Chapter 1 : Buku Usang

111 45 55
                                    

-🏞️-
Jika ada typo, mohon diingatkan
-
part ini agak panjang hehe

*******





"Maksud lo apa, hah?!" Windy mendorong bahu Neyna hingga tersungkur. Gadis itu tidak bereaksi apa-apa, hanya menunduk sedalam-dalamnya.

Sial, seandainya tadi siang Neyna tidak mengadu kepada guru tentang perbuatan tiga gadis berandalan itu yang memalak adik kelas di kantin pasti dia tidak akan berakhir seperti ini.

Windy, Selera, dan Huna dihukum oleh guru BK karena perbuatan tidak terpuji mereka dan membuat tiga gadis itu dendam terhadap Neyna.

"Mau jadi pahlawan lo?" Selera menendang kaki Neyna berkali-kali, "Caper banget sama guru." Gadis itu menatap benci. Ia berjongkok dan merebut paksa tas milik Neyna.

"Jangan, jangan, kumohon jangan." rengek Neyna yang berusaha melawan, ia memeluk badannya sendiri supaya dua tali tas itu tidak terlepas darinya.

Merasa Neyna melawan, Selera segera menarik rambut panjang Neyna kebelakang, "Jangan melawan! atau gue tarik rambut lo sampe lepas." ancam nya.

Merasa ancaman Selera tidak main-main, Neyna langsung terdiam dan tidak bergerak melawan lagi. Selera tersenyum puas sambil berkontak mata dengan Windy dan Huna yang sedari tadi menyaksikan semuanya.

Selera mengambil tas berwarna coklat itu dari punggung Neyna dan mencelupkannya ke bak mandi keramik berwarna putih itu. Tiga gadis jahat itu tertawa puas, mereka tidak bersalah sama sekali, mereka justru sangat bahagia karena bisa memberikan Neyna pelajaran.

Neyna berdiri melihat tasnya tenggelam di bak mandi dan hanya bisa menangis sekencang-kencangnya.

"Makanya jadi orang jangan cepu!" Huna mendorong dahi Neyna dengan jari telunjuk.

"Mandi dulu yuk." Windy menyirami gadis didepannya dengan gayung dari bak mandi itu. Neyna tidak melawan, ia hanya menunduk dan menangis kembali. Neyna takut jika melawan nanti perundungan itu akan semakin menjadi-jadi.

Di WC siswa, Windy, Selera, dan Huna kembali tertawa. Tertawa di atas penderitaan orang lain. Itulah mereka. Mereka tidak suka apabila orang lain senang dan mereka sengsara. Mereka akan membuat orang itu sengsara juga.

+-+-+-+-+

Windy Maharani, Selera Azalea, dan Huna Safira sudah bersahabat sejak Taman Kanak-kanak. Dulu mereka adalah anak-anak yang baik dan ingin berteman dengan siapa saja. Sifat manis itu berubah ketika mereka beranjak remaja, tiga gadis itu jadi semena-mena terhadap orang lain, merasa bahwa mereka lah tokoh utama di dunia ini dan orang lain hanya tokoh figuran.

Sekarang Windy sudah kelas sembilan SMP-sama seperti Selera dan Huna. Mereka adalah siswa yang paling dibenci di sekolah ini. Mengapa dibenci? tidak lain dan tidak bukan karena tindakan memalak, merundung, mengejek, dan semena-mena terhadap orang lain. Dasar, mentang-mentang Windy anak kepala sekolah.

Tapi apakah kalian tahu? Mereka melakukan hal itu karena suatu alasan tentunya. Walaupun tindakan mereka sangat tidak bisa dibenarkan, tapi perubahan besar akan terjadi di hidup mereka! Mari kita liat selanjutnya di kisah ini.

+-+-+-+-+

Hari Senin, pelajaran pertama adalah bahasa Indonesia. Guru mata pelajaran tersebut menyuruh mereka untuk mencari buku puisi di perpustakaan. Murid kelas sembilan A bergegas pergi ketempat yang penuh buku-buku itu.

Windy, Selera, dan Huna tiba paling akhir. Windy menyapu pandangan ke seluruh ruangan perpustakaan yang luas itu. Beberapa orang tengah sibuk mencari buku disela-sela buku lainnya, ada yang sudah ketemu, bahkan ada yang sampai berebutan.

