Setelah hari itu, Elle terus memandangi sapu tangan lucu milik pemuda itu. Yang sudah ia gantung dipintu lemari menggunakan Hanger.
"Kulitnya lebih putih dari pasha,
Tingginya juga berbeda,
Bahkan tubuhnya kelihatan jauh lebih kokoh.
Benar, dia pasti bukan pasha. Lalu siapakah dia? mengapa wajah mereka mirip sekali? Dan-dan siapa namanya?"
Semakin diperhatikan semakin Elle menyadari bahwa,
"Oh! Apa itu?"
Ternyata ada tulisan kecil di sudut sapu tangan tersebut.
"Alex-san-der? Jadi namanya Alexander?"
Teresia adalah teman sebangku Elle. Terlepas dari seberapa keras orang tuanya menyangkal persahabatan mereka, Tere tetap menyayangi Elle yang dianggapnya, malang.
PUK! PUK!
[menepuk nepuk bahu Elle]"Kamu tahu Elle? Terkadang aku iri denganmu"
"Uh?"
"Aku tidak tahu seberapa keras kamu menahan air matamu, atau mungkin kamu pernah berpikir untuk mengakhir dirimu sendiri atas penderitaan yang tiada henti. Namun terlepas dari semua itu kamu tetap keren, kamu bisa melalui semuanya sendirian walau tertatih tatih, tanpa melibatkan orang lain. Bagaimana pun aku kagum padamu."
Elle, tersenyum.
"Kalimat ini, kalimat pujian seindah ini. Dulu aku sering mendengar kalimat kalimat indah seperti ini,
Namun orang orang yang mengucapkan itu selalu pergi meninggalkanku"
"Hahaha kamu ini bicara apa sih? Meskipun tulang rusukku seolah di patahkan serentak, aku tidak pernah sedikit pun memikirkan untuk bunuh diri atau semacamnya--
Karena jika dipikir pikir, semua ini telah amat sangat menyakitiku. Dan itu sudah cukup, aku tidak ingin menciptakan luka yang baru."
"UWAAAAAAAAAHHHHH Elle, kamu keren banget" berbinar binar
"Ohya Tere~"
"Ada apa Elle?"
"Aku ingin bertanya sesuatu, tentang--"
"Oh! Tunggu dulu. Sebelum kamu bertanya ada yang ingin ku tunjukan padamu"
Tere mengeluarkan Tablet miliknya dan menunjukkan beberapa gambar.
"Ini adalah lapangan Futsal yang baru selesai dikerjakan oleh ayahku dua minggu lalu. Lihat, keren kan? Ada banya pria pria tampan yang menyerbu tempat ini sesaat setelah dibuka"
"Oh, jadi lapangan itu merupakan hasil proyek dari ayahnya Tere ternyata"
"Kamu tahu lahan terbengkalai di dekat situ?"
"Oh, taman terbengkalai itu ya?"
"Aku dengar dari ayahku, pemiliknya dahulu adalah orang yang tamak. Tanah itu ternyata milik putra semata wayangnya yang seorang tentara. Sebelum putranya wafat dalam perang, ia berwasiat untuk memberikan tanah itu kepada negara untuk dijadikan tempat berguna bagi orang banyak dengan mengatas namakan dirinya--
Itulah mengapa tanah seluas itu dijadikan sebuah taman dan diberi nama Taman Edon".
"Oh~pantas saja di setiap sandaran kursi tertulis nama Edon. Aku pikir itu nama brand nya"
"Dulu taman itu sangat ramai pengunjung. Bahkan ibu dan ayahku pertama kali berkencan disana. Namun setelah itu sengketa dimulai, ibunya mendiang Edon tidak terima karena tanah itu malah diberikan pada negara dan bukan padanya. Pokonya Bibi itu benar benar memperkeruh segalanya, hingga akhirnya ia meninggal beberapa bulan lalu. Dan lahan itu akan di renovasi kembali"
Elle hanya tersenyum sumeringah.
"Ohya Elle, tadi mau tanya apa?"
"Oh tidak apa apa, aku lupa"
"Sudah terjawab"
Ternyata benar,
Taman ini akan di renovasi.
"Selama 16 tahun aku sering menghabiskan waktu bersama ibu di tempat ini, dan 3 tahun bersama pasha. Tanpa tahu kisah dibalik taman suram yang telah menjadi saksi atas kekosonganku selama ini. Akhirnya taman ini akan kembali dibuat indah~"
"Sayang tidak bisa menyaksikan ini bersama ibu dan pasha" guman gumam
"Siapa itu pasha?"
"HEI! Kenapa mengup-Eh kamu?" berbinar binar
"Alexander?"
"Kenapa menatap alat berat dengan tatapan haru seperti itu? Yang akan di renovasi ini taman umum, bukan taman pribadimu. Cih kenapa harus sesenang itu?"
"Ibuku--"
"Uh? Kenapa ibumu?"
"Oh! Bukan apa apa, aku hanya-Ohya aku punya sesuatu untukmu!"
"Apa apaan gadis ini?"
[membongkar isi tas]
"Nah ini dia"
Elle memberikan sapu tangan yang dahulu pernah diberikan oleh pemuda itu.
"Ini kan memang punyaku" jutek
Elle tersenyum kikuk sambil mengusap rambutnya ke belakang telinga.
"Bilang ap-"
"Terimakasih, pasha~" berbinar binar
"Ap-apa katamu? Pasha? Siapa pasha?"
"Oh, eh. Maaf salah sebut nama. Maksudku Alexander"
Alex tersenyum simpul.
"Orang ini, maksudku Alex. Ia baru saja tersenyum padaku? Benar begitu bukan?"
"Kamu pasti membaca nama di sapu tangan ini, makanya tahu namaku. Kalau begitu aku juga ingin tahu siapa namamu?"
"Tapi, aku tidak punya sapu tangan"
"Ah kamu ini lucu juga ya? haha. Kamu tinggal sebutkan saja namamu, manis"
"Namaku Elle, Elleua. Aku bukan kucing jadi berhenti menyebutku manis"
"El-elle apa tadi? Elliuae? Ah kenapa namanya susah sekali di ucapkan."
"Kalau begitu senang bertemu denganmu, Elle"
Alexander, ia menjulurkan tangannya. Dengan ragu ragu Elle membalas jabatan tangan itu dengan hati yang,
Berdebar debar.
"Ohya tadi kamu mau bilang apa?"
"Uh? Yang mana?"
"Ibu?"
"Oh, tidak. Bukan apa apa".
Elle menunduk, menutupi kesedihannya, lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gimme A Way.
RomanceElle pikir, semua akan baik baik saja jika ia tak menghiraukan lukanya dan terus melangkah maju. Namun, Seperti kata orang. Sekuat apapun dirimu, jika tanpa ibu, hal hal kecil sekalipun akan terasa berat. Tidak peduli se lelah apa Elle menciptakan j...