"Nasib banget jadi jomlo."
Berdiri di sepanjang antrian panjang dari undangan VVIP yang diterima Cakra dari salah satu teman sekolahnya dulu, di depan pintu masuk tempat acara digelar, Cakra sebagai perwakilan Leta dan Bianca, pun meratapi dirinya sendiri saat ia mendapati orang-orang yang mengantri di bagian depan, belakang, samping kiri dan kanan, terkecuali atas dan bawahnya, berdiri dengan didampingi pasangan masing-masing.
Sedangkan Cakra? Ada dong. Hanya saja tidak kasat mata.
Dalam pandangan Cakra, ia bisa melihat jelas dengan menggunakan mata telanjang. Tiap-tiap pasangan itu saling bergandengan tangan, tersenyum dan juga ngobrol satu sama lain.
Ada juga pasangan yang membawa anak– menjadi pelengkap dari keluarga cemara di samping kiri Cakra. Pemandangan yang seperti inilah, yang sebenarnya dan sejujurnya malah membuat hati dan mata Cakra seperti diiris pisau tajam, setajam silet.
"Andai saja gue juga punya pasangan, pasti gue gak bosan kayak gini. Tapi ... apakah itu menjamin kebahagiaan gue? Lihat Leta dan Bianca dibuat kayak gitu sama para persetanan saja, gue jadi ragu buat ngajakin anak perempuan orang nikah. Serem gak, sih, kalau nyatanya gue gak seasik saat ngejomlo? Bisa aja 'kan, gue jadi belok kayak Zain dan Gio. Persepupuan dan persetenan yang benar-benar sejalan," gumamnya lagi dalam hati.
Berdiri tegak sambil clingak clinguk gak karuan, lelaki satu ini masih mempertahankan vibesnya sebagai cowok jomlo tertampan di dunia perhaluan.
Ya, namanya diri sendiri. Siapa lagi yang bisa memberikan pujian dengan senang hati tanpa bermanis mulut saja, kalau bukan dirinya sendiri.
Mengenakan kemeja batik berlengan panjang dengan corak modern bergambar burung dihiasi dengan list putih mendominasi setiap sisi kain dan dikombinasikan dengan celana panjang berwarna hitam motif kotak-kotak bergaris putih pada dasar kain.
Sepatu pantofel hitam mengkilap pun, juga melengkapi outfit dari lelaki bernama lengkap Cakrawala Susanto. Dia sungguh menawan.
"Agh, akhirnya sampai dalam juga," gumam Cakra seraya berjalan masuk melewati para tamu yang juga lolos dari antrian panjang.
Pemilik hajatan ini memang kenyataannya orang terpandang. Tapi gak gini amat juga pikir Cakra. Secara, ia mendapatkan undangan dari jalur undangan VVIP. Bukan kaleng-kaleng ini agh, sampai berdiri hampir lima belas menit lamanya. Sendiri lagi. Mana kerongkongan Cakra sudah diserang haus. Gila sangat.
Tidak langsung pergi ke depan untuk mencari meja ataupun memberikan selamat pada kedua mempelai pengantin, Cakra terlebih dulu berjalan dengan gagah berani penuh kharisma dari ketampanannya yang luar biasa, menuju ke arah meja prasmanan.
Ya, lelaki itu mencari minuman yang bisa melegakan rasa haus yang sudah ia tahan sejak tadi terlebih dulu.
"Syukur ... ada minuman dingin," gumamnya, sesaat ia sudah menuangkan centong berisi es buah di antara jenis minuman lain yang disediakan untuk para tamu undangan ke dalam gelas kaca.
"Cakra?" panggilan seseorang menghentikan langkah Cakra, yang baru saja ingin berbalik mencari tempat untuk duduk.
Barusan saja menelan air minum, kedua manik hitam legam Cakra membola sempurna kini. Bagaimana tidak, ia barusan bertemu dengan cinta pertamanya, yang pernah menolak keinginan Cakra untuk menjadikan gadis cantik dengan balutan gaun kurang bahan membungkus bentuk tubuhnya yang sempurna, menjadi kekasihnya kala itu.
'Astaga ... Diana? Benar Diana, 'kan? kenapa dia menjelma menjadi Duchess of Cambridge. Astaga ... mirip banget sama Kate Middleton.'
Iris hitam legam Cakra berkeliling mengamati setiap sisi dari tampilan gadis yang kini tengah berdiri di hadapannya, dengan menampilkan senyum dari sudut-sudut bibir berpoles lipstik berwarna pink muda pada dasar bibirnya, Gadis itu sungguh mempesona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Okay? (Karyakarsa)
RomanceBerkali-kali merasakan yang namanya jatuh cinta, berkali-kali pula cinta ditolak. Sampai pada akhirnya, Cakra memilih jomblo. Keingingan lelaki tersebut hanya satu, yaitu kedua sahabat kesayangannya harus menikah lebih dulu agar ia terbebas dari ras...