Amarah Baron mulai memuncak. Obsesi membutakan pikiran dan menggerogoti hatinya. Harga dirinya terasa dinjak-injak. Bukan hanya sekali penolakan, tetapi ini sudah berkali-kali. Jangan harap Baron akan diam saja diperlakukan seperti ini!
"Kamu ada waktu nggak? Kita ngopi-ngopi bentar, yuk!" ajak Baron.
"Aduh, maaf, ya. Aku nggak bisa kalau sekarang soalnya lagi ada meeting buat new project," tolak Lea.
Baiklah, pada mulanya Baron percaya-percaya saja. Sepertinya Lea memang sedang sibuk. Waktunya tidak memungkinkan Lea untuk menyetujui ajakan Baron. Namun, tidak mungkin Lea selalu sibuk di setiap Baron menemuinya, kan?
"Hi, how busy you are, My Lady? Dari tadi aku coba nyapa tapi dicuekin," kekeh Baron.
"Ehh, Baron. Sorry, aku nggak liat kamu tadi. I'm just confused right now," balas Lea.
"Okay, but ... don't push your self too hard."
Baron bisa memakluminya. Mungkin Lea kelelahan. Wajar saja, Lea sedang mempersiapkan sebuah konser yang akan digelar dalam beberapa waktu ke depan. Namun, apakah dia memang benar-benar tidak punya waktu 5 menit saja untuk sekadar mengobrol ataupun bertegur sapa?
Tidak masalah, Baron mencoba untuk menghampiri Lea jika mereka memang sulit untuk bertemu. Biarkan Baron yang mengalah. Dia rela menyempatkan diri untuk menemui Lea di tengah jadwal shooting yang cukup padat. Akan tetapi, coba tebak, apa yang dia dapatkan?
"Tunggu sebentar, ya, aku udah mau perform."
Bukan, bukan masalah Baron yang tidak mengerti dengan kondisi Lea yang dikejar waktu. Baron tidak seceroboh itu mau mengobrol dengan orang yang super sibuk tanpa mengetahui jadwal pekerjaannya.
Sebelumnya, Baron sudah menghubungi manajer Lea untuk menanyakan pada pukul berapa sang artis akan tampil. Bahkan, dia sampai menanyakan perihal waktu luang Lea di hari itu.
Apakah Lea menghindarinya? Bukan apa-apa, tetapi tadi Lea pamit dengan keadaan mekap yang sepertinya baru setengah jadi. Bayangkan saja! Baron masuk ke ruang mekap Lea hanya untuk mengobrol. Namun, begitu dia masuk, gadis itu langsung beralasan pergi karena akan tampil dalam waktu dekat, di mana Baron melihat sendiri bahwa Lea belum memoleskan lipstik di bibirnya.
Entahlah, Baron merasa semakin tertantang. Lea itu terlalu misterius baginya. Semakin Lea menghindar, Baron semakin bersemangat untuk mengejarnya. Sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan retak juga. So, kata menyerah tidak ada di dalam kamus milik Baron.
"Kamu beneran nggak ada waktu ... sama sekali?" tanya Baron.
"Baron, sekali lagi sorry banget. Tapi, ada urusan penting yang nggak bisa aku skip. Gimana, ya? Sebenernya, aku juga nggak enak kalau kamu capek-capek dateng ke sini, tapi akunya lagi sibuk. Mungkin, next time, ya. Dan ... kalau kamu mau ke sini, ada baiknya kalau kamu kabarin aku dulu, oke?" balas Lea.
Baron hanya bisa tertawa dalam hati. Bagaimana dia bisa memberikan kabar pada Lea kalau gadis itu saja tidak pernah mengangkat teleponnya? Jangankan telepon, chatnya saja jarang sekali dibalas. Kalaupun dibalas, biasanya membutuhkan waktu 3-5 hari.
Tidak, Baron tidak akan marah hanya karena itu. Baron tahu Lea memang menghindarinya, terlihat dari sikapnya belakangan ini. Akan tetapi, di saat Lea lebih mementingkan orang lain, di situlah Baron merasa dibodohi.
