Bab 1
Chapter 01
Antara realita dan riak air
.
.
."Jangan.. jangan.. jangan tinggal kan aku kakanda" Semua nya semakin gelap, seseorang dengan lilitan kain batik, tempat yang asing, semuanya semakin memudar. seperti kapal yang terombang ambing ombak, semua nya seakan buram dan tak jelas. Hah ha hah.. dengan suara nafas berat, mataku terkesiap dan wajahku terperangah dengan tubuh yang dibanjiri keringat. Aku berusaha mengingat kembali mimpi yang selalu terulang itu, namun selalu nihil yang terus ku dapati.
'kakek, ku harap engkau ada disini, Ajeng kangen. Setiap hari Ajeng selalu terbangun dengan posisi menangis dibanjiri air mata seperti merindukan seseorang, tapi Ajeng ngak tau siapa yang Ajeng tuju dan tolong jelaskan ke Ajeng bahwa surat yang semalam cuma gurauan kakek' dalam hati ku penuh bimbang.
Belum lama ini kakek meninggal kan kami semua, ia orang gagah tapi juga ceria yang cukup untuk kita semua berduka dan merindukan. Terkadang ia sedikit misterius, tapi itu tak membuatku untuk tidak menyayanginya.Tersadar dari lamunan, terdengar harmoni alunan lagu Jawa dengan alunan gamelan di sebuah radio usang yang selalu di nyalakan kakek setiap pagi dan kini sebagai pengingat nya di pojok jendela kamar rumah yang terkesan antik ini. Rumah dengan tiang-tiang pilar yang menjulang ke atas dengan gaya Jawa khas nya, lengkap dengan atap bertanduk terasa kental akan Jawa nya. Asri dan nyaman.
Tak lama ku buka gorden lebar-lebar dengan kedua tanganku layaknya video klip alay untuk mengawali hari. Lalu ku regangkan tubuh untuk ku kumpulkan jiwa-jiwa kelelahan karna mimpi semalam yang tak tau mimpi apa itu sebenarnya.
Plak!!.. aku menampar kedua sisi pipi ku sebagai ritual pagi pemberi semangat dan bergegas ke dapur.Disana berdiri nenek dan ibu yang sedang menyiapkan makanan. Seketika aku melingkari pinggang ibu,
"hari ini masak apa Bu?" Ucap ku dengan riang sambil membuat kaget ibu
"astaghfirullahaladzim ajeeeng! ibu tuh lagi megang pisau, nanti kalau kenapa-napa gimana?!.kamu anak nya ibu atau bukan sih, petakilan rak gelem meneng kayak cah Lanang bae" ucap ibu sambil mengacungkan pisau di hadapanku. Seketika aku bergidik ngeri tapi juga merasa senang akan respon yang ibu perlihatkan."ya maaf, tapi entah kenapa hari ini Ajeng tuh semangat banget, kaya akan ada hal bagus yang akan terjadi hari ini"
"Halah itu cuman alasan tiap hari kamu aja. Dah sana mandi sama makan, habis itu berangkat kuliah"
"hehehe siap Kanjeng Raden ayu, cintaku sayangku muah muah" ucapku sambil meledek ibu dan berlari menuju kamar mandi tepat setelah ku ambil handuk yang tergantung di samping pintu kamar mandi.
Bersamaan dengan gemericik air,
"Ajeng kok enggak berubah-berubah dari kecil sampai besar ya bu, tingkahnya kayak anak kecil. Apa nggak bisa dewasa dikit gitu" ucap ibu ke nenek sambil memegang kepalanya yang pusing tidak kepalang.
"nggak apa-apa, toh suasana rumah kan jadinya rame gitu. Sepeninggalnya kakek, rumah kan jadi sepi, jadi kalau ada Ajeng kan jadi rame" sahut nenek.
"nggih bu, semoga kakek tenang ya disana. Nanti yang senang-senang kita aja Bu"
"hahahaha nanti kakek denger ucapan ini malah jadi pingin hidup lagi terus ngomel-ngomel deh. Ngomongin kakek nggak diajak, bukannya sedih mengenang malah ngakak hahahaha" bersamaan dengan tawanya yang cerah, tiba-tiba air mata membanjiri wajah penuh kerutan itu sedikit demi sedikit dengan tangisan kecil. Nenek pun menangis.
" nggak papa bu, kalau ibu kuat pasti kita juga kuat kok Bu" peluk ibu menguatkan ibunya yang sudah rentang.
"Ngomong-ngomong, gimana obrolan nya Ajeng sama ibu semalam? Aku khawatir sama masalah lamaran nya" lanjut ibu bertanya ke nenek untuk mengalihkan topik. Namun sebenarnya juga menghawatirkan anak semata wayang nya itu.
"Hmm.. awalnya sulit, tapi setidaknya Ajeng mau tunangan dulu, tapi semua keputusan akhir tetap ada di Ajeng"
........
"Apa!! Kenapa kalian baru kasih tau Ajeng sekarang, kenapa nggak dari awal. Ini hidup Ajeng yah. Nenek, nenek tau kan klau Ajeng itu nggak suka di kekang atau di paksa tanpa keinginan Ajeng sendiri. Lagi pula kakek nggak mungkin menjodohkan aku dengan orang yang bahkan rupa nya aja nggak dikenal, apa jangan-jangan ini sebenarnya rencana ayah?!" Pekik ku sambil nangis sesenggukan.
"Ajeeng!! Jaga ucapanmu! Ayah tau kalau ayah selalu sibuk dengan pekerjaan dan jarang di rumah, tapi semua demi keluarga, demi Ajeng juga!. Perihal perjanjian pertunanganmu dengan dengan anaknya teman kakek, papa juga baru tau dari sepucuk surat di kamar kakek dan surat yang datang pagi ini dari abdi keraton. Karna ini pertunangan yang sudah diikat sejak kalian masih dalam kandungan, tidak semudah itu di batalkan. Terlebih keluarga mereka masih masuk dalam abdi dalam"
"Tapi pah.. Aj.."
"Tak ada tapi, setidaknya besok kmu harus datang makan malam keluarga besok"
"Tapi Aj.. aku benci ayah!" Pekikku seraya pergi dari ruang keluarga dan masuk ke kamar dengan bantingan pintu.
Daammm!
Suara bantingan pintu bergema dalam rumah.
Hari itu seperti malam tanpa bintang. Seusai bantingan pintu tersebut seketika semuanya sunyi dalam persekian detik. Aku bersandar di punggung pintu kamar ku. Sesenggukan dengan pikiran yang kalut. Dan berlari masuk ke dalam selimut kasur ku. Meringkuk seakan kedinginan walau dikamar tidak ada AC dan setiap hari terasa musim panas."Anak ini!" Ucap ayah geram yang berusaha beranjak dari sofa ruang keluarga, menuju ke arah kamar ku.
Namun tiba-tiba tangan nenek menahan pundak ayah
"Sudah biar nenek saja yang bilang ke Ajeng. Pasti Ajeng mau mengerti" ujar nenek
"Tapi nek.." potong ayah
"Biar nenek saja yang bicara yah" sahut ibu yang juga menahan niat ayah dan menggelengkan kepalanya sebagi isyarat untuk berhenti.
"Baiklah" ucap ayah seraya menghela nafas yang seakan berat.
Tok.. tok.. tok..
Suara ketukan pintu terdengar dari luar dan terdengar deritan pintu kamar terbuka
"Ajeng, nenek masuk ya.."
....
Semalaman aku berkeluh kesah ke nenek. Ia seperti tak tampak lelah mendengarkan keluh ku yang tak ada habis nya itu. Ia mendengarkan dan memberikan penjelasan dengan tetap mempertimbangkan pendapatku. Tak habis pikir lagi apa yang kakek pikirkan saat membuat perjanjian itu. Memang keluarga kakek dan ibu masih ada keturunan darah biru dibanding ayah yang hanya orang biasa pada umum nya, tapi bukan begini cara nya. Hidup kita nyaman-nyaman saja sampai sekarang, tapi tunangan? Bahasa alien mana itu. Belum tuntas tentang masalah mimpi yang selalu sama selama 15 tahun, tapi kini akan bertambah lagi.
Entah sejak pukul berapa aku curhat ke nenek, tanpa sadar aku pun berakhir dengan tidur di atas pangkuannya.
.
.
.
."Hmm.. ibu..nenek.. itu garam nya ngk kebanyakan? Ibu pingin nikah lagi ya hahahaha" sela ku sehabis mandi.
'Kupikir nenek dan ibu habis melamun, karna biasanya mereka tidak seperti itu. Entah apa yang mereka obrolkan saat aku mandi tadi, tapi lucu juga melihat mereka panik hihihi..'" Eeh.. engga.. ealah! kok kayak lautan garam sup nya. Eeh Bu ibu, itu telor mata sapi nya gosong! bu gosong bu! " ucap ibu dengan panik yang juga melihat gosong nya telur yang dimasak nenek.
Aku pun tertawa geli melihat kelucuan mereka. Entah kenapa ada saja drama rumah tiap paginya yang membuat hatiku menghangat kembali..
......
KAMU SEDANG MEMBACA
Ajeng
FantasíaPras, Jawa dan Ajeng "Jangan.. jangan.. jangan tinggal kan aku kakanda" Semua nya semakin gelap, seseorang dengan lilitan kain batik, tempat yang asing, semuanya semakin memudar. seperti kapal yang terombang ambing ombak, semua nya seakan buram dan...