Prolog

1K 28 10
                                    

Panas yang sangat menyengat di saat musim kemarau mampu membuat siapapun enggan untuk keluar rumah, termasuk diri-nya. Ketika semua orang memilih berteduh dan berlindung dari sengatan matahari seorang pemuda yang baru turun dari angkutan umum dan hanya mengenakan kaos hitam serta jeans lusuh berwarna biru gelap justru berdiri mematung di pinggiran jalan raya, membiarkan tubuhnya terbakar sengatan matahari. Matanya sibuk memandangi jalan di hadapannya yang masih beralaskan tanah kering sambil menenteng tas slempang hitam di tangan kanannya.

Setelah mengamati keadaan sekitar cukup lama, mata Hilzam tertuju kepada warung sederhana yang dindingnya terbuat dari gribik bercat hijau. Sekitar lima menit setelah berjalan dari tempatnya berdiri tadi, ia melihat beberapa orang pria sedang duduk bersantai di depan warung tersebut, berteduh di bawah pohon randu yang rindang sambil mengipasi tubuh polos mereka.

"Ada keperluan atau sedang mencari siapa mas?" Seorang wanita paruh bayu dengan badan sedikit gempal berjalan sambil membawa kursi plastik berwarna hijau dan meletakan disebelahnya.

"..."

"Duduk dulu, biar enak ngobrolnya."

Setelah mendapatkan izin, tanpa menunggu lebih lama Hilzam segera duduk mencari posisi ternyaman, kemudian meletakan tas selempangnya di bawah.

"Ada apa mas ?, Ibu lihat dari sini mas-nya kaya kebingungan waktu di ujung jalan sana." Wanita paruh baya itu tersenyum sambil menunjuk jalan raya tempatnya tadi berdiam diri cukup lama. Hilzam sedikit tersenyum membalas keramahan wanita paruh baya di hadapannya saat ini. "Rencananya saya mau menetap di kampung ini bu, sekarang saya mau mencari kos-kosan tapi masih bingung mau mulai darimana." Ia menjelaskan permasalahannya sambil matanya mengamati gerak-gerik wanita paruh baya di hadapannya.

Wanita paruh baya itu segera berdiri dan masuk kedalam warungnya setelah mendengar permasalahan-nya, dan tidak lama datang kembali, "Memangnya orang tua mas kemana?, Kok sampai mau kos di kampung ini?" Wanita paruh baya itu bertanya sambil menyuguhkan es teh manis. Hilzam mengambil gelas berisi cairan dingin itu karena tidak ada meja untuk meletakan gelas tersebut selain di pegang. "Orang tua saya sudah meninggal semua bu." Hilzam tersenyum kecut menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu sambil tangannya menggosok sisi luar gelas yang mulau berair.

"Maaf mas, ibu ga tau." Ibu tadi mengusap tangan Hilzam dengan lembut seolah mengetahui bahwa pertanyaannya barusan sedikit tidak sopan, "gimana kalo mas kos di rumah ibu aja ?, Lagian cuman ada bapak sama ibu di rumah, suka kerasa sepi kalo cuman berdua aja." Usul wanita paruh baya itu dengan senyum mengembang penuh harap yang membuat pipi bulatnya terangkat dan semakin membulat.

Hilzam terdiam memandang wanita paruh baya di hadapannya yang saat ini tersenyum penuh arti dan makna, dari matanya terlihat ada kerinduan yang sangat jelas.

Mendengar tawaran wanita parah baya itu membuat perasaan Hilzam sedikit tenang, lagian jika dirinya menolak tentu saja membutuhkan waktu tidak sedikit untuk mencari tempat tinggal di kampung yang tidak di kenalnya ini. Menerima tawaran wanita paruh baya itu adalah opsi terbaiknya saat ini.

Hilzam mengangguk pelan, kemudian memandang wanita itu. "Terimakasih bu, saya akan berusah untuk tidak merepotkan ibu atau bapak nanti." Jawab Hilzam mantap, menerima tawaran tersebut.

"Jadi masnya mau nerima tawaran ibu?."

"Iya bu, saya terima. Untuk uangnya mau di bayarkan kapan bu?." Hilzam kembali tersenyum sambil mengambil tas selempang hitamnya untuk memberikan uang yang di maksud.

"Masalah uang gampang mas, bisa di rumah." Jawab ibu tadi mencegah Hilzam untuk mengambil uangnya, dan sekarang memegang kedua tangan Hilzam. "Nama mas siapa?" Wanita paruh baya itu tersenyum semakin lebar setelah bertanya.

Hilzam menatap mata sayu namun terasa teduh milih wanita yang akan menjadi ibu kosnya itu, memberikan senyum terbaiknya sebelum menyebutkan namanya.

"Denandra Hilzam Maheswara."

Akhir Masa RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang