“Lo masih sama aja ya kayak dulu. Nggak pernah berubah. Udah lah, gue paling males kalau harus berurusan sama lo. Gue cuman mau bilang, lo harus ikut wawancara sama gue.” Alviano menaikkan alisnya sebelah dengan sikap angkuhnya.
“Wawancara? Nggak menarik. Pasti soal perlombaan antar provinsi itu kan? Gue nggak mau, pasti bosenin,” Katanya remeh. Aku mengepalkan tanganku kuat, sungguh berbicara dengannya dari dulu selalu membuatku geram.
“Oke, gue masih bisa pilih orang lain buat jadi narasumber gue. Jangan sok angkuh cuman karena lo ketua dari pencak silat ini. Di mata gue, lo itu cuman nol! Enggak ada apa-apanya. Sama seperti yang lo lakuin dulu,”
Setelah mengatakan hal itu, aku hendak berjalan untuk pergi, namun tanganku di tarik oleh cowok itu.
“Gue? Nol?” tanyanya mengulang perkataan ku tadi.
“Lo yang dari dulu nol. Lo nggak bisa jadi sebesar gue atau Diva. Dan, lo mau cari narasumber lain? Silahkan. Tapi, nggak sama temen-temen gue.”
Aku mengerutkan keningku, lalu menempis tangannya kasar.
“Lo nggak bisa cegah gue buat jadiin temen-temen lo sebagai narasumber gue! Gue butuh mereka!”
Alviano tertawa meremehkan ku lagi. Dia mengambil ponselnya, lalu mengetikkan sesuatu disana. Tak ada beberapa detik, dia menunjukkan layar ponselnya itu ke arahku.
AlvianoBrawijaya: Kalau ada salah satu dari kalian berurusan sama anak Jurnalistik, hati-hati lo semua.
“See? Gue selalu sepuluh langkah di depan lo, Ale-Ale. Jangan berharap gue bakalan ikut wawancara lo yang enggak guna itu,” ejeknya membuatku menatapnya marah dengan tangan yang terkepal kuat.
“Dari dulu lo emang selalu bejat!”
×××××××××
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival
RomanceMereka kerap kali berdebat dan bertengkar. Pertengkaran yang tak pernah usai ketika di masa sekolah dasar dulu, hingga takdir harus membawa Alessia untuk bertemu dengan Alviano, yakni rivalnya sendiri. ---- Saat menginjak kelas sebelas, entah menga...