Melihat hubungan Mirna dan Herman berjalan sangat baik, hati Dara merasa tenang. Sejak mengenal Herman pun, lelaki itu selalu menunjukkan sikap hangat layaknya seorang ayah.
“Ra, Ibu ingin menikah lagi. Apakah boleh sayang?” suara Mirna pada suatu malam. Dara memang sudah mengetahui hubungan antara ibunya dengan Herman. Dan selama itu pula Herman menunjukkan sikap yang baik layaknya seorang ayah. Ditambah rumor yang beredar, Herman memiliki seorang anak laki-laki yang sedang mengecam pendidikan di salah satu universitas.
“Apakah dengan om Herman, Bu?” sidik Dara dengan suara dipelankan. Mirna mengangguk.
“Selama ibu bahagia, Dara restui. Yang terpenting ibu bahagia. jangan kayak pernikahan ibu dengan om Farhan. Suka main kasar.” Kalimat Dara mengingatkan Mirna pada pernikahan kedua yang kilat dengan lelaki tempramen bernama Farhan.
Mirna sangat bahagia mendengar izin dari sang putri. Ia dan Herman pun segera melangsungkan pernikahan. Selepas menikah, Herman dan Ardi memilih tinggal menetap di rumah besar Mirna. Tidak ada yang tahu jika ayah dan anak itu sebenarnya tak jauh berbeda dengan bajingan lainnya.
“Rumahku terlalu besar, Mas. Kamu dan Ardi saja yang ikut tinggal di sini. Biar ramai,” kata Mirna saat itu. Ardi dan Herman sangat bahagia. siapa yang tak bahagia, tiba-tiba menjadi seorang konglomerat dan tinggal di rumah mewah.
Bekera sebagai mandor pabrik, adalah posisi yang sangat rendah di mata Herman. Namun berkat kelihaiannya mengambil hati Mirna, dari seorang mandor pabrik kini berpindah menjadi manager personali. Atau lebih tepatnya suami pemimpin perusahaan.
“Aku belum bisa memberi posisi jabatan sebagai CEO, Mas. Tetapi aku akan meminta Santi untuk mengajarmu pelan-pelan ya. Kalau sudah bisa nanti toh, kamu yang akan menggantikan aku di sini.” Kalimat Mirna kali ini membuat kepala Herman semakin melayang-layang bahagia.
“Ouh, terima kasih sayang. Aku semakin sayang sama kamu. Dan aku janji akan menjaga kepercayaan yang kau berikan kepadaku,” ucap Herman memeluk Mirna di depan seluruh karyawan.
Tatapan iri menampil dari beberapa orang yang kurang menyukai sosok Herman. Bagaimana tidak, sejak pernikahan keduanya, Mirna dan Herman tak malu-malu lagi memamerkan kemesraan mereka di depan umum.
“Norak,” komentar salah satau karyawan selepas Mirna mengumumkan posisi Herman yang baru dalam perusahaan.
Mendaki piramida kesuksesan melalui pernikahan, adalah salah satu trik dari Herman. Dan lihat hasilnya, tidak sia-sia. Begitu mendapat status suami-istri, Herman juga mendapat posisi teratas sebagai manager personalia. Lagat Herman langsung berubah derastis. Sedikit terlihat angkuh. Ia semakin mengangkat wajah pada karyawan-karyawan lainnya.
“Yang tidak mematuhi perintahku, akan ku pecat! Mengerti?!” hentaknya pada beberapa bawahannya. Mereka hanya menunduk takut dan mengiakan saja. Dan yang pastinya, mereka tidak ingin mencari masalah atau berurusan dengan lelaki itu.
“Kamu! Kamari!” panggilnya pada Dira, salah seorang staf personalia yang termuda.
“Yang lainnya silahkan keluar. Dan kerjakan pekerjaan kalian.” Unggah Herman. Seluruh karyawan pun menurut. Hanya Dira yang masih tinggal di dalam ruang itu.
Atmosfer berbeda sangat terasa dalam ruangan itu. Dira menuduk takut. Tatapan Herman terlihat penuh mesum kepadanya. Didekatinya gadis yang berdiri dengan tubuh gemetar itu. kemudian tangannya mulai meraba tubuh Dira dari ujung atas hingga pinggang. Bahkan memijat bagian terempuk di sana.
“Kalau kamu mau saya kasih upah lebih, kamu harus menemani saya, bagaimana?”
“T … Tapi, Pak. Bagaimana kalau Ibu Mirna tahu? Dan seisi perusahaan ini?” ucap Dira takut-takut.
“Tenang saja. Salama mulut kamu ini bungkam, semua tidak akan tahu termasuk istri saya. Saya akan menyimpan rahasiamu, sama seperti kau menyembunyikan identitas ibumu yang seorang pelacur.”
