Chapter 2

5 2 0
                                    

Typo bertebaran ya, maaf

Chapter 2
The Brother's

Keesokan harinya, Niel tak hentinya menangis sesenggukan di gendongan Aldern lantaran kedua orang tuanya itu sudah berangkat keluar negeri pagi pagi buta tadi sebelum dirinya terbangun dari tidur nya. "Hikss.. kakakkk.. mau momiii hiks.." ujarnya disela sela isakam si kecil. "Shhttt iya iya sayang.. mommy lagi pergi, Niel sama kakak dulu ya.. eumm mau main hm?" Tanya Aldern lembut, sembari mengusap punggung sang adik yang bergetar akibat menangis sesenggukan. Niel yang awalnya menenggelamkan kepalanya di ceruk leher sang kakak pun mendongak menatap wajah Aldern dengan mata berair dan bibir melengkung kebawah "main.. bang bala" sahut Niel sedikit cadel. Aldern yang mengerti pun langsung berjalan kearah ruang tengah, lebih tepatnya ke arah sofa tempat kedua adiknya yang lain duduk. Radit duduk sembari memangku kepala Bara di pahanya. "Abang.. nih adiknya mau main sama Abang" mendengar perkataan Aldern Bara dan Radit menoleh. Bara mengganti posisinya menjadi duduk "Adek kenapa nangis kak?" Tanya nya mendekat ke arah Niel yang sudah didudukan di karpet berbulu tepat di bawah lantai.

"Hikss.. Abang.. mau momiii" Bara menatap sendu sang adik dan mengusap air mata Niel. "Main sama Abang aja ya." Niel mengangguk dan bermain bersama Bara. Sedangkan kedua kakak laki-laki yang lain hanya duduk menatap sendu kedua adiknya itu. Hingga tatapan sendu mereka berubah menjadi tatapan bulat sempurna lantaran melihat darah mengalir dari lubang hidung Niel. Dengan cepat Radit mengambil tissue dan menyumpal lobang hidung sang adik dengan tissue yang ia ambil barusan. "Hiks.. Aa.. cakit.." Adunya pada Radit. Entahlah, mungkin karena terlalu lelah menangis barusan hingga membuatnya mimisan secara tiba tiba. Pangkal hidungnya tersumbat dan sakit, itu yang dirasa oleh Niel. Aldern yang merasa tak tega kembali menggendong Niel dan menaruh kepala adiknya menyandar di dada bidang "pusing ya dek.. aduhh jangan nangis, nanti tambah pusing ya" seolah mantra sihir, ucapan Aldern mampu membuat si bungsu tak lagi menangis hanya terlihat lebih pucat saja. Mereka sudah terbiasa dengan hal tersebut. Niel lebih sering mimisan jika terlalu lelah dan sangat rentan sakit. Karena Niel terlahir dengan prematur, mengakibatkan imun tubuh nya lemah atau lebih tepatnya pengidap autoimun.

"kira kira mommy Daddy kapan balik ya kak?" Tanya Radit menatap sang kakak. Sepercik klarifikasi, Secara urut mereka berumur: Alder 12 tahun, Radit 11 tahun, Bara 6 tahun dan yang terakhir Niel yang kini masih lah berumur 1 tahun 6 bulan.

"Ntahlah, kakak juga Ndak tau" ucapnya menyahuti sang adik. Namun tiba tiba handphone pribadi nya berdering dan saat ia melihat pada layar handphone, ternyata nomor tak dikenal. Aldern sedikit ragu dan akhirnya memilih mengangkat telepon nya takutnya orang penting. "Ya halo?"

"Dengan keluarga Tuan dan nyonya Hans William?"

"Ya saya putra beliau, ada apa dengan orang tua saya?"

"Maaf saya hanya mengabarkan, jika mereka telah mengalami kecelakaan pesawat ×××× dua puluh menit yang lalu. Dan korban meninggal di tempat kecelakaan"

Deg.. Dunia Aldern seakan hancur kala mendengar hal tersebut. Handphone canggih miliknya ia jatuhkan hingga membuat suara yang cukup mengalihkan perhatian ketiga adik dan para maid disana. "Gak.. gak mungkin.." Aldern menggelengkan kepalanya, seperti tak mungkin terjadi. Radit yang melihat hal tersebut pun berjalan menghampiri sang kakak "kak.. kakak kenapa kak?" Tanya nya dengan wajah khawatir. Tak menjawab, Aldern memeluk Radit dengan erat.. "Hiks.. mommy Daddy meninggal hiks..  Meraka kecelakaan pesawat hikss. Hikss.." Radit mematung dan ikut memeluk Aldern, mereka berpelukan hingga satu bodyguard mengatakan "Tuan muda, saya sudah mencari informasi tentang keberadaan jenazah tuan dan nyonya. Mari kita kesana Tuan muda" Aldern menyeka air matanya dengan kasar "Baiklah, aku akan bersiap siap" ucapnya menggendong si bungsu Niel yang ikut sesenggukan melihat kedua kakak laki-laki nya menangis.

Sedangkan Radit, ia menggenggam tangan Bara yang lebih kecil dari tangannya "Shhttt.. Bara tenang yah.. hiks.. kita pergi mengantar mereka untuk ke terakhirnya okey hisk.. kita harus kuat buat Adek.." ucap nya menenangkan Bara yang terisak kecil. Pendengaran Bara cukup tajam hingga dapat mendengar semua percakapan kedua kakak laki-laki nya tadi.

Sore hari. Gerimis hujan mengalir membasahi kedua gundukan tanah dengan batu nisan dia atasnya. Keempat putra Vino dan Amanda itu kini menatap kosong kearah tersebut. Sungguh mereka belum siap jika hidup tanpa kedua orang tuanya. Apa jadinya mereka nanti jika besar tanpa adanya kasih sayang kedua orang tua, termasuk Niel yang memiliki imun tubuh yang lemah. Bungsu meraka pasti sangat membutuhkan kedua orang berjasa tersebut. Namun takdir sudah menentu, Meraka hanya bisa pasrah meretapi nasib kedepannya.

Aldern menatap ketiga adiknya itu dan berkata "Radit.. Bara.. dan Baby Niel setelah kepergian mommy dan Daddy, kakak janji kakak akan menggantikan posisi mereka untuk kalian. Dan Radit, Bara.. kita harus tetap kuat okeh, demi Adek.." ucap Aldern yang terdengar sangat lirih. Ia berjanji akan menjaga ketiga adiknya dengan baik, terlebih lagi Niel. Mereka saling mendekap, seolah saling menyalurkan kekuatan pada satu sama lainya. Tangan kepercayaan sang almarhum Daddy mendekat "tenang lah tuan muda, saya akan membantu segala urusan perusahaan dan hal hal yang lain. Mari pulang" Aldern mengangguk saja dan akhir mereka pulang ke mansion.

The Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang