➷ Sehari bersama Lio

15 9 0
                                    

Slurpp

Lenan menenggak setengah dari kopi miliknya malam itu, Aku hanya memperhatikan nya sesekali, lalu membuang pandanganku ke arah lain, begitu saja sejak setengah jam yang lalu.

Hening, yang terdengar hanya bisingnya kendaraan pada malam itu dan juga suara dedaunan yang bergerak tertiup kencang nya angin malam.

Tak ada pembicaraan sejak kami memutuskan untuk duduk di sebuah taman yang tak begitu ramai, dan juga memesan dua gelas kopi hitam.

Ini pertemuan pertamaku dan juga Lenan sejak aku memutuskan untuk pergi meninggalkan negara ini, lalu dengan begitu saja kami menjadi lost contact. Sebab, aku mengganti nomor handphone ku. Aku memang sengaja melakukannya, dengan dalih bahwa aku membutuhkan waktu untuk diriku sendiri semenjak kejadian itu terjadi.

"Gimana kabar lo? " Aku memejamkan mataku sejenak, aku tak bohong, relung hatiku kini dirambati dengan perasaan bersalah. Karena, memutuskan untuk pergi tanpa meninggalkan kabar apapun.

"Baik, lo gimana? " Balasku, pandangan ku tetap lurus ke depan. Aku terlalu tak sanggup jika harus menatap wajah Lenan.

"Baik juga" Lalu dengan begitu saja, keadaan di sekitar kami kembali hening.

Berdiam diri di taman ini, sungguh sangat mengingatkan ku pada saat di mana Aku dan Lenan masih kuliah. Dulu, di tempat ini aku dan Lenan sering menghabiskan waktu bersama, hanya untuk mendengarkan celotehan nya tentang dosen yang kejam bukan main.

Tempat ini juga mengingatkan ku tentangnya, tentang bubur kacang hijau kesukaan nya dan juga wedang jahe susu yang selalu ia pesan ketika hujan sedang melanda.

"Ren" Aku tak membalas panggilannya.

Lenan tak mengatakan apa-apa, lantas aku menghadapkan kepalaku kearahnya.

Perasaan bersalah itu kembali menggerogoti isi hati ku, wajah nya seakan bertanya-tanya mengenai mengapa aku pergi begitu saja tanpa meninggalkan kabar apapun padanya.

"Maaf" Tuturku.

"Gak papa, gue ngerti" Ucap nya disertai tepukan ringan di bahuku. Aku mengangkat pandangan ku, mengarahkannya pada Lenan.

Ia tak pernah berubah, masih Lenan yang selalu mengertinya. Lenan yang selalu memaafkannya, meski ia selalu mengulangi kesalahannya.


〇〇〇ﻌﻌﻌﻌ〇〇〇

Siang ini, aku sudah disibukkan dengan bocah berusia 3 tahun ini.

Niat ingin tidur sepanjang hari, harus ku urungkan sebab tadi pagi pukul 7 ibuku menelfon bahwa ia sudah sampai di kediaman ku lalu menitipkan bocah ini dan pergi begitu saja.

Dan disinilah aku sekarang, duduk di ruang TV dengan bocah itu yang sedang asyik dengan serial bus biru-nya.

"Lio, mam dulu yuk, udah siang" Ujar ku sambil menghampirinya. Terhitung sudah 1 jam lamanya bocah itu asyik dengan serial nya dan tak menghiraukan ucapan ku yang mengajaknya makan siang.

"Ndak! " Aku menukikkan alisku kesal, saat mendengar jawaban bocah itu. Jujur saja, aku tidak terlalu menyukai anak kecil. Itulah kenapa saat Ibuku menitipkan bocah ini, aku harus menerimanya dengan hati yang sangat terpaksa.

"Mam dulu Lio, nanti baru nonton lagi" Bujukku berusaha bersabar.

Tapi bocah itu tak menghiraukan ku, ia tetap fokus dengan tayangan serial itu dengan lengannya yang terus memeluk sekaleng biskuit coklat, kesayanganku.

Elegiac || Huang Renjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang