Mentari menyambut Dewi dipagi hari, tepat di depan gerbang SMAN 011 Utan. Dengan baju batik berwarna biru, rok hitam dan juga kerudung hitam yang seragam dengan semua murid di sekolah itu, Dewi berjalan dengan penuh keraguan, perlahan. Dewi melangkah menyusuri lorong menuju ruang BK. Dewi mengetuk pintu dan segera masuk.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam. Wah, kamu ternyata rajin yaa. Baru jam 7 udah datang aja. Bagus- bagus, kamu memang siswi teladan." Jawab Pak Saleh
Dewi hanya tersenyum, lalu Ia membatin "Teladan darimana nya? Ini kan udah jam 7 lewat, Pak. Saya kira, saya akan dihukum. Tapi alhamdulillah deh, dapat kesan baik dihari pertama."
"Yaudah kamu duduk dulu aja. Kamu kan belum dapat kelas, jadi untuk sekarang kamu harus menunggu Pak Dul, yaa." Sambung Pak Saleh.
Dewi mengangguk, duduk dan terus membatin. Dewi tak habis pikir, bagaimana bisa murid- murid disini datang tidak tepat waktu. Apa mereka memang terbiasa seperti ini atau pihak sekolah yang kurang disiplin memdidik murid-muridnya?
15 menit kemudian, bel berbunyi, menandakan jam pelajaran pertama dimulai. Sementara Dewi, masih menunggu, menunggu dan menunggu. Dewi tidak merasa bosan. Dewi merasa gundah karena Ia belum menemukan jawaban dari pertanyaannya yang kemarin. "Dewi harus bersikap seperti apa, besok?"
Jarum pendek menujukkan angka 8, tepat. Saat itu, ada seseorang yang masuk dan memecahkan keheningan ruangan.
"Dewi, kamu udah lama nunggu saya?"
"Baru kok, Pak." Jawab Dewi dengan garis lengkung diwajahnya.
Tanpa basa-basi lagi, Pak Dul mengajak Dewi ke ruangannya.
"Kamu mau masuk kelas yang mana?" Pertanyaan Pak Dul itu membuat Dewi kaget.
"Hmmm.." gumamnya pelan.
Belum sempat Dewi berucap, Pak Dul berbicara lebih dulu dan menjawab pertanyaannya sendiri "Kamu masuk kelas XI MIA 1. Kamu cocok berada diantara anak-anak murid yang pintar disekolah ini. Bagaimana?"
Lagi-lagi Dewi seperti tak diberi kesempatan untuk berbicara. "Ayo, ikuti saya!" Pak Dul berjalan menuju kelas baru Dewi dengan tergesa-gesa seperti biasanya, sementara Dewi berjalan perlahan-lahan berjarak jauh dibelakang Pak Dul sembari memikirkan perkataan Mama "Ingat yaa, kamu jangan terpengaruh sama teman-temanmu nanti. Kamu yang harus mengubah mereka." "Siap, Ma" Dewi bergumam dalam hatinya.
Ia tak sanggup melihat apa yang ada tepat di depan matanya saat ini. Kelas XI MIA 1, itu yang tertulis tepat diatas pintu dihadapannya. Pak Dul berada dalam kelas itu, sedang berbicara dengan guru yang mengajar. Sontak, Dewi terdiam, membeku didepan pintu kelas. Ada beberapa murid yang mencoba untuk melihat kearah pintu, penasaran dengan kehadiran murid baru. Suasana dalam kelas itu berubah menjadi bising, tak lagi tenang.
"Dewi, silahkan masuk dan perkenalkan dirimu, yaa. Sekarang pelajaran Bahasa Indonesia dan kebetulan beliau adalah walikelas kamu." Pak Dul kembali keruang kerjanya, meninggalkan Dewi.
"Anak-anak kita kedatangan teman baru, nih. Kita beri dia kesempatan untuk memperkenalkan dirinya, yaa." Tanya Bu Ummu pada murid kelas XI MIA 1. "Iyaa Bu..." jawab mereka.
"Perkenalkan nama saya Dewi Anggita, saya pindahan dari SMA IT Harapan Umat, Jakarta. Sekian, Terimakasih."
Sejak Dewi berada didepan pintu, Ia melihat seorang yang tak asing wajahnya. Orang itu melambaikan tangan sembari menggil tanpa suara "Dewi..., hai...." Dewi berusaha keras untuk mengingat namanya. Namun, Ia lupa total. Sudahlah, lupakan.
Dewi juga melihat, dua orang yang duduk berdampingan dan berkata bersamaan "Dewi, ingat kita, gak?" Dewi membalas mereka dengan senyuman lebar. Tentu saja Dewi mengingatnya, mereka telah saling mengenal sejak SD. Selama Dewi bersekolah di Jakarta, Ia tidak pernah bermain dengan teman-teman SD-nya lagi. Dewi sangat merindukan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewi Langit
Teen FictionSMA adalah masa-masa terindah, seharusnya. Dewi, murid pindahan baru ke sekolah ini. Yang dibaliknya menyimpan banyak cerita serta harapan-harapan murid-murid sekolahnya.