Oke, Baron sudah 'menebalkan muka' demi Lea. Berkali-kali Baron ditolak, tapi nyatanya Baron tetap berusaha mengejar Lea, kan? Baron menghargai sikap gadis itu yang mungkin terkesan menolaknya. Baron tetap mendekatinya secara perlahan. Namun, tidak lagi untuk saat ini. Sudah cukup, ini keterlaluan!
Baron melihat Lea tertawa dengan bahagianya di sebuah taman, di dekat lokasi shootingnya. Jadi, ini yang dia maksud dengan urusan penting tadi? Berduaan dengan pria lain itu disebut urusan penting? Hebat sekali!
Di saat Baron selalu kecewa dengan penolakan yang Lea berikan, gadis itu malah memilih untuk mendahulukan pria lain? Kenapa Lea tidak sibuk saat lelaki lain yang memintanya untuk bertemu? Sudah pasti ada yang tidak beres, kan?
Detik ini juga, Baron sudah memutuskan untuk menyatakan perasaannya pada Lea. Dia sudah tidak tahan lagi diperlakukan seperti ini. Harga dirinya dipertaruhkan sekarang.
"Kalau kamu masih anggap aku sebagai temen kamu, dateng ke Anavola's Restaurant sekarang. I'm waiting for you here, My Lady."
Sesuai dengan prediksi Baron, Lea pasti datang. Baron dan Lea menikmati makanan mereka dengan tenang. Terkadang, Baron melontarkan candaan dan tak jarang, Lea pun ikut tertawa. Namun, setelah mereka keluar dari restoran itu, suasananya berubah tegang.
"I love you, My Lady. Since I met you, I never stopped thinking about you. I can't take my eyes off you," ucap Baron dengan sungguh-sungguh sambil memegang kedua tangan Lea.
Great! Pantas saja perasaan Lea tidak enak sejak tadi. Ternyata ini penyebabnya. Dia sudah menduga kalau cepat atau lambat hal ini akan terjadi.
"If you have the sweetest dream ..., I want to be a part of it. If it is wrong to love you, then my heart just won’t let me be right. So ..., will you be mine?" lanjutnya.
"Baron ..., really, thank you for telling me about your feelings, but ... I just can't. Kamu udah kayak sahabat buat aku. It's so nice to talk to you. To be honest, I like you as a friends. So ..., I hope you understand," jelas Lea.
Raut kekecewaan Baron tampak jelas. Bisa-bisanya Lea berkata semudah itu? Secepat itukah? Ibarat kata, Lea tidak membiarkan Baron bernapas setelah pernyataan cinta yang dia katakan dengan susah payah itu. Namun, hasilnya nihil.
"Listen, aku seneng bisa kenal sama rekan kerja yang satu frekuensi. Kita punya hobi yang sama. Dan kamu pernah bilang kalau kamu mau aku jadi pengisi soundtrack film kamu. We can work together, right?"
Rasa bersalah hinggap di hati Lea. Menolak seorang lelaki bukanlah perkara yang mudah karena secara sengaja maupun tidak sengaja, Lea telah melukai perasaan Baron. Ya, tetapi mau bagaimana lagi? Cinta tidak bisa dipaksakan. Benar, kan?
"Of course, we can work together ...." balas Baron dengan kepala yang sedikit menunduk.
Lea mengulas senyum tipisnya. Syukurlah kalau Baron masih mau berkarya bersama dengannya. Jujur, Lea bukan tipe gadis yang bertele-tele. Kalau dia bilang tidak, ya, tidak. Begitupun sebaliknya.
"Before you tell the truth," sambung Baron.
Gelap. Setelah Baron mengatakan hal itu, Lea bisa merasakan mulutnya dibekap dari belakang. Hal terakhir yang bisa dia lihat adalah Baron yang sedang menyeringai. Setelah itu, dia benar-benar kehilangan kesadarannya.
Wah, kenapa tuh? Kira-kira Lea kenapa, ya?🤔
Jangan lupa vote dan komen, guys!❤
Dipublikasikan : 21 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Macaron in Painting ✔ [TERBIT]
Roman pour Adolescents[DIBUKUKAN] [PART TIDAK LENGKAP] Hidup Lea tidak secantik dan semanis macaron. Trauma yang mendalam membuatnya merasa tak lagi berharga. Bukannya lemah, tapi dia merasa kalau bebannya sudah terlalu banyak. Ibarat kata, seperti wadah yang diminta unt...