NURAGA. Satu nama yang meluncur dari bibir pucatnya. Ia Seorang ibu yang baru saja mengetuk pintu rumahku dengan menggendong seorang anak kecil.
"Saya dan anak saya penghuni baru rumah didepan mbak," katanya dengan ramah dan senyum lembut khas seorang ibu.
"Oh, Mbak Risa dan Nak Nuraga yang pindah kedepan rumah kami. Mari bu, masuk, kita ngobrol-ngobrol didalam. Kebetulan saya juga punya anak kecil. Umurnya baru 6 tahun dan 3 tahun." Ibuku tersenyum dan membuka pintu rumah kami lebih lebar, bermaksud untuk mempersilahkan ibu dan anak itu untuk masuk kerumah kami.
"Maaf Mbak, mungkin lain kali. Saat ini saya hanya ingin memberikan ini untuk Mbak sekeluarga," Ibu itu mengulurkan wadah kue yang berlogo toko kue terkenal. "Terimalah Mbak, sebagai bentuk perkenalan dari saya dan anak saya."
"Aduh, terima kasih banyak, Mbak Risa. Seharusnya tidak perlu repot-repot, saya jadi ga enak." Ibuku menerima wadah itu dengan tersenyum canggung.
Sesungguhnya, Ibu itu, maksud ku, Ibu Risa, ia cukup cantik bahkan tanpa riasan sedikitpun. Tetapi yang paling menarik perhatianku adalah anak kecil digendongannya itu. Nuraga. Nama yang unik, dan keren. Berbanding terbalik dengan wajahnya yang manis dan lucu.
"Nak Fardhan, tante minta tolong ya, tolong sering-sering temani dan ajak main Nuraga. Karena tante itu single parent, dan harus bekerja juga." Aku menatapnya sekilas sebelum akhirnya mengangguk kecil dan tersenyum.
Itu bukan perkara sulit kan? Hanya mengajak main dan menjadi temannya itu adalah hal mudah. Dan kurasa, ia adalah adik kecil yang manis.