BAB ENAM

338 82 8
                                    

HALO!

KETEMU LAGI SAMA GISELLE! 

SELAMAT MEMBACA! :)

***

Hari Minggu adalah jatah liburku dalam bulan ini. Maka untuk melepas penat dan menikmati waktu sendirian, aku memilih ke apartemen—yang tentunya sudah kuganti kode aksesnya tempo lalu. Berhubung Gibran diajak Ayah sama Ibu pergi kondangan dan di rumah terlalu suntuk, aku pun membawa novel yang baru dibeli tempo hari untuk menemani sepi di sini.

Novel berjudul 'Dua Makmum Satu Imam' ini mengingatkanku pada kehidupan rumah tangga bersama Mas Abraham dan Mbak Dyah. Bedanya, dalam novel ini tidak ada karakter antagonis yang suka menyakiti tokoh lemah. Hanya ada sebuah kesepakatan yang mana si perempuan muda menjadi istri kedua karena istri pertama sudah menjalani pengangkatan rahim. Tidak ada adegan saling jambak-jambakan atau bahkan saling meneriakkan nama satu sama lain. Meski tidak begitu rukun, namun masih wajar untuk kehidupan rumah tangga yang berbeda dari orang lain.

Rasanya seperti aku memang masih sulit untuk move on. Buktinya saja dari novel ini. Aku masih terus mengingat masa lalu bahkan lewat karya fiksi yang tidak nyata; membandingkan kehidupanku dengan para tokoh khayalan yang sialnya selalu berakhir happy ending—tidak seperti kehidupanku.

"Menjadi yang pertama tapi diduakan, atau menjadi yang kedua tapi diutamakan?"

Pertanyaan di dalam novel membuatku kembali mengilas masa lalu. Mas Abraham tidak kentara mendahulukan aku atau Mbak Dyah. Dia selalu tampak diam dan tidak banyak bicara saat kami bertiga berada di satu tempat yang sama. Bahkan ketika ada orang tuanya, dia tetap lebih banyak diam. Aku sama sekali tidak paham bagaimana sebenarnya karakter Mas Abraham. Satu yang kutahu, tatapannya padaku sangat dalam, berbeda dengan tatapannya pada Mbak Dyah. Ya, terkadang hanya itu yang menjadi penyemangatku saat merasa tidak dianggap di rumah besar milik orang tua Mas Abraham.

Terhanyut dalam dunia fiksi, aku dikagetkan oleh bunyi bel. Kulirik jam di nakas samping tempat tidur menunjukkan pukul sepuluh pagi kurang lima belas menit. Tanpa perlu berpikir panjang, otakku langsung mencerna siapa yang menekan bel tersebut. Tidak banyak orang yang tahu perihal apartemen ini, hanya aku dan Mas Abraham, serta orang tuaku. Kuletakkan novel di samping bantal, lalu beranjak menuju pintu. Benar saja, ada Mas Abraham di balik pintu ini, tengah berdiri dengan raut harap-harap cemas.

Terkadang aku berpikir untuk egois dan memikirkan diriku sendiri. Memikirkan perasaanku yang terlalu sering disakiti. Namun, di sisi lain aku selalu mengingat perkataan Ibu dan juga kebaikan Gibran ke depannya. Hanya saja selalu ada pertentangan antara otak dan hatiku di waktu-waktu tertentu. Contohnya saja sekarang, saat hatiku menyuruh untuk membukakan pintu, namun otakku memaki agar mengabaikan saja lelaki di luar dan kembali ke kamar untuk menikmati dunia fiksi.

Cukup lama bersandar di daun pintu, sampai kemudian kudengar suara Mas Abraham setelah ketukan pelan tiga kali. "Mas tahu kamu ada di balik pintu ini, Gis. Oke, kalau kamu nggak mau bukain pintu ini, Mas cuma mau bilang ... Mas kangen sama kamu, sama Gibran, sama semua tentan kita. Apa yang bisa Mas lakuin supaya bisa dapatin maaf dari kamu, Gis? Mas akan turuti asal kita bisa bersama lagi. Please...."

Tanpa sadar aku sudah terisak. Mungkin memang benar, hanya di depan Ibulah aku bisa sangat tegas melawan Mas Abraham. Sedangkan dalam situasi seperti sekarang, aku sangat lemah; kilasan masa lalu kembali berputar dan mengejekku.

"Apa pun yang kamu minta, Mas akan turuti semuanya, Gis. Mas cuma cinta sama kamu. Dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah perasaan ini, Gis." Suara Mas Abraham semakin pelan, membuatku harus benar-benar menyimak untuk mendengarnya. "Please...."

Setan dalam hatiku ikut berbicara, menyuruh untuk segera membukakan daun pintu ini selebar mungkin; merengkuh lelaki itu dalam pelukan hangatku dan kami kembali saling berbagi cerita. Rasanya sangat berat, namun lebih berat lagi jika aku tidak melakukannya.

WHOLEHEARTEDLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang