5.Kampus

13 3 0
                                    


Setelah kunjungan Ghea ke rumah Tama kemarin. Ayah Tama menasihati Tama agar jangan terlalu cuek atau kasar pada Ghea.

"Mulai sekarang kamu harus pulang atau berangkat bareng Ghea, dia belum diperbolehkan bawa mobil" ucap ayah Tama.

"Aku bukan sopir pah," ucap Tama datar.

"Tapi mulai sekarang kamu harus jadi sopir."

"Terus kalo aku lagi ada kelas?"

"Ya kecuali itu, Ghea kan bisa nungguin kamu. Begitupun sebaliknya," final ayah Tama.

"Emang apa alasannya sih pah aku harus terima dia dan perjodohan ini?" tanya Tama yang sudah sangat penasaran.

"Papa mau, kamu denger dari Ghea langsung atau kamu liat keadaannya langsung," ucapan ayah Tama berhasil membuat kening Tama berkerut.

"Tinggal ngomong doang, dari kemaren susah banget heran," kesal Tama.

"Kamu udah minta nomornya?, Ah iya, pertunangan kalian bakalan di percepat."

Tama menatap kaget ayahnya "aku masih kuliah pah, masih pengen bebas, gamau ada beban apa-apa dulu!" Kekesalan Tama semakin menjadi.

Ayah Tama menjitak kepala Tama. "kamu udah jadi beban buat papa, tapi papa ga pernah ngeluh tuh." Oke kali ini Tama memilih bungkam.

"Lagian kalian itu cuma tunangan, bukan nikah!" Ucap ayah Tama lagi.

Tama melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia beranjak dari duduknya.

"Mau ke kampus kan? Coba tanya Ghea ada jadwal pagi ga," suruh ayah Tama.

Tama merotasikan bola matanya, hidupnya sekarang ini dipenuhi dengan Ghea, Ghea dan Ghea. Membosankan!.

Tama melajukan motornya meninggalkan rumah, tak peduli dengan Ghea yang punya jadwal pagi atau tidak. Toh dia masih punya kaki dan tangan yang utuh, dan dia juga masih punya supir pribadi.

Kali ini Tama mencoba fokus pada dosen yang sedang menjelaskan. Namun tetap saja otak kecilnya ini tidak sampai dan tidak mengerti.

Satu jam setengah berlalu, akhirnya Tama bisa keluar dari ruangan kelasnya. Berjalan menuju kantin untuk mengisi perutnya.

"Kak tama!" panggilan dari seseorang berhasil membuatnya berhenti dan menoleh pada orang yang memanggilnya.

"Ini buat ka Tama." Seorang perempuan memberikan sebuah coklat pada Tama, namun Tama menolaknya.

"Gue gasuka yang manis-manis," ucap Tama datar.

"Aduh kasian banget cewe secantik kamu ditolak coklat nya, sini buat aku aja ya. Nanti aku bagi sama yang lain juga." Seorang laki-laki yang baru saja berucap, mengambil coklat tersebut.

"Duluan ya cantik, lain kali kasih dia sayur paku aja atau beton ya." Pria itu pamit pada perempuan tadi. Sambil merangkul pundak Tama yang sedikit lebih tinggi darinya.

"Bang! Lo tuh bisa ga sih jangan terlalu cuek biar ga jomblo terus," ucapnya.

"Lo juga jomblo kal, kalo lo lupa," ucap Tama, menyingkirkan tangan pria yang dipanggil 'kal' itu.

"Kalo gue mah jomblo juga ada sebabnya bang, karena gue masih mencari sosok perempuan yang cocok sama gue," ucapnya  mendrama.

"Bilang aja buaya."

"Kalo buaya mah bukan gue, tapi bang Jefan noh."

"Lo sama Jefan sama aja Ikal."

Lelaki bernama ikal itu mendengus tak terima. "jangan samain gue sama bang Jefan, iya sih bang Jefan ganteng tapi gue gamau di samain sama dia".

My Happiness-Lee TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang