HARI YANG MELELAHKAN

5.8K 25 0
                                    

Kehilangan mahkota berharga memang menyakitkan. Siapapun tidak ingin harta itu hilang apalagi dengan cara yang tidak wajar. Setiap wanita ingin memberikan benda berharga itu pada kekasih halal mereka. memetik bunga cinta di malam pertama pernikahan mereka.

Sayangnya filosofi itu tidak berlaku pada kehidupan Dara. Gadis yang berusia delapan belas tahun dan masih duduk di bangku SMA itu.

Sebuah rumah besar tampak menjulang dihadapan mereka. hati Dara sudah semakin tak menentu ketika Ardi mengajaknya ke tempat maksiat itu.

“Kak! Nggak kak! Aku nggak mau! Aku mau pulang!” paksa Dara mulai mencari jalan keluar dari mobil itu. tidak ingin lepas kendali, Ardi terpaksa memberhentikan mobilnya di depan gerbang rumah besar itu.

“Diam ah! Lo bawel banget,” ketus Ardi sudah terlihat kesal.

“Kakak mau jual aku?! Nggak kak! Cukup kakak hancurkan hidup aku di rumah. Jangan lagi tambah kehancuranku dengan membuangku ke tempat hina itu. nggak kak, aku mohon. Aku masih kepengen menjalani masa remajaku dengan normal, kak.” Dara melipat kedua tangannya. Air bening itu sudah mulai menghujani pipi dan matanya yang berkabut.

“Apaan sih lo?! siapa yang mau jual lo! lo cukup jadi pasangan gue. Lagian, init uh rumah teman gue dia sama pacarnya di sini. Cuma kami berdua kok. Dah, lo jangan bawel!”

“Astagfirullah … Astagfirullah … Astagfirullah!” kalimat itu selalu berkumandang di hati Dara. Sunguuh kehidupan seperti ini, tak pernah dibayangkannya. Jangankan untuk berbuat, berpikir saja ia tidak pernah. Salah apa dia sampai Ardi dan ayahnya tega berbuat seperti ini padanya. Sekarang Ardi, dengan gilanya menjadikan ia gundik nafsu pemuda itu.

“Halo Bro!” sapa Ragell, sahabat kuliah Ardi yang sudah keluar dengan kekasihnya. Cara Ragell menatap Dara saja penuh nafsu. Cih, Dara seperti wanita murahan saja di mata dua lelaki bejat ini.

“Ternyata lo terima tantangan gue juga, Di,” ucap lelaki itu.

“Okay, gue akan bantu lo dekat dengan Gita.” Kata Ragell lagi. kening Dara semakin terlihat bingung. Seperti ada maksud yang tersembunyi dari apa yang akan dialami sekarang ini. tangan Dara menghentakkan tangan Ardi. Meminta lelaki itu menoleh kaget padanya.

“Apa lagi?” ketus Ardi.

“Maksudnya apa, Kak? Siapa Gita? Dan apa hubungannya dengan hari ini?” cecar Dara dengan sorot yang menyala-nyala. Sudut bibir Ragell mengankat. Sementara kekasihnya hanya ikut menyengir sinis saja.

“Abang lo minta bantuan gue buat deketin dia sama Gita. Idola kampus kami. Dan sebagai timbale baliknya, gue tantangin dia pesta seks hari ini. lo adalah ceweknya dia. Di … untuk barang lo ini, kita bisa tukeran pake nggak? Cantik juga pasangan lo!”

Wajah cemberut langsung menampil di wajah kekasih Ragell. Tetapi dasar cowok selalu memiliki cara untuk merayu lagi.

“Tenang sayang. Kamu tetap yang terbaik buat aku,” rayunya pada gadis itu. Hati Dara semakin tak menentu. Teringat kesepakatan yang dibuat bersama Ardi di dalam mobil, yang menyatakan kalau dia adalah pasangan dia seorang.

“Kak Ardi udah janji ….” Lirih Dara menatap Ardi dengan penuh rasa takut.  Ardi memang bejat, tapi ia tetap pada kesepakatan awalnya.

“Nggak bisa, dia tetap pasangan gue. Lo sama pasangan lo aja,” kata Ardi kembali menatap Ragell yang menyengir mengejek.

“Okay! Kita mulai,” ucap pemuda itu menghentakkan wajahnya.

Dara bernapas lega. Setidaknya Ardi menempati kata-katanya beberapa waktu yang lalu. Dia tidak merasa terlalu hina, dan hanya mempertontonkan tubuhnya dan gaya bercintanya pada Ragell dengan pasangannya.

Dua pasangan tanpa helai benang, tampak berlomba mengadu birahi mereka dengan pasangan mereka masing-masing. Bagi Ragell dan kekasihnya yang sudah biasa, tampak enjoy dan sangat liar di atas ranjang. Sedang Dara dan Ardi bahkan tak mau kalah dari pasangan Ragell. Terasa aneh pada Dara. Ia sama sekali tidak merasa terbebani kali ini. bahkan ia melewati lima kali orgasme dengan sebuah nilai kepuasan. Seolah ia pun menikmati permainan gaya Ardi.

“Hahaha, gue bakal menang, Di,” lirih Ragell di tengah deruan birahinya dan napasnya yang memburu kencang.

“Enak saja, gue yang menang.”

Dua wanita itu sudah mendesah berkali-kali. Tak hanya itu mereka menjerit seksi berkali seirama dengan kecepatan gerakan maju mundur pasangan mereka.

Agh, ini sudah kesekian kalinya Dara mengeluarkan cairan putih. Dan denyutan demi denyutan dirasakan Dara dan Ardi.

“Agh, Ra. Lo bikin gue candu, my girl. Lo emang asyik!” kata Ardi memuji milik Dara yang terasa hangat kali ini. Ini adalah percintaan pertama Dara dan Ardi yang terkesan alami. Tanpa paksaan. Biasanya Ardi hanya akan menemukan rasa dingin dan hambar ketika menggauli gadis itu, tapi tidak kali ini. Apakah Dara mulai terbiasa dengan permainan biologis Ardi?

“Lo emang nikmat Dara,” ucap Ardi mengusap puncak kepala Dara yang terengah-engah karena kelelahan. Dari arah sisinya, Ragell menatap iri pada Ardi. Sebenarnya, lelaki itu ingin sekali mencicipi tubuh Dara. Karena melihat kegilaan Ardi dalam menjamah tubuh Dara, persis seperti orang yang kesurupan begitu menikmati es krim terlezat.

“Di, boleh gue cicip? Gue penasaran,” pintanya dengan berani.

“Enak aja lo. ini barang khusus gue. Nggak semabarangan orang pake, kecuali gue,” jawab Ardi melapaskan diri dari tubuh Dara.

***

Malam beranjak tiba, suasana makan malam tampak berjalan lancar. Wajah Dara terlihat pucat dan layu.

“Kamu kayak kecapean, Ra? Apa pelajaran sekolah terlalu berat hari ini?” suara Mirna langsung membuyarkan lamunan Dara

“Nggak, Bu. Dara Cuma ngerasa ngantuk.” Dara memijat keningnya. Memang dia masih ngantuk. Sejak tadi saja ketika dibangunkan, gadis itu masih enggan untuk beranjak.

“Kok, aneh sih? Nggak biasanya deh,” lirih Mirna heran. Herman yang masih dengan kunyahannya pun tak kalah herannya. Tidak biasanya anak gadis itu terlihat kele;ahan dan sayu. Ardi yang tahu alasan kenapa Dara seperti itu, hanya cengengesan sembari menggelengkan kepala. Tidak ada komentar yang keluar. Tapi raut khawatir menyirat pada tatapan Herman.

“Gawat nih, anak kalau kecapean. Bagaimana dia bisa melayani saya? Masak iya saya sama si tua ini?” pikir Herman menyerep kea rah Mirna.

“Iya, bu. Dara masih mengantuk.”

“Sudahlah, Mir. Anak ngantuk kok diberondong gitu. Kali aja pelajarannya terlalu banyak di sekolah makanya kecapean gitu,” Herman melerai Mirna yang hendak menyelidiki anak gadisnya.

Malam beranjak semakin larut, seperti biasa, Herman hendak melakoni aksinya. Semua sudah terlelap dalam buaian tidur mereka. kecuali Herman yang ingin meminta jatah pada sang anak tiri. Namun sayang, baru saja dia sampai di depan pintu kamar Dara, suara pintu kamar Ardi terdengar. Hingga membuat lelaki itu mengurungkan niatnya.

“Ayah? Kenapa Ayah di sini tengah malam begini?” cecar Ardi yang keluar sembari mengusut matanya.

“Ayah … euumm ….”

KUTANG GANTUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang