Di ruang tamu yang besar, Sunwoo sudah membuka jas lusuh yang penuh kotoran. Badan liat dan cokelat terkena sinar karena sering berjemur di pantai itu masih sama seperti beberapa tahun lalu ketika mereka bertemu.
Eric diam membisu, tidak mau mendekat dan berjarak tiga meter dari Sunwoo.
"Mau berdiri disitu sampai pagi, sini bersihkan luka di bibirmu.."
Eric tetap diam tak bergeming, memandangi Sunwoo dari atas sampai kaki. Definisi serigala berbulu domba, penuh tipu muslihat dan sebagainya.
"Eric kemari..."
Mau bagaimana lagi, kalau sudah sampai panggilan ketiga atas nama Eric, pasti diseret seperti awal bertemu tadi sore di restaurant Itali.
Jadi Eric memutuskan untuk duduk menghadap Sunwoo yang tangannya sudah di bersihkan, menyisakan luka terbuka penuh darah kering kehitaman.
Sebelum menyentuh wajah babak belur Eric, tangan Sunwoo di tahan.
Ditaruh di atas paha dan di bersihkan, kassa steril dan alkohol swab. Apapun yang ada agar luka itu bersih tidak mengakibatkan infeksi di kemudian hari.
"Jangan ngobatin orang sakit kalau sendirinya masih gini..."
Tidak ada jawaban Sunwoo atas celotehan Eric, jadi Eric terus menyelesaikan kerjaannya sampai tangan Sunwoo terbalut dengan sempurna.
"Udah..." balas Eric menaruh tangan Sunwoo kembali pada empunya yang tersenyum tampan. Jarang jarang si Kim senang.
"Lihat ke atas..."
Mendanga ke langit langit yang begitu tinggi, Eric merasakan perih ketika Sunwoo membersihkan ujung bibir Eric yang robek sedikit.
Pelan pelan, penuh kasih sayang layaknya pacar. Tapi bukan— mereka berdua hanya orang asing yang bertemu kembali karena kebetulan.
"Berbalik..."
Satu kata dan Eric berbalik memunggungi Sunwoo.
"Buka bajunya..."
Mencoba menolehkan kepala, Sunwoo menahan Eric bergerak melihat apa yang terjadi di belakangnya.
"Eric, buka bajunya..."
Perintah kedua, enggan membuka tapi terpaksa. Akhirnya vest dan kemeja putih Eric buka saat itu juga.
Sunwoo menekan titik sebelah kanan.
"Sakit.." Eric meringis kesakitan.
"Punggungmu lebam... hadap sini..."
Titik inilah hal yang paling Eric enggan, ada belas jahitan sepanjang sebelas sentimeter dan tak elok di pandang.
Badan Eric tidak terawat, kurus kering dan berbentuk tidak karuan. Beda dengan lima tahun lalu saat Sunwoo untuk pertama kali menjamah tubuh.
Jadi gelengan Eric beri pada Sunwoo yang menyerngit di belakang.
"Hadap sini, Eric..." kaset rusak, Sunwoo terus mengulah perintah. Eric tidak mau di paksa.
Keras kepala, tapi Sunwoo lebih batu adanya.
Jadi si Kim mengitari Eric, menjadi duduk berhadapan kembali dan menegakkan badan Eric agar dada yang ungu bisa terlihat dan di obati.
Benar benar biru sebesar kepalan tangan orang dewasa tercetak di dada kiri, tangan Sunwoo turun menjelajah ke bagian perut Eric yang empunya sudah memejamkan mata menahan desir hebat yang jatuh dari otak ke hati.
Ditekan pada bagian lambung, Eric rubuh bersandar pada Sunwoo.
Hidung di leher si Kim. Menggeleng menahan tangis ketika tangan Sunwoo kembali menekan karena terlalu sakit. Tangan Eric sendiri menahan Sunwoo agar dorongan kedalam itu tidak makin jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Una Notte A Napoli
Fiksi PenggemarEric ingin melupakan kisah kelam di Napoli dan berjuang untuk mandiri dengan Yeonwoo yang selalu disisi. Anak kecil empat tahun yang tidak pernah rewel perihal apapun. Seperti yang di katakan para ahli, rasionalitas akan berkembang lebih lambat dar...