Windy dan dua sahabatnya berkeliling dan mencari di setiap rak buku. Beberapa orang sudah balik ke kelas, tinggal sedikit-sekitar sepuluh orang di ruangan ini.

Huna tidak sengaja berpapasan dengan Neyna yang sudah mendapatkan buku puisi. "Hei!" Huna menghalangi jalan Neyna. "Di mana lo dapat?" Huna melirik sekilas buku ditangan Neyna.

Dengan terbata-bata Neyna menjawab, "I-itu.." Neyna menunduk. Ia masih terbayang dengan kekejaman mereka bertiga kemarin. Huna memutar bola matanya, "Di mana?" tekan nya sekali lagi.

Neyna tidak berani mengeluarkan suara, hanya menunjuk dengan jari telunjuk kearah rak kiri paling ujung, suasana di ujung sana terlihat lebih gelap dan Huna merasa ada sesuatu di sana.

"Guys!" Huna memanggil kedua sahabatnya. Windy dan Selera merasa terpanggil lantas menoleh ke Huna dari jauh. Mereka diam menunggu perkataan Huna selanjutnya.

"Ke sana, ada beberapa buku puisi di ujung rak." Huna berjalan ke arah tempat itu dan lewati Neyna begitu saja yang masih menunduk.

Windy dan Selera menyusul.

Yap, Gadis itu menemukannya-ada di rak paling atas, Ia berjinjit sedikit agar bisa meraihnya. Saat Huna berhasil menarik buku puisi itu, buku lain ikut terjatuh dan mengenai kepala Huna.

"Aduh." Huna mengusap-usap untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya.

Windy dan Selera tertawa kecil, "Gak ada yang lucu!" Seru Huna dengan raut wajah cemberut.

Windy mengambil buku yang jatuh tadi. Buku usang berwarna coklat keemasan. Windy mengusap pelan buku tebal itu. Tidak ada judul. Buku apa ini?

"Coba buka." Selera penasaran dengan isinya, begitu juga dengan Huna.

Tanpa sadar, hanya mereka lah yang masih di perpustakaan-lupa dengan arahan guru untuk kembali ke kelas setelah meminjam buku. Perpustakaan jadi sunyi, hanya terdengar suara jam dinding berdetak, suara AC yang menyala, dan penjaga perpustakaan dengan headset ditelinga.

Windy membuka satu persatu halaman buku itu, tulisannya kecil dan menggunakan huruf sambung. Jadi, mereka tidak paham bacaan apa itu. Halaman selanjutnya membuat ketiganya terkejut. Ada foto Windy, Selera dan Huna. Dan juga beberapa foto orang asing, tetapi dicoret- seperti disengaja agar mereka tidak mengenali wajah-wajah itu.

"Ih, kok ada foto kita?" Windy tampak kaget.

"Perasaan.. gue gak pernah foto formal kayak gini deh." Huna juga bersuara sambil menatap foto-foto itu dengan serius.

Tiba-tiba ada suara yang mengejutkan mereka. "Huna, Windy, Selera, kenapa kalian belum balik ke kelas? Kalian masih belum ketemu bukunya?" Itu suara Ibu Anggun-guru bahasa Indonesia dari ambang pintu.

Windy refleks menutup buku usang itu dan segera mengambil buku puisi di atas rak bersamaan dengan Selera.

"U-udah ketemu kok, Bu. Ini kami mau balik." Sahut Huna agak keras supaya ibu Anggun bisa mendengarnya.

Saat beberapa langkah menjauh, rak yang tadi mereka hampiri tiba-tiba bergetar sendiri. Mereka serempak menoleh. Buku usang itu jatuh lagi, bergetar seakan-akan ingin membuka dirinya sendiri. Satu detik, dua detik, buku usang yang tidak mempunyai judul itu terbuka dengan sendirinya. Cahaya yang sangat terang langsung muncul dari halaman buku usang itu.

Terasa silau dan panas. Windy menghalangi cahaya silau itu dengan kedua tangannya, ia tengok kanan dan tengok kiri, terlihat Selera dan Huna melakukan hal yang sama. Aneh, mereka tidak bisa menutup mata.

Saking silaunya, mereka merasa tubuh mereka lunglai dan tidak bertenaga. Beberapa saat kemudian mereka pingsan, tanpa tau apa yang akan terjadi kepada mereka kedepannya.

-

__________________________________
bersambung

LIVRE HOPE(NA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang