One |Diputusin atau Mutusin?|

5.3K 262 28
                                    

"Siapa yang diputusin atau yang mutusin itu nggak penting. Toh, intinya tetap sama, hubungannya berakhir."
~Ayana

______________________________________

"Astagfirullah, setan!" pekik Ayana secara reflek setelah menutup pintu kulkas. Tadi saat ia sampai di dapur, kedua matanya masih terlalu mengantuk sehingga tidak memperhatikan sang Abang, yang ternyata kini sedang duduk di kursi dekat meja bar.

"Sembarangan! Ganteng begini lo bilang setan? Katarak lo?" decak Tama sambil melotot tajam ke arah Ayana, "baru bangun lo?" tanyanya kemudian. Saat menyadari wajah sang adik terlihat khas seperti orang yang baru bangun tidur.

Perempuan itu mengangguk sambil membuka tutup botol air mineral dan langsung menegaknya. Setelah menuntaskan dahaganya, ia kembali menutup botol itu dan menghampiri sang Abang.

"Anak gadis kok jam segini baru bangun," cibir Tama sambil geleng-geleng kepala.

"Gue abis jaga malam, Bang," balas Ayana tidak terima, "Kak Fira sama Gandhi mana?" Ia celingukan mencari keberadaan sang Kakak ipar dan keponakan yang tak terlihat batang hidungnya.

"Di rumah. Gue dateng sendiri ke sini."

"Dih, kayak jomblo aja lo, Bang. Mainnya sendiri," cibir Ayana.

Tama mendengus. "Bukannya lo yang jomblo? Gue sih pria beristri yang hampir punya dua anak."

Kedua bola mata Ayana membulat secara reflek. Hampir punya dua anak? Kan ponakannya baru satu.

"Lo abis ngehamili siapa lagi, Bang, sampai mau punya dua anak?"

Ekspresi wajah Tama terlihat tidak percaya. Ia mendorong dahi sang adik diiringi decakan kesal. Terkadang Tama heran bagaimana cara Ayana masuk kedokteran dengan otaknya yang begitu.

"Ya, bini gue lah."

Kedua mata Ayana membulat secara spontan. "Kak Fira hamil lagi?"

Tama tersenyum tipis seraya mengangguk. Bukannya senang, ekspresi Ayana malah terlihat murung. Hal ini membuat Tama heran.

"Kenapa lo keliatan nggak seneng gitu?"

"Ya, gimana mau seneng, punya ponakan satu aja gue suka diporotin. Gimana dua? Ah, tambah miskin pasti gue abis ini."

Tama terkekeh. "Makanya, buka praktek sendiri juga, Na. Pagi sama sore doang gitu, siangnya lo shift di RS. Biar cepet kaya, katanya mau ambil spesialis pake duit sendiri."

"Bang, gue shift di RS doang aja putus mulu. Apa kabar kalau sama buka praktek?" dengus Ayana lalu mengigit buah pisang, "enggak bisa ngerasain pacaran kali gue, Bang."

"Hussh, nggak boleh ngomong gitu," tegur Tama terdengar tidak suka, "lagian selama ini lo diputusin mulu bukan karena profesi lo, tapi karena lo-nya yang bego kalau milih pacar. Makanya diputusin mulu."

"Enak aja, gue pernah mutusin juga kali, Bang," sahut Ayana tidak terima.

Dengan wajah malasnya Tama hanya mangguk-mangguk dan mengiyakan.

"Coba deh, Na, cari yang seprofesi gitu. Emang di RS tempat praktek nggak ada cowok available?" tanya Tama heran. Menurutnya adiknya ini cantik dan juga menarik, tubuhnya juga bagus. Masa tidak ada yang tertarik dengan adiknya ini?

Cinta Sesuai Dosis?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang