan bibirnya. "Bagaimana bisa kau tak ingat? Aku lima kali ingin tidur bersamamu, tetapi kau sudah lebih dulu menendangku dari kasurmu. Ah Rin-chan kau harus tanggung jawab!" protesnya semakin merajuk.

Kalau sudah merajuk begini, mau tak mau Rindou harus mengalah. Dibiarkan saja pun, kekasihnya itu malah akan semakin menjadi-jadi dan membuat banyak ulah. Masih mengusap-usap kepalanya pelan, Rindou mencoba mengubah nada suaranya.

"Eum, maafkan aku yah Haru? Ya? Habisnya kasur asrama sempit sekali, kau tahu sendiri 'kan? Lain kali oke?"

Haruchiyo masih tetap menekuk bibirnya. Namun kekasihnya itu hanya mendekatkan wajahnya, dan berbisik. "Satu ciuman."

Rindou harus menahan diri untuk tidak memutar kedua matanya. Ia hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah merajuk kekasihnya. Perlahan, ia mendekat, mengusap luka masing-masing di sudut bibir kekasihnya, dan menyapu bibir kekasihnya dengan miliknya.

Tak ada lumatan, tak ada gigitan, hanya sekedar ciuman lembut yang menenangkan. Rindou merasa pagi yang semula terlalu dingin, perlahan menghangat begitu saja sebab kehadiran kekasihnya. Yah tidak buruk-buruk amat untuk mengawali hari.

Brak!

"Oi Sanzu, lama sekali sih! Bos dan yang lain sudah menunggu—"

Atau barangkali tidak.

Sialan, Rindou tarik kembali perkataannya, pagi ini memang benar-benar pagi yang buruk.

Kokonoi Hajime berdiri mematung di ambang pintu, sepasang matanya melebar dan mulutnya menganga. Barang bawaannya jatuh menghantam lantai.

Ah, semesta barangkali terlalu kehabisan cara, sampai mengirimkan Kokonoi Hajime untuk satu-satunya orang yang pertama kali memergoki hubungan keduanya.

Christmas || sanrin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang