Petrikor adalah aroma yang paling kamu sukai. Rasi bintang adalah objek yang paling suka kamu tatap. Semantara dekapan ku adalah tempat paling nyaman buat mu.
Benar kan? Tentu saja. Aku tidak pernah sedikit pun melupakan bagian mana yang kamu suka atau yang tidak kamu suka.
Meski kamu suka hujan, kamu kurang suka dengan badainya. Meski kamu suka aroma tanah sehabis hujan, kamu malah tidak suka genangan air hujan yang bercampur dengan tanah. Aku masih mengingatnya dengan sangat baik.
Aku juga tidak lupa segala sikap mu. Bagaimana kamu memperhatian diri ku dengan sangat baik. Seperti, Sudah makan belum? Jangan merokok, itu gak baik loh. Kamu tuh game mulu! Aku gak ngelarang, ya cuma jangan sampai larut malam dong.
Aku selalu terkekeh ketika kamu marah-marah. Yang mana malah kamu mendiamkan aku begitu lama. Kamu memang tidak berteriak dengan sangat nyaring atau merebut handphone ku lalu menghapus game nya. Malahan kamu akan melampiaskannya pada rumput-rumput segar yang tidak bersalah.
Dengan tidak berperasan nya, kamu akan mencabut rumput-rumput di depan mu sampai gundul. Seolah-olah dengan begitu kamu baru saja mencabut segala kekesalan dan amarah mu.
"Hana, coba ke sini. Kasihan rumputnya kamu cabutin, nangis dia." Aku selalu berucap begitu untuk menghibur mu.
Meski aku tau kamu sama sekali tidak terhibur, nyatanya itu berhasil menghentikan kegiatan mu. "Loh! Bagus dong kalau aku cabutin rumputnya, bersih loh ini!" Dan kamu selalu bisa mengelak dengan berbagai alasan.
Sementara aku, di atas dipan di teras ini hanya bisa tergelak ketika muka mu berubah merah seraya menatap aku.
"Ngeledek!!" Kata mu dengan nada tidak suka.
Aku jelas langsung menggeleng. Jelas tuduhan Hana itu salah. Aku tertawa karna dia terlihat begitu menggemaskan--- seperti kelinci yang sedang makan wortel.
"Aku gak ngeledekin. Ya Allah, sini dong duduk samping aku." Kata ku seraya menepuk tempat kosong di samping ku.
Meski Hana mendengus keras dengan wajah marahnya. Dia tetap menurut lantas duduk di samping ku.
"Marahan nih?" Tanya ku, sebab biasanya Hana paling suka bersandar pada ku.
"Engga kok." Sahutnya, kemudian sepersekian detik berikutnya kepala nya itu sudah bersandar dengan nyaman pada bahu ku, hanya untuk membuat aku tergelak lebih nyaring lagi.
Dia hanya diam, padahal biasanya dia akan mendorong aku hingga terjungkal lalu balik mengetawai diri ku. Tapi entah mengapa kali ini berbeda. Dia benar-benar terlalu tenang.
Seperti angin malam. Tenang sekali, entah nantinya hanya lewat atau malah membawa badai.
"Dingin gak?" Tanya nya sambil mendongak. Mata bulat lucu itu berbinar begitu terang.
"Iya nih... Kenapa kamu mau pulang? Aku antar deh." Sahut ku, dia malah menggeleng.
Iya sih, malam ini cukup dingin. Padahal baru selesai sholat maghrib. Biasanya tidak sedingin ini kok.
"Nanti aja. Aku masih mau di sini."
Omong-omong, kalian mungkin bertanya-tanya mengapa aku bilang akan mengantarkan Hana pulang. Kami cuma sepasang kekasih. Kami tidak tinggal bersama. Hana kebetulan ke tempat kos ku hari ini, hanya itu.
"Gimana sama kerja kamu hari ini?"
Pertanyaan sederhana dari Hana yang mampu memulihkan energi ku. Pertanyaan Hana yang begitu selalu aku ingat sampai kapan pun.
"Biasa aja. Gak ada yang wow banget. Serius deh." Sahut ku, dia hanya mengangguk. Lalu mendangak untuk menatap langit.
Ah aku hapal kalimat setelahnya. Aku sudah hapal kalau urusan Hana. Kalau gadis itu mendangak dia pasti akan bilang, bintang nya cantik ya

KAMU SEDANG MEMBACA
In The End You Are My Home | Huang Hendery✔
Conto❝Aku pikir, aku adalah rumah paling layak untuk kamu pulang. Ternyata aku salah, kamu lah rumah untuk ku. Dan aku memutuskan untuk kembali pulang.❞ ____________________________________ Ig: acelemon_ [Cover bikin sendiri] ©Lemon, 2021