DEGH.
Sontak Dira terkejut mendengar ternyata Herman sudah mengetahui latar belakang keluarganya. Mau tidak mau, Dira pun harus menuruti kemauan lelaki itu. herman menunjuk Dira sebagai sekretarisnya, agar ia bisa dengan leluasa menjamah tubuh gadis itu kapanpun ia inginkan.
Lain Herman, lain pula denga kemesuman anaknya. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Rasanya pribahasa itu sangat tepat untuk menggambarkan sisi Ardi dan ayahnya, Herman.
Hari ini Dara tidak masuk sekolah. Sebab. Dua hari lagi ia akan menghadapi ujian akhir. Jadi sekolah memberinya waktu luang di rumah untuk mempersiapkan diri. Ardi pun tidak masuk kuliah hari ini.
Suasana rumah terasa sepi hari itu. hanya Ardi dan Dara yang beraktivitas di rumah tersebut. Mirna dan Herman sedang berada di kantor. Sementara di rumah Mirna memang tidak menggunakan jasa layanan pembantu, mengingat Dara sudah besar dan bisa masak sendiri.
Suasana sepi itu digunakan Ardi untuk melaksanakan niatnya yang selama ini terpendam pada Dara.
“Bisa datang ke kamar gua nggak, sekarang?” isi pesan singkat yang dikirim Ardi melalui ponsel Dara.
Kening gadis belia itu merengut. Tak biasanya kakak lelakinya itu memanggilnya ke kamar. Tapi panggilan tetaplah panggilan yang harus dipenuhi.
Suara pintu kamar terbuka, wajah tampan Ardi menolah kea rah tubuh yang sudah berdiri di amabang pintu itu.
“Lo nggak sekolah? Kenapa?” tanyanya pada jarak yang renggang.
“Libur tenang, Kak. Lusa mau ujian akhir.”
“Ouh … umur lo berapa?” tanya Ardi lagi.
“Se … mbilan belas, kak. Kenapa?”
“Sini lo!” Ardi mengibaskan tangannya meminta Dara mendekat. Tidak ada rasa curiga yang dirasakan oleh gadis itu. ia berjalan masuk begitu saja dan berdiri tepat di depan Ardi.
“Duduk!” titah Ardi menepuk sisi tubuhnya. Dara menurut dan meletakkan tubuhnya di sisi Ardi.
Tanpa aba-aba yang jelas, tangan Ardi langsung mendorong tubuh Dara terempas ke atas kasur. Dara terkejut. Ia pun mulai memberontak untuk melepaskan diri. Namun terlambat, kekuatan Ardi saat ini melebihi dirinya.
Dara hancur, warna bercak merah itu menandakan kemenangan bagi Ardi karena telah berahsil merenggut mahkota berharga Dara.
“Awas kalau lo berani-berani mengadu. Gua nggak akan segan-segan bikin hidup nyokap lo hancur.”
Sejak ancaman itu mendengung, Dara tak bisa berbuat apa-apa lagi selain diam, dan meratapi kesedihannya. Hingga malam menjemput, seusai makan malam, Dara memilih langsung memasuki kamarnya.
Percintaan Herman dengan Dira rasanya belumlah memuaskannya. Pasalnya, bercinta dengan gadis itu hanyalah sebentar, sebab Mirna lagi-lagi mengganggu kesenangannya itu.
“Mas, kamu di mana? kita nggak pulang bareng?” suara Mirna yang menderu melalui telpon saat Herman dan Dira sedang berada di hotel. Dia baru saja usai dari kegiatan panasnya denga Dira yang sedang mengancing kemejanya.
“Iya, aku akan pulang, tapi agak telat. Aku ada urusan mendadak sedikit nih,” alasan Herman.
“Oh, ya udah. Kita ketemu di rumah ya, Mas.”
“Iya, sayang.”
Ketidak puasan ini membawa Herman untuk melampiaskan sakit hati sekaligus gairahnya pada Dara. Entah kenapa, sejak ia menikah dengan Mirna, ia merasa kurang tertarik lagi bercinta dengan wanita itu. Dan lebih memilih bercinta dengan yang lain saja meskipun itu anak tirinya.
“Ayah! Ayah! Jangan ayah!” ronta Dara di tengah mulutnya yang dibekap oleh Herman malam itu.
“Diam! Jangan teriak! Layani aku sekarang!” paksa Herman.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTANG GANTUNG
RomanceApa jadinya jika ayah dan kakakmu menodaimu di waktu yang bersamaan? Apa yang akan kau lakukan? Dara,gadis berusia 18th itu harus kehilangan mahkotanya di tangan kakaknya, Ardi. Dan ayahnya Herman. Akibat perbuatan mereka Dara kehilangan ibunya dan...