Anak Tetangga

2 0 0
                                    

Disclaimer!
Cerita ini cuma karangan fiksi.
Semua ide cerita murni dari penulis (mungkin kedepannya akan ada part yang terinspirasi dari pihak lain. Tenang, bakalan diberi watermark kok!)

Happy reading
With Love
Yell.Ownthor 💛

.
.
.
.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Ternyata, topik tentang “Kedatangan tante Wulan dari luar negeri” masih dibahas di keluarga si kembar. Bapak terlihat terkejut dengan berita dadakan yang ibu beritahu barusan, Rohan dan Hana hanya diam dan makan dengan tenang.

Sepertinya jika urusan makan mereka sudah seperti manusia yang tidak memperdulikan segala macam kejadian penting di dunia ini—buktinya topik tentang tetangga lama pun tak mempan menganggu makan malam mereka—dan ibu yang masih antusias seperti tadi siang menceritakan semua topik yang kalau tidak diceritakan kepada bapak, beliau akan ketinggalan berita penting seolah berita itu bisa mengubah nasib dunia pertetanggaan.

“Kalian masih ingat anaknya tante Wulan?”

Kali ini ibu bertanya dengan wajah ingin tahu—alias kepo—pun bapak yang matanya sudah terarah ke mereka berdua, Rohan mengangguk sementara Hana menggeleng.

“Hana bilang dia lupa sama orangnya, padahal dulu dia paling semangat kalau sudah diajak main bareng—ADUH! Nggak usah mukul!”

Hana mendelik lalu memukul keras lengan Rohan hingga bunyi “PLAK”, menatap tajam Rohan seakan-akan tatapannya itu bisa membuat ciut. Yang ditatap malah meringis lalu mengelus lengannya yang sudah menjadi korban kekerasan saudara kembar.

“Nggak terlalu ingat, bu. Emangnya kenapa, sih sama anaknya itu? Kayaknya penting banget dibahas”

Ketiga orang berbeda usia itu saling menatap seakan ada sesuatu yang dirahasiakan dari Hana. Cewek itu balas menatap heran ketiga anggota keluarganya, memang apa yang disembunyikan? Apa dulu Hana penah berbuat sesuatu terhadap anak si tante Wulan ini? Sekarang ia merasa seperti orang yang dicurigai lalu diintegorasi karena sudah melakukan kesalahan fatal yaitu lupa dengan tetangga sendiri.

“Wah! Hana sudah move on, ya? Awas kalau ketemu nanti langsung nggak jadi move on. Soalnya katanya tante Wulan, anaknya itu pindah kuliah di Universitas Nusa Satu, loh! Bakalan jadi kakak tingkat kalian nanti”

Oh.

Ternyata satu tingkat di atas mereka rupanya, Hana pikir anak itu seusia mereka dan baru mau mendaftar juga di perguruan tinggi itu. Hana sudah punya bayangan kalau nanti berkuliah, para orangtua ini akan saling meminta anak mereka untuk pergi dan pulang bersama.

Ah! Tidak mungkin.

Hana dan Rohan kan punya motor masing-masing, masa iya nanti mereka pergi bersama lalu berjejer bertiga di jalan raya? Yang ada mereka kena amuk pengendara lainnya karena menghalangi jalan.

“Memang siapa namanya? Hana beneran lupa, pak, bu”

“Kamu aja nanti yang tanya sendiri, sengaja ibu mau kasih kejutan. Hahaha!”

Kalau sudah begini Hana hanya bisa diam dan pasrah saja, toh sosok yang dibicarakan juga sepertinya masih lama untuk datang ke Indonesia. Hana dan Rohan saja belum tes seleksi. Sudahlah, sekarang yang harus ia pikirkan adalah tes seleksi yang akan diadakan besok lusa. Hana setidaknya sudah cukup yakin bisa lolos ke perguruan tinggi impiannya itu, selain belajar dan berdoa, tentunya doa orangtua tak akan si kembar lupa untuk selalu meminta kepada bapak dan ibu agar diberi kelancaran dalam mengerjakan soal nanti.

Setelah dipikir, selama sebulan ini ia hampir mati-matian belajar, malam ini Hana akan langsung istirahat saja setelah makan malam. Lagipula besok juga hari minggu dan ibu juga berpesan agar jangan terlalu dibawa stress, istirahat juga penting jika dirasa sudah mulai lelah.

“Han, besok pagi jogging, yuk! Di taman depan kompleks rumah sana”

Rohan mengangguk setelah meneguk habis minumannya, mereka berdua meletakkan piring dan gelas di wastafel dan hendak mencucinya namun ibu menahan mereka dan berkata untuk langsung istirahat saja.

Malam ini ibu si kembar membiarkan mereka istirahat, sebenarnya ibu tak mempermasalahkan jika mereka tak sering untuk melakukan pekerjaan rumah. Namun Hana bilang mereka sudah terbiasa, jadi ibu mengiyakan saja kemauan mereka dan tetap berpesan jika mereka sedang ada urusan lain atau kelelahan tak apa jika tak mengerjakan pekerjaan rumah. Si kembar dibebaskan oleh orangtua mereka untuk melakukan aktifitas seperti remaja lainnya, yaitu bermain atau jalan-jalan bersama teman asal mereka tahu kapan waktunya harus pulang.

Setelah ibu berkata begitu, Rohan dan Hana pun kembali ke kamar masing-masing. Kamar mereka terletak berhadapan dengan kamar mandi yang terletak di tengah-tengah pintu kamar mereka.

“Bangunin gue besok, takutnya ketiduran” ucap Rohan saat hendak membuka pintu kamar.

“Siap kembaranku!”

Dua